• id Indonesia
  • en English
Selasa, Februari 7, 2023
  • TENTANG KAMI
Indonesia for Global Justice
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
“A Global Justice Order through Social Movements”s
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
Home IGJ On Media

IGJ: Kerja Sama Perdagangan Bebas Desak Produk Lokal Indonesia

Januari 31, 2018
in IGJ On Media, Rilis Media, Uncategorized
Reading Time: 3 mins read
IGJ: Kerja Sama Perdagangan Bebas Desak Produk Lokal Indonesia
1.8k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
Sejumlah perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan Indonesia dinilai malah memberikan dampak buruk terhadap nasib produk-produk lokal.

tirto.id – Indonesia for Global Justice (IGJ), lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada isu perdagangan bebas, mengkritik sejumlah kerja sama internasional untuk perdagangan bebas, yang diteken oleh pemerintah Indonesia, justru meningkatkan ketergantungan pasar dalam negeri terhadap produk-produk impor.

Direktur IGJ Rachmi Hertanti menilai kerja sama perdagangan bebas antara Indonesia dengan sejumlah negara terindikasi mendesak produk-produk lokal yang kalah bersaing dengan barang impor. Hingga September 2017, tercatat sudah 10 perjanjian ekonomi internasional telah ditandatangani dari 21 perundingan yang dilakukan di Indonesia.

“Fakta menunjukkan bahwa kebijakan liberalisasi perdagangan yang diambil oleh Indonesia tidak mendorong terjadinya trade diversion, tetapi semakin mengarah kepada trade creation yang meningkatkan ketergantungan pada produk impor sebagai substitusi produk lokal yang dianggap mahal dan tidak kompetitif,” kata Rachmi saat diskusi dengan sejumlah wartawan di Jakarta, pada Selasa (30/1/2018) seperti dikutip Antara.

Trade diversion adalah pengalihan perdagangan dari negara, yang tidak ikut serta dalam perjanjian kerja sama perdagangan, tapi lebih efisien, ke negara yang ikut serta dalam perjanjian walau kurang efisien. Sementara itu, trade creation adalah penggantian produk domestik suatu negara, yang melakukan integrasi ekonomi regional, dengan produk impor yang lebih murah dari anggota lain.

Menurut Rachmi, tidak adanya trade diversion terlihat dari masih rendahnya pemanfaatan Preferential Free Trade Agreement (FTA). Dari beberapa perjanjian perdagangan bebas, yang telah ditandatangani oleh Indonesia, belum juga dapat memanfaatkannya secara maksimal.

Rata-rata pemanfaatan Preferential FTA untuk mendorong kinerja ekspor masih sangat rendah, yakni hanya 30-35 persen. Bahkan, dalam ASEAN-India FTA, pemanfaatan Preferential FTA masih 6,05 persen. “Rendahnya pemanfaatan Preferential FTA mengindikasikan rendahnya daya saing (Indonesia),” ujar Rachmi.

Dia menambahkan produk keunggulan komparatif Indonesia masih sedikit karena didominasi oleh barang berteknologi rendah. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya nilai tambah produksi yang dimiliki oleh produk-produk asal Indonesia. Akibatnya, sebaran pasar produk asal Indonesia menjadi sangat terbatas.

Rachmi melanjutkan ketergantungan yang tinggi terhadap produk impor menyebabkan industri lokal semakin tidak kompetitif. Misalnya, industri baja lokal yang akhirnya kewalahan menghadapi gempuran produk baja impor.

Data perdagangan Indonesia 2017, yang dihimpun oleh IGJ, menunjukkan bahwa penggunaan bahan baku impor terus meningkat. Sepanjang 2017, kontribusi impor bahan baku penolong sebesar 75,46 persen atau terjadi peningkatan sebesar 16,56 persen bila dibandingkan dengan data pada 2016.

“Walaupun dalam kurun lima tahun terakhir, sejak 2013, kontribusi impor terjadi penurunan, namun impor bahan baku penolong tetap mendominasi dan sangat jauh dibandingkan impor di sektor lainnya,” kata Rachmi.

