• id Indonesia
  • en English
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result

Opini UU Perdagangan, Karpet Merah Buat Asing

Februari 14, 2014
in Artikel
Home Media Artikel
1.1k
SHARES
2.7k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Undang-Undang Perdagangan

Perlindungan Masyarakat atau Fasilitasi Perdagangan Internasional

UU Perdagangan akhirnya disahkan pada Selasa (11/2) dalam Rapat Paripurna DPR RI. UU Perdagangan pada saat ini adalah pengganti terhadap UU Perdagangan warisan kolonial yang disebut dengan Ordonansi Pengaturan Perusahaan (Bedrijfsreglementeerings Ordonnantie) dibuat oleh Belanda pada tahun 1934.

Namun apakah UU Perdagangan yang baru ini lebih baik dibandingkan dengan produk UU pada zaman kolonial? Dan apakah UU Perdagangan dapat menjamin perlindungan terhadap masyarakat yang sudah kadung dirugikan dan gulung tikar sebagai akibat pelaksanaan perjanjian perdagangan lalu?

Pemerintah Indonesia telah menandatangani perjanjian perdagangan baik bilateral maupun regional. Bentuknya berupa Bilateral Investment Treaties (BIT) dengan bab investasi dan Free Trade Agreement. Setidaknya ada 63 BIT (Juni 2012) dan 45 dari 63 BIT sudah dilaksanakan. Selain itu juga terdapat 20 Free Trade Agreement (FTA) dengan bab investasi sampai dengan Januari 2013 yang sudah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia.

UU Perdagangan yang ada sekarang ini lebih memperlihatkan pengharmonisasian terhadap substansi FTA dengan substansi dari hukum atau undang-undang terkait yang sudah ada di Indonesia. Sementara itu, di dalam FTA, poin umum yang disepakati seperti penurunan tariff, liberalisasi layanan dibidang jasa, aturan dalam pengadaan barang-barang pemerintah (government procurement) dan penerapan  penggunaan  Hak Kekayaan Intelektual (IPR) menjadi semakin ketat dibandingkan yang tertuang didalam aturan yang lebih tinggi diatasnya seperti TRIP dan WTO. Provisi atau persyaratan yang diajukan dalam FTA tujuannya lebih memberikan atau melindungi investor yang seringkali dipersyaratkan didalam perjanjian.

Contoh FTA Indonesia dengan China yang diimplementasikan pada 2010. ACFTA telah merugikan Indonesia karena di dalam perjanjian tersebut China dapat mengekspor raw materials seperti mineral dan minyak dari Indonesia dengan berbagai kemudahan.  Selain itu, pelaksanaan zero tariff pada 2010 secara keseluruhan untuk produk pertanian telah mengakibatkan membanjirnya produk impor di Indonesia. Berdasarkan data dari BPS, nilai impor dari Jakarta pada semester I/2010 mencapai US$31,41 juta atau naik 49% dibandingkan dengan periode sebelum implementasi ACFTA. Produk impor ini telah membanjiri pusat perbelanjaan dan ritel di DKI Jakarta dan kawasan sekitarnya.

Disamping banjirnya produk impor di pusat perbelanjaan di seluruh Indonesia, pedagang tradisional juga menjadi salah satu pihak yang dirugikan dengan adanya UU Perdagangan ini.  Masuknya investor dengan dalih revitalisasi pasar telah mengakibatkan matinya pedagang tradisional yang umumnya lemah terhadap manajemen pengelolaan pasar. Sebanyak 78% Pasar Rakyat yang ada di Indonesia terus menurun sepanjang tahun 2007 (IKAPPI). Selain itu menjamurnya pasar modern telah mematikan pedagang pasar dan juga pedagang kecil di wilayah yang berdekatan dengan pasar termasuk usaha usaha kecil di dalam kampung.

Perdagangan bebas seperti yang dimaksudkan  oleh Adam Smith di dalam The Wealth of Nations (1776) membutuhkan spesialisasi ekonomi antar dua negara dan antara barang yang berbeda sehingga mendapatkan nilai lebih. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi perdagangan bebaspun, apabila memang Indonesia sudah kadung terjerat di dalam liberalisasi perdagangan, membutuhkan peran negara sebagai pengatur administrasi keadilan melalui hukum dan undang-undang. UU Perdagangan yang ada pada saat sekarang ini ternyata belum mampu memberikan jawaban terhadap hal itu.

Tags: Perjanjian Perdagangan & Investasi
Previous Post

IGJ: UU Perdagangan Masih Semangat Kolonial

Next Post

IGJ: WTO, Pelembagaan Penyadapan dan Serangan Terhadap Kedaulatan Ekonomi Nasional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Indonesia for Global Justice

Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu,
Jakarta Selatan - Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540
Telepon: (021) 7941655

© 2023  - Indonesia for Global Justice


Berlangganan Sekarang!

Ikuti berita terbaru dari Indonesia for global justice, berlangganan sekarang!

Terimakasih telah berlangganan di Indonesia for global justice


  • id Indonesia
  • en English
No Result
View All Result

Indonesia for Global Justice
Jl.Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu Jakarta Selatan - 12540
Telepon: (021) 7941655