• id Indonesia
  • en English
Kamis, Februari 9, 2023
  • TENTANG KAMI
Indonesia for Global Justice
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
“A Global Justice Order through Social Movements”s
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
Home Isu Terkini

Hilangnya Hak-Hak Pekerja Dalam RUU Cipta Kerja

Juni 29, 2020
in Isu Terkini, news, Publikasi, Uncategorized
Reading Time: 3 mins read
Hilangnya Hak-Hak Pekerja Dalam RUU Cipta Kerja
2.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Rahmat Maulana Sidik1

Pembahasan  RUU  Cipta  Kerja  dilakukan  kejar  tayang  oleh  DPR  dan  Pemerintah patut dipertanyakan secara essensial dan substansial. Alih-alih ingin menarik investasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, justru RUU Cipta Kerja dalam berbagai prosesnya melahirkan sifat non-demokratis dan non-transparansi.

Salah satunya dapat dilihat dari komposisi penetapan Satgas (Satuan Tugas) yang dibentuk oleh Kemenko Perekonomian, Airlangga Hartarto malah didominasi kalangan pebisnis dan elitis pemodal2. Maka, tidak heran draft RUU Cipta Kerja yang lahir bersifat eksploitatif dan menguntungkan golongan tertentu saja, bukan untuk kemashlahatan bersama.

Sesuai dengan namanya RUU Cipta Kerja, yang seharusnya menciptakan peluang kerja bagi tenaga kerja lokal sehingga bisa mengurangi angka pengangguran di Indonesia.  Dalam  substansinya  justru  RUU  Cipta  Kerja  ini  juga  memberikan kesamaan derajat dengan tenaga kerja asing.

Bisa dilihat dalam Pasal 15 UU Hortikultura yang telah diubah dalam RUU Cipta Kerja. Perubahannya dalam RUU Cipta Kerja itu yakni tidak dibenarkan memperlakukan pembedaan antara pekerja lokal dengan tenaga kerja asing (TKA). Padahal dalam UU Hortikultura sebelumnya ada kewajiban bagi pelaku usaha untuk mengutamakan tenaga kerja dalam negeri ketimbang tenaga kerja asing.

Belum  lagi  RUU  Cipta  Kerja  ini  ternyata  semakin  banyak  menghilangkan  hak-hak pekerja yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan, kemudian direduksi dalam RUU Cipta Kerja. Seperti penghapusan ketentuan Pasal 91 dalam UU Ketenagakerjan3,  dengan menghilangkan  kewajiban  pengusaha  membayar  upah pekerja sesuai upah minimum yang telah ditetapkan.

Itu  berarti  pengusaha  dapat  membayar  upah  pekerja  dibawah  upah  minimum. Dalam UU Ketenagakerjaan sebelumnya, apabila pengusaha memberikan upah dibawah upah minimum. Maka ketentuan itu dapat batal demi hukum karena tidak sesuai  dengan  peraturan  perundang-undangan.  Kini  ketentuan  itu  dihilangkan dalam RUU Cipta Kerja sekaligus mengurangi hak pekerja untuk menuntut bila upah dibayarkan tidak sesuai dengan upah minimum.

Kondisi hak pekerja lainnya yang dikurangi dalam RUU Cipta Kerja yakni mengubah Pasal  93  Ayat  (2)  UU  Ketenagakerjaan  yang  me-reduksi  hak  tetap  mendapatkan upah bagi pekerja yang sedang melakukan kegiatan-kegiatan seperti: ke-agamaan, pernikahan, mengkhitankan, sedang mengalami masa haid, dan terdapat keluarga meninggal dunia.

Dengan tidak diberikan hak upah kepada pekerja yang sedang melakukan kegiatan-kegiatan urgen tentunya akan merugikan hak pekerja. Apalagi jika posisi pekerja sebagai pekerja kontrak dalam waktu tertentu, yang fleksibel dalam hubungan kerjanya.  Tentu  akan  mengurangi  pendapatan  upah  yang  seharusnya  diterima pekerja.

Kondisi  kerja  yang  fleksibel  melalui  kontrak  kerja  waktu  tertentu  juga  di-reduksi jangka waktu pekerjaannya. Sebelumnya jangka waktu PKWT dalam Pasal 59 dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Kini  dalam  RUU  Cipta  Kerja  dihapuskan  jangka  waktu  PKWT  tersebut.  Hal  ini membuka peluang bagi pekerja dapat di kontrak sekehendak hati pengusaha, bisa jadi 5 bulan, 6 bulan, 24 bulan atau bahkan menjadi pekerja kontrak selamanya. Kondisi demikian akan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam hubungan kerja bagi si pekerja.