Rachmi berpendapat belum ada kebijakan insentif dari pemerintah yang efektif mendorong penguatan industri dalam negeri. “Kewajiban penggunaan kandungan dalam negeri atau TKDN seharusnya mampu mendorong peningkatan peran industri dalam negeri dalam mengambil peran lebih. Namun kebijakan ini terus menghadapi tantangan, FTA menyebutnya sebagai aturan yang haram,” ujar Rachmi.

IGJ Minta Pemerintah Kaji Ulang Perjanjian Perdagangan Bebas

Peneliti senior IGJ Olisias Gultom mendesak pemerintah membatasi sekaligus mengkaji ulang pembukaan akses pasar secara komprehensif di dalam perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA). “Jangan sampai situasi seperti sekarang, pasar kita banyak dimanfaatkan daripada kita memanfaatkan,” kata Olisias.

Berdasar analisis lembaganya terhadap sejumlah perjanjian FTA, menurut Olisias, Indonesia hanya memanfaatkan 30-an persen dari Preferential FTA. Selain itu, peneterasi pasar komoditas ekspor unggulan Indonesia pun terbatas. Oleh karena itu, Olisias menilai perjanjian perdagangan bebas tidak perlu memberikan konsesi tarif terbuka untuk pasar domestik dan hanya ditujukan untuk sektor-sektor unggulan Indonesia saja.

Selain itu, Dia menambahkan, untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja ekspor, pemerintah Indonesia harus berpijak pada strategi jangka panjang ketimbang jangka pendek. “Artinya, kinerja ekspor yang berbasis komoditas bahan mentah harus segera dibatasi atau bahkan ditinggalkan dan memperkuat kinerja ekspor yang bernilai tambah,” kata dia.

(tirto.id – add/add)
Sumber :
https://tirto.id/igj-kerja-sama-perdagangan-bebas-desak-produk-lokal-indonesia-cD2U
PDF 📄
Tags: AEPFEkonomiTradeWTO
Previous Post

CATATAN AWAL TAHUN 2018 INDONESIA FOR GLOBAL JUSTICE

Next Post

“Jelang Perundingan IEU CEPA, Kelompok Masyarakat Sipil Menggugat UU Perjanjian Internasional Ke Mahkamah Konstitusi”

Related Posts

Sustainble Trade dalam perspektif Amanat Konstitusi: Kajian terhadap Pasal 33 UUD 1945
Publikasi

Sustainble Trade dalam perspektif Amanat Konstitusi: Kajian terhadap Pasal 33 UUD 1945

Juli 22, 2021
Babak Baru Perundingan TRIPS Waiver, dimulainya Negosiasi Berbasis Teks
Publikasi

Babak Baru Perundingan TRIPS Waiver, dimulainya Negosiasi Berbasis Teks

Juli 22, 2021
Load More
Next Post
“Jelang Perundingan IEU CEPA, Kelompok Masyarakat Sipil Menggugat UU Perjanjian Internasional Ke Mahkamah Konstitusi”

“Jelang Perundingan IEU CEPA, Kelompok Masyarakat Sipil Menggugat UU Perjanjian Internasional Ke Mahkamah Konstitusi”

Please login to join discussion

covid-19 widget

Popular Post

  • Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

    Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

    2604 shares
    Share 1042 Tweet 651
  • Ahli Tekankan Pentingnya Persetujuan DPR dalam Perjanjian Internasional

    2590 shares
    Share 1036 Tweet 648
  • Penenggelaman Kapal Asing

    2236 shares
    Share 894 Tweet 559
  • DIPLOMASI VAKSIN COVID-19 INDONESIA: “Tantangan Akses Publik Atas Vaksin dan Layanan Kesehatan Berkeadilan”

    1192 shares
    Share 477 Tweet 298
  • Cerita Dari Pelosok Negeri: Aksi Kolektif Gerakan Sosial Indonesia Merespon Covid19

    1106 shares
    Share 442 Tweet 277
  • PERDAGANGAN & INVESTASI
  • BISNIS & HAM
  • DIGITAL EKONOMI
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • ARTICLE MONITORING
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
  • id Indonesia
  • en English

Indonesia For Global Justice© 2020

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used.