• id Indonesia
  • en English
Kamis, Maret 30, 2023
  • TENTANG KAMI
Indonesia for Global Justice
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
“A Global Justice Order through Social Movements”s
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
Home Fokus Pemantauan Alternatif Ekonomi

Data Lemah, Pertanian Indonesia Terus Mundur

Desember 12, 2017
in Alternatif Ekonomi, Uncategorized
Reading Time: 2 mins read
Data Lemah, Pertanian Indonesia Terus Mundur
2.8k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Cegah permainan data produksi pertanian dengan tujuan meloloskan impor pangan.

Kebijakan HET mematikan petani kecil yang kalah bersaing dengan importir pangan.

JAKARTA – Sektor pertanian Indonesia dinilai susah berkembang, bahkan terus mundur, karena kebijakan pangan nasional tidak berdasar data yang kuat dan mengikat semua pemangku kepentingan (stakeholder).

Sebab, tanpa data yang bisa dipercaya, kebijakan yang diambil akan cenderung bias pada kepentingan pengambil kebijakan. Ini terutama bisa terlihat pada upaya pihak tertentu mempermainkan data produksi pangan demi meloloskan impor sehingga mematikan petani nasional.

Guru Besar Teknologi Pertanian UGM, Sigit Supadmo Arif, mengemukakan hal itu ketika dihubungi, Senin (11/12). Sigit mengatakan persoalan data produksi pertanian sebenarnya sudah cukup jelas jawabannya yakni manfaatkan citra satelit. Data mengenai musim tanam, banjir di area pertanian, dan luas panen bisa dihitung dengan satelit.

Menurut dia, di berbagai focus group discussion terkait data panen antara akademisi, asosiasi petani, maupun pemerintah, keinginan untuk mengoptimalkan citra satelit ini juga terus dikemukakan.

“Namun, kita sendiri juga susah mengerti kenapa belum juga dilakukan. Kita hanya bisa menduga bahwa soal pangan ini kan data ‘panas’, ada uang sangat besar, dan terkait dengan kepentingan banyak penguasa negeri ini,” papar Sigit.

Terkait dengan kerawanan data pertanian, sebelumnya kalangan legislatif memperingatkan kemungkinan adanya pihak tertentu yang mempermainkan data produksi pertanian dengan tujuan untuk meloloskan impor pangan.

“Jangan sampai saat produksi pangan kita surplus, data Kemendag (Kementerian Perdagangan) malah menyebut minus,” ungkap anggota Komisi IV DPR, Firman Soebagyo.

Menurut dia, akal-akalan seperti itu bisa terjadi karena ada kepentingan terselubung untuk melancarkan impor pangan.

“Kemungkinan adanya permainan data pertanian karena orang-orang lama masih ada di Kementerian Perdagangan sehingga terjadi fund rising untuk kepentingan politik. Yang namanya impor-impor itu kan dipakai untuk kepentingan tertentu,” ujar Firman.

Mengenai data, Sigit juga mengungkapkan hal itu memang menjadi biang kerok pada hampir semua persoalan di Tanah Air. Menurut dia, negara sepertinya tidak serius menangani persoalan tersebut karena besarnya tarik-ulur kepentingan.

“Sehingga rakyat dipaksa mengerti jika menteri pertanian mengatakan kita swasembada, namun nyatanya menteri perdagangan mengambil keputusan impor dengan dalih sebaliknya,” papar dia.

Sigit pun menyinggung persoalan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang mematikan petani kecil maupun penyeleb padi kecil karena mengakibatkan mereka kalah bersaing dengan pengusaha besar importir yang bisa mendatangkan produk pertanian lebih murah.

Produk impor bisa lebih murah karena disubsidi pemerintah negara eksportir, sedangkan petani Indonesia justru ditekan oleh kebijakan pemerintah sendiri.

Hal senada dikemukakan Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti. Menurut dia, pertanian nasional tidak berkembang karena pemerintah tidak punya strategi andal untuk mendorong daya saing produk.

Sejak Indonesia meratifikasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 1995, masalah pertanian tak kunjung berkurang, malah justru bertambah.

Produk pertanian lokal tak kuat menghadapi agresi produk pangan impor. Penguatan petani yang digembar-gemborkan oleh pemerintah tidak ada hasilnya. “Akibatnya, daya saing pertanian kita kalah jauh karena ulah pemerintah,” tegas dia.

Masalah Serius

Sigit menambahkan di bidang irigasi pertanian pun persoalan data juga menjadi masalah, terutama karena tidak adanya satu data yang bisa digunakan bersama oleh stakeholder terkait irigasi.

Bahkan, koordinasi antar-kementerian atau departemen terkait di daerah, terkait pembangunan, pengawasan, manajemen pengelolaan, dan perbaikan juga bisa dikatakan hampir tidak ada.

“Baru besok saya diundang untuk rapat koordinasi dengan semua kementerian terkait. Ini atas perintah Presiden dalam rapat kabinet terakhir. Artinya, memang data dan koordinasi ini jadi masalah sangat serius cara bernegara kita,” tukas dia.

Semua masalah tersebut, menurut Sigit, semestinya membuat Presiden mematuhi UU Pangan dengan membentuk Badan Pangan Nasional yang langsung bertanggungjawab pada Presiden dan memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan semua kementerian.

PDF 📄
Previous Post

Selalu Rugikan Petani, SPI: Indonesia Harusnya Keluar dari WTO

Next Post

Perundingan WTO: Penghapusan Subsidi Perikanan agar Tak Sasar Nelayan Kecil

Related Posts

KEPAL : DPR SAHKAN PERPPU CIPTA KERJA, INI MERUPAKAN PELANGGARAN KONSTITUSI
Pres Release & Statement

KEPAL : DPR SAHKAN PERPPU CIPTA KERJA, INI MERUPAKAN PELANGGARAN KONSTITUSI

Maret 26, 2023
Intervention on US-IPEF at Bali Nusa Dua
Kampanye

Intervention on US-IPEF at Bali Nusa Dua

Maret 21, 2023
Load More
Next Post
Perundingan WTO: Penghapusan Subsidi Perikanan agar Tak Sasar Nelayan Kecil

Perundingan WTO: Penghapusan Subsidi Perikanan agar Tak Sasar Nelayan Kecil

Please login to join discussion

covid-19 widget

Popular Post

  • Ahli Tekankan Pentingnya Persetujuan DPR dalam Perjanjian Internasional

    Ahli Tekankan Pentingnya Persetujuan DPR dalam Perjanjian Internasional

    2696 shares
    Share 1078 Tweet 674
  • Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

    2681 shares
    Share 1072 Tweet 670
  • Penenggelaman Kapal Asing

    2237 shares
    Share 895 Tweet 559
  • DIPLOMASI VAKSIN COVID-19 INDONESIA: “Tantangan Akses Publik Atas Vaksin dan Layanan Kesehatan Berkeadilan”

    1195 shares
    Share 478 Tweet 299
  • Isu Lingkungan Hidup dan Iklim di WTO: Untungkan Negara Maju, Rugikan Negara Berkembang

    1153 shares
    Share 461 Tweet 288
  • PERDAGANGAN & INVESTASI
  • BISNIS & HAM
  • DIGITAL EKONOMI
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • ARTICLE MONITORING
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
  • id Indonesia
  • en English

Indonesia For Global Justice© 2020

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used.