Kepada Yang Terhormat :
- Bapak Ir. H. Joko Widodo,
Presiden Republik Indonesia - Bapak Prof. Dr. Pratikno,
Menteri Sekretariat Negara Republik Indonesia. - Bapak Dr. H. Zulkifli Hasan, S.E., M.M
Menteri Perdagangan Republik Indonesia. - Ibu Retno L.P. Marsudi
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia. - Bapak Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, S.H, M.H
Menteri Pertanian Republik Indonesia. - Bapak Djatmiko Bris Witjaksono
Direktur Jenderal Perundingan Perjanjian Internasional,Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. - Bapak Prof (Riset) Dr. Ir. Erizal Jamal, M.Si
Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian,Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Perihal:
Perjanjian Kerjasama Ekonomi Komprehensif (CEPA) Uni Eropa-Indonesia tidak boleh mewajibkan Indonesia untuk bergabung atau menerapkan UPOV 1991.
Dengan hormat,
Organisasi-organisasi yang bertanda tangan di bawah ini bekerja dengan dan untuk para petani dan pada isu-isu pertanian di banyak negara yang berbeda. Kami mengetahui bahwa Uni Eropa dan Indonesia sedang merundingkan perjanjian perdagangan bebas atau sering disebut EUIndonesia Berkaitan dengan hal tersebut, kami menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk menolak proposal Uni Eropa yang mewajibkan Indonesia menjadi anggota dan atau
menerapkan UPOV 1991, atau memaksakan kewajiban, peraturan dan pembatasan lainnya sesuai UPOV 1991.
Pertanian merupakan sektor perekonomian yang sangat penting bagi Indonesia. Merupakan sumber pekerjaan terbesar kedua, khususnya di daerah pedesaan, dimana sekitar 33% tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor ini. Pertanian juga menyumbang 14% dari PDB. Selain itu 93% dari total jumlah petani adalah petani kecil dengan rata-rata penguasaan lahan 0,6 hektar.(i Benih adalah salah satu hal paling mendasar bagi petani dan sektor pertanian. Di Indonesia sebagian besar pasokan benih disediakan oleh sistem benih petani yang beragam. Pilar utama dari sistem ini adalah kebebasan petani untuk menyimpan, menggunakan, menukar, dan menjual benih hasil produksi mereka serta kebebasan untuk memuliakan dan menjual benih hasil pemuliaannya.
Namun, Konvensi UPOV tahun 1991 (UPOV 91) menghapus hak petani untuk menukar dan menjual benih yang dilindungi atau bahan perbanyakan. Bahkan melarang untuk menyimpan benih dan menanam kembali di ladang mereka sendiri untuk sebagian besar spesies tanaman. Karena itu, UPOV 91 tidak hanya membahayakan hak atas pangan dan kedaulatan pangan, tetapi juga mengancam hilangnya keragaman hayati pertanian (agrobiodiversitas). Sistem UPOV menyediakan kerangka hukum yang sangat kaku dan tidak sesuai bagi petani kecil khususnya di negara-negara berkembang. Sistem ini dikembangkan pada tahun 60-an untuk modalitas produksi benih di negara-negara maju terutama di Eropa. Indonesia dan negara berkembang lainnya tidak pernah berpartisipasi dalam negosiasi UPOV. Oleh karena itu, banyak ahli independen merekomendasikan agar negara-negara berkembang tidak
boleh bergabung atau menerapkan sistem UPOV di negaranya.(ii Keragaman varietas yang disimpan bank gen dan dibudidayakan di ladang dan kebun di seluruh dunia merupakan sumber daya yang sangat diperlukan untuk pemuliaan tanaman baru, yang bergantung pada berfungsinya sistem benih petani. Jika kita menghancurkan sistem ini, kita membahayakan umat manusia secara keseluruhan. Dampak negatif dari undang-undang perlindungan varietas tanaman yang tidak tepat telah disorot oleh banyak laporan dan penelitian yang berbeda dalam beberapa tahun terakhir. Argumentasi utama juga dirangkum dalam makalah yang menyertai surat terbuka ini.
Pelapor Khusus Hak atas Pangan, Michael Fakhri, dalam laporan terbarunya kepada Majelis Umum PBB “Seeds, right to life and farmers’ rights” merekomendasikan bahwa “Negara Anggota PBB harus mempertimbangkan: Tidak menekan Negara Anggota lain untuk bergabung dengan Konvensi Internasional untuk Perlindungan Varietas Baru Tumbuhan dengan cara apa pun. Menjadi pihak dalam Konvensi itu tidak lagi diperlukan sebagai bagian dari perjanjian bilateral atau regional. Negara Anggota sangat dianjurkan untuk menghapus persyaratan tersebut dalam perjanjian yang ada saat ini.(iii Atas dasar ini kami meminta pemerintah Indonesia menolak proposal Uni Eropa yang mewajibkan mengikuti pengaturan dan atau menjadi anggota UPOV 91 dalam perjanjian perdagangan CEPA UE Indonesia.” Akhirnya, kami ingin mengingatkan dukungan Indonesia atas “Deklarasi tentang hak petani dan masyarakat yang bekerja di daerah pedesaan” yang diadopsi oleh Dewan Hak Asasi Manusia dan Majelis Umum PBB yang mengharuskan Negara “mengambil langkah-langkah dalam menghormati, melindungi dan memenuhi hak untuk benih petani dan masyarakat yang bekerja di daerah pedesaan”. Implementasi dari Deklarasi ini mengharuskan Indonesia untuk memiliki ruang kebijakan penuh dalam menerapkan langkah-langkah yang relevan.
Karena itu dalam negosiasi CEPA Indonesia Uni Eropa, tidak boleh ada yang mempengaruhi dan membatasi kebebasan ini. Indonesia harus memiliki ruang kebijakan untuk melindungi sistem benih petani yang sesuai untuk sistem pertaniannya, melindungi sumber daya genetik tanaman lokal, para petani dan menjaga kepentingan umum serta memungkinkan pemerintah mengambil langkah-langkah dalam mengimplementasikan Deklarasi tentang Hak-hak Petani dan masyarakat yang bekerja di daerah pedesaan.
Hormat Kami,
- INDONESIA
Aliansi Petani Indonesia (API)
Bina Desa
BITRA Indonesia
ELSAKA
FIAN Indonesia
FIELD Indonesia (YDBN)
FLIGHT: Protecting Indonesia’s Birds
FSBKU
Indonesia for Global Justice (IGJ)
Indonesian Human Rights Committee for Social
Justice (IHCS)
JAMTANI
Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah
JPIC Kalimantan
Kaliptra Andalas
Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan
Komite Nasional Pertanian Keluarga (KNPK)
Komodo Indonesia Lestari Foundation (Yakines)
KONPHALINDO
Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI)
Perkumpulan INISIATIF
Perkumpulan Kediri Bersama Rakyat (KIBAR)
Samawa Islam Transformatif
Save Our Borneo
Serikat Petani Indonesia
Setara Jambi
WALHI Jambi
WALHI South Sulawesi
Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat
Yayasan Tananua Flores - EUROPE
11.11.11 – Belgium
Amis de la Terre – France
ARCHE NOAH – Austria
Both ENDS – Netherlands
Confédération Paysanne – France
Fastenaktion – Switzerland
FIAN Deutschland – Germany
FIAN Switzerland – Switzerland
FNV – Netherlands
Fruchtwechsel e. V. – Germany
Handelskampanjen – Norway
Hilfswerk der evangelischen Kirche der Schweiz (HEKS) – Switzerland
Li Mestère ASBL – Belgium
MISEREOR – Germany
Naturefriends – Greece
NOAH – Denmark
Platform Aarde Boer Consument – Netherlands
Rettet den Regenwald e.V. – Germany
SEEDS ACTION NETWORK – Germany
Sesam – Sweden
- SolidariteitsNetwerk BuurtTuinen – Netherlands
Stiftung Asienhaus – Germany
StoereVrouwen – Netherlands
SWISSAID – Switzerland
Verein zur Erhaltung der Nutzpflanzenvielfalt e.V. (VEN) – Germany
Vitale Rassen – Belgium
Watch Indonesia! e.V. – German
- INTERNATIONAL ORGANIZATION
APBREBES
CAFOD
CIDSE
FIAN International
GRAIN
Rettet den Regenwald - SOUTHEAST ASIA REGIONAL INITIATIVES FOR
COMMUNITY EMPOWERMENT
Third World Network
Transnational Institute
Umbrella Association for cultivated plants and livestock
diversity conservation in German speaking countries - AFRICA
AbibiNsroma Foundation – Ghana
African Centre for Biodiversity – South Africa
AVRD International – Tchad
Commons for EcoJustice – Malawi
MELCA-Ethiopia – Ethiopia
TABIO – Tanzania - LATIN AND NORTH AMERICA
A Growing Culture – USA
Acción Ecológica – Ecuador
Asociación Nacional para el Fomento de la
Agricultura Ecológica (ANAFAE) – Honduras
Aula Verde AC – Mexico
Grassroots International – United States
Grupo Semillas – Colombia
National Farmers Union – Canada
Red de Coordinación en Biodiversidad – Costa Rica
Trade Justice Network – Canada
UDAPT – Ecuador - ASIA
BARCIK – Bangladesh
Consumers’ Association of Penang – Malaysia|
Office INYAKU – Japan
Pakistan Fisherfolk Forum – Pakistan
Participatory Research & Action Network (PRAAN) Bangladesh
Sahabat Alam Malaysia (Friends of the Earth Malaysia) – Malaysia
END NOTE
- i) http://www.fao.org/3/i8881en/I8881EN.pdf
- ii) The UPOV Convention, Farmers’ Rights and Human Rights – An integrated assessment of potentially conflicting legal frameworks” diterbitkan oleh Deutsche Gesellschaftfür Internationale Zusammenarbeit (GIZ) atas nama the German Federal Ministry for Economic Cooperation and Development” (Juni 2015) tersedia di https://www.giz. de/fachexpertise/downloads/giz2015-en-upov-convention.pdf; UNDP (2008) “Towards a Balanced Sui Generis Plant Variety Regime”, bisa diunduh di http://www.undp. org/content/undp/en/home/librarypage/poverty- reduction/toward-a-balanced-sui-generis-plant-variety-regime.html; “Owning Seeds, Accessing Food – A human rights impact assessment of UPOV 1991 based on case studies in Kenya, Peru and the Philippines,” Oktober 2014. Tersedia di https://www.publiceye.ch/en/topics-background/ agriculture-and-biodiversity/seeds/owning-seeds-accessing-food/; Carlos M. Correa et al. (2015), « Plant Variety Protection in Developing Countries: A Tool for Designing a Sui Generis Plant Variety Protection System: An Alternative to UPOV 1991 », APBREBES, bisa diunduh di http://www.apbrebes.org/news/new-publication-plant-variety-protection-developing-countries-tool-designing-sui-generis- plant
- iii) Michael Fakhri, “Seeds, right to life and farmers’ rights Report of the Special Rapporteur on the right to food”, 2022, ://documents-dds-y.un.org/doc/UNDOC/GEN/ G21/397/86/PDF/G2139786.pdf?OpenElemen