Dengan menerapkan konsep easy hiring, easy firing (kemudahan mengambil, kemudahan melepas) kepada pekerja ini akan merugikan pekerja karena sewaktu- waktu bisa dipekerjakan dan diputus hubungan kerjanya tanpa kepastian hak-hak normatif.

Selain itu, adanya pengubahan di RUU Cipta Kerja terhadap Pasal 77 UU Ketenagakerjaan mengenai pengaturan kebijakan waktu kerja yang diserahkan melalui Peraturan Perusahaan, menjadi celah semakin terbukanya eksploitasi terhadap pekerja. Betapa tidak, selama ini saja banyak kasus pekerja yang upahnya tidak dibayar namun waktu kerjanya tetap berjalan normal. Bahkan terdapat kasus pengusaha yang kabur dengan tidak membayar hak-hak normatif pekerja4.

Banyak   hal   kontroversial   yang   selama   ini   kasusnya   menimpa   pekerja,   walau instrumen hukumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan, tetapi tidak dipatuhi atau dijalankan oleh perusahaan. Terlebih lagi ketika memberikan ruang bagi pengusaha untuk   mengatur    waktu   kerja   terhadap   pekerja,   menghilangkan   kewajiban pengusaha membayar upah dalam keadaan tertentu, dan tidak membayar upah sesuai upah minimum. Akan semakin menjerumuskan nasib pekerja dibawah jurang eksploitasi. Karenanya, pantas saja RUU Cipta Kerja dikatakan bukan menciptakan peluang kerja baru justru membuka ruang eksploitasi dan penindasan baru bagi pekerja.

 

                                                    

1 Penulis merupakan Koordinator Advokasi di Indonesia for Global Justice (IGJ).

2  https://tirto.id/komposisi–bermasalah-satgas-omnibus-law-enEn

3 lihat  dalam  draft  RUU  Cipta  Kerja  melalui  link:  https://ekon.go.id/info-sektoral/15/6/dokumen- ruu-cipta-kerja

4  https://igj.or.id/omnibus-law–payung–hukum–menarik-investasi-atau–melegitimasi-eksploitasi/

Download>>>Hilangnya Hak-Hak Pekerja Dalam RUU Cipta Kerja

 

PDF 📄
Tags: BuruhEkonomiHukum
Previous Post

RCEP Justru akan Memperburuk Krisis Kesehatan dan Ekonomi di Tengah Pandemi

Next Post

Menyoal Kebijakan Pemerintah Tentang Krisis Multidimensi & Omnibus Law ditengah Pandemi Covid19

Related Posts

Sustainble Trade dalam perspektif Amanat Konstitusi: Kajian terhadap Pasal 33 UUD 1945
Publikasi

Sustainble Trade dalam perspektif Amanat Konstitusi: Kajian terhadap Pasal 33 UUD 1945

Juli 22, 2021
Rangkaian Pertemuan IGJ Dengan Anggota Parlemen dan Politisi Indonesia
Laporan

Rangkaian Pertemuan IGJ Dengan Anggota Parlemen dan Politisi Indonesia

Juni 11, 2021
Load More
Next Post
Menyoal Kebijakan Pemerintah Tentang Krisis Multidimensi & Omnibus Law ditengah Pandemi Covid19

Menyoal Kebijakan Pemerintah Tentang Krisis Multidimensi & Omnibus Law ditengah Pandemi Covid19

Please login to join discussion

covid-19 widget

Popular Post

  • Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

    Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

    2607 shares
    Share 1043 Tweet 652
  • Ahli Tekankan Pentingnya Persetujuan DPR dalam Perjanjian Internasional

    2593 shares
    Share 1037 Tweet 648
  • Penenggelaman Kapal Asing

    2236 shares
    Share 894 Tweet 559
  • DIPLOMASI VAKSIN COVID-19 INDONESIA: “Tantangan Akses Publik Atas Vaksin dan Layanan Kesehatan Berkeadilan”

    1192 shares
    Share 477 Tweet 298
  • Cerita Dari Pelosok Negeri: Aksi Kolektif Gerakan Sosial Indonesia Merespon Covid19

    1106 shares
    Share 442 Tweet 277
  • PERDAGANGAN & INVESTASI
  • BISNIS & HAM
  • DIGITAL EKONOMI
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • ARTICLE MONITORING
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
  • id Indonesia
  • en English

Indonesia For Global Justice© 2020

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used.