Pelembagaan Inisiatif Selatan-Selatan
Perayaan Khidmat Semangat Asia-Afrika 2015
1. Semangat Asia-Afrika yang menjadi inti dari perayaan khidmat (solemn commemoration) atas Konferensi Asia-Afrika 1955 mengarah pada perjuangan pemimpin Asia-Afrika dalam mencapai kemerdekaan dan peranan mereka dalam perdamaian dan pembangunan. Konferensi Asia-Afrika 1955 tidak hendak merebut dunia hanya untuk Asia-Afrika saja. Pada masa persaingan ideologi dan persekutuan sepanjang 1950-an (dan sesudahnya), konferensi memperjuangkan dunia tanpa hegemoni, dunia yang terbuka bagian siapapun untuk berpartisipasi di dalamnya, dan dunia yang mendorong solidaritas untuk emansipasi.
2. Semangat Asia-Afrika ini menjadi titik balik bagi masyarakat Asia-Afrika untuk kembali aktif dalam inisiatif selatan-selatan. Dalam dunia yang diwarnai dominasi pertarungan ekonomi zero sum game dan konflik, titik balik ini menjadi amat fundamental bagi pembangkitan dan penyemangatan semangat Asia-Afrika. Dunia perlu diwariskan ke generasi sesudahnya sebagai dunia yang terbuka bagi siapapun, tanpa hegemoni, dan memperjuangkan perdamaian dan pembangunan. Ini merupakan semangat Asia-Arika.
3. Peran Penting Asia Afrika. Asia Afrika, jika bersatu, akan merupakan tujuh 75.3 % penduduk dunia, dan 28 % PDB dunia Titik balik 2015
4. Perayaan khidmat pada tahun 2015 ini harus menjadi kesempatan untuk melembagakan semangat Asia-Afrika ke dekade-dekade mendatang. Ada beberapa titik balik penting yang perlu didorong dalam pelembagaan yang menjadi hasil dari perayaan khidmat.
5. Titik balik pertama adalah dalam hal kemampuan membuka komunikasi dan partisipasi dari ragam inisiatif dari bangsa-bangsa Asia-Afrika. Ada asumsi bahwa komunikasi dan partisipasi membentuk inisiatif yang lebih baik dibandingkan jika inisiatif dihasilkan dari upaya hegemonik.
6. Titik balik kedua adalah kemampuan memproyeksikan inisiatif selatan-selatan dalam pergerakan-pergerakan dunia. Yang dimaksud adalah bahwa dunia yang cenderung menjadi ruang pertarungan bergambar kacau (chaotic) perlu menjadi perhatian semangat Asia-Afrika, terutama hal-hal yang disebut dalam Dasasila Bandung 1955 dan Bandung Message (yang akan dihasilkan). Proyeksi bukan untuk menjadi dominasi lain atau upaya hegemoni, melainkan proyeksi untuk membuka ruang-ruang pertukaran gagasan dan upaya-upaya praktis dalam menjawab
masalah-masalah dunia.
Pelembagaan
7. Pelembagaan inisiatif selatan-selatan dapat mengambil pelajaran dari keberhasilan dan kegagalan dari lembaga multilateral, insiatif aliansi negara- negara dan grup regional. Ada harapan bahwa pembelajaran ini akan membantu pelembagaan ini menjadi upaya yang relevan dan semakin dekat dengan harapan- harapan masyarakat Asia-Afrika. Secara praktis, tema-tema dari Dasasila Bandung dan Bandung Message dapat segera dimasukkan ke dalam tema-tema pelembagaan.
8. Pada saat yang sama, pelembagaan ini juga semakin memperhatikan tantangan- tantangan yang masih membelit upaya sejenis ini, terutama terkait dengan komunikasi dan partisipasi lintas sektor, keraguan (bahkan ketidakpercayaan) terhadap lembaga-lembaga demokratik, kualitas akuntabilitas dan keadilan dan terbatasnya ruang dialog. Dalam merespon tantangan-tantangan seperti ini, kekuatan-kekuatan masyarakat justru menjadi kontribusi besar untuk tetap membuat Inisiatif Selatan-Selatan tetap relevan. Kontribusi-kontribusi yang sudah cukup diakui oleh banyak pihak di dalam dan luar negeri amat mendasar dalam penguatan relevansi. Hal ini mencakup kontribusi dalam lapangan riset, advokasi, komunikasi sosial-politik, kerjasama teknis (technical cooperation), upaya-upaya ekonomi, upaya hukum, promosi dan perlindungan hak asasi manusia, perhatian terhadap kelompok-kelompok yang tidak diakui (unrepresented and unrecognised).
9. Pelembagaan juga perlu melihat konteks besar dimana kekuatan komersial menjadi lebih dominan daripada negara. Dalam lapangan negara, partisipasi dan emansipasi mempunyai pijakan dan sejarah dan arus demokrasi. Kelemahan negara secara langsung berkontribusi pada masuknya dominasi kekuatan komersial termasuk dominasi dalam lapangan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, seperti dalam hal pendirian norma (norm foundation) maupun kebijakan publik. Dengan ini, penguatan kapasitas negara amat mendasar. Penguatan kapasitas ini mengarah pada kewajiban negara (state obligation) dan mandat etis kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika. Kapasitas negara yang tumbuh dan berkembang akan semakin mampu menciptakan ruang-ruang dialog, serta memperkuat arus upaya kerjasama yang non-hegemonik.
10. Dengan pengandaian bahwa pelembagaan ini akan dimulai dari Indonesia, yang menjadi tuan rumah Peringatan Konferensi Asia Afrika, maka penguatan kemampuan Indonesia juga menjadi mendasar. Kemampuan ini mengarah pada praktek dan kontribusi positif yang sudah ada pada pemerintahan, masyarakat sipil, organisasi-organisasi ekonomi, pelaku riset, komunitas-komunitas. Penguatan kemampuan ini didorong untuk diangkat ke dalam tingkat kerjasama dengan para pihak dalam Iinisiatif Selatan-Selatan.
11. Dalam dunia multipolar dewasa ini memungkinkan kerjasama kebijakan dan kerjasama teknis (bukan blok ideologis). Setidaknya ada tiga pilar utama yang harus diperhatikan dalam Kerjasama Selatan-selatan (KSS): (i) Kerjasama multilateral multidimensi, bukan hanya ekonomi dan bisnis; (ii) Kerjasama Sosial dan Budaya; (iii) Kerjasama Teknis Multilateral baik antara negara maupun dalam forum-forum antarnegara.
12. Untuk itu, paling tidak Asia Africa Center perlu segera direalisasikan dalam satu atau dua tahun ke depan. Dalam rangka mengembangkan dan mengelola persiapan pelembagaan Asia Africa hendaknya di dahului dengan:
‒ Riset dan Knowledge Building tentang potensi,
‒ Pengembangan Rencana Aksi Kerjasama Asia Africa,
‒ Dikelola bersama oleh Kemenlu dan Kantor Presiden.