• id Indonesia
  • en English
Selasa, Februari 7, 2023
  • TENTANG KAMI
Indonesia for Global Justice
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
“A Global Justice Order through Social Movements”s
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
Home Publikasi

Pengesahan Omnibus Cipta Kerja Inkonstitusional & Mengkhianati Kedaulatan Rakyat

Oktober 6, 2020
in Publikasi, Rilis Media
Reading Time: 4 mins read
Pengesahan Omnibus Cipta Kerja Inkonstitusional	&	 Mengkhianati Kedaulatan Rakyat

Aksi Tolak Omnibus Law depan gedung DPR RI, 16 Juli 2020. Doc. IGJ/Jrwo

2.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Rilis Indonesia for Global Justice (IGJ)

Senin, 5 Oktober 2020 – Indonesia for Global Justice (IGJ) mengecam keras pengesahan RUU Omnibus Cipta Kerja yang dilakukan oleh DPR dan Pemerintah Indonesia  dengan  cara-cara  yang  tidak  demokratis  dan  Inkonstitusional.  Oleh karena itu, RUU Omnibus Cipta Kerja harus batal demi hukum. 

Pertama,  DPR  dan  Pemerintah  sengaja  melakukan  pembahasan  dan  pengesahan RUU Cipta Kerja secara tertutup. Kedua, pembungkaman suara rakyat dengan menggunakan aparat keamanan yang siap berhadapan langsung dengan rakyat yang melakukan protes; dan Ketiga, kedaulatan rakyat diabaikan. 

“Demokrasi   telah   mati.   Konstitusi   telah   dikangkangi   oleh   para   pemimpin negeri ini. Liberalisasi ekonomi yang memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki telah menjadi panduan. Tidak ada lagi keadilan untuk  rakyat”,  tegas  Rachmi  Hertanti,  Direktur  Eksekutif  Indonesia  for  Global justice (IGJ). 

Agenda pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam Omnibus Law Cipta kerja akan mendorong pemasifan investasi untuk industrialisasi yang berbasis sumber daya alam  untuk  meningkatkan  daya  saing  Indonesia  dalam  panggung  Global  Value Chain.  Sebaliknya,  negara  abai  untuk  melindungi  hak  buruh,  dan  tanpa  ada komitmen   untuk   memastikan   keberlanjutan   lingkungan   serta   melanggengkan model investasi yang merusak lingkungan dan melanggar hak asasi manusia.

“Omnibus  law  Cipta  Kerja  disusun  hanya  lebih  merujuk  pada  isi  perjanjian perdagangan bebas ketimbang amanat Konstitusi”, terang Rachmi lagi.

Liberalisasi Sektor Pangan

Di sektor pangan, RUU Cipta Kerja jelas mengadopsi rezim pasar bebas yang ditetapkan oleh WTO. Buktinya RUU Cipta Kerja yang kini menjadi UU telah mengubah  empat  UU  Nasional  yang  berkaitan  soal  pangan  dan  pertanian  agar sesuai   dengan   ketentuan   WTO.   Tentunya,   liberalisasi   pangan   akan   semakin memperburuk kondisi petani kita.

Rahmat Maulana Sidik, Koordinator Advokasi Indonesia for Global Justice mengungkapkan “RUU Cipta Kerja membuka liberalisasi impor pangan seluas- luasnya dan menyerahkannya pada mekanisme pasar. Tentu ini membawa ancaman serius bagi keberlanjutan petani dan pangan nasional. Sementara, Negara tidak peduli dengan keberlanjutan nasib  petani dan pangan nasional.” Ungkap Maulana.

Liberalisasi perdagangan internasional di sektor pangan akan menyebabkan Indonesia bergantung pada pangan impor dan mengabaikan nasib pangan lokal. Terlebih lagi kini Pemerintah telah membangun proyek food estate. “Aturan Omnibus  Law  Cipta  Kerja  dibuat  untuk  melegitimasi  Food  Estate. Mempermudah investasi, impor, dan ekspansi pasar bebas. Kehadiran proyek Food Estate ini bukan untuk petani kecil, justru untuk mengakomodir kepentingan industri pertanian skala besar dan petani sebagai buruh diatas lahan food estate. Hal ini membuat Indonesia bergantung pada pangan impor dan membuka ruang yang besar bagi monopoli korporasi pangan di Indonesia” Tambah Maulana. 

Dampak Akses Obat Murah Akibat Monopoli Paten Obat   

Penghapusan pasal 20 UU Paten di dalam Pasal 110 Omnibus Law Cipta Kerja hanya akan kembali memperkuat ruang monopoli paten obat oleh perusahaan-perusahaan farmasi besar dan berdampak jangka panjang bagi pemenuhan jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia.

“Penghapusan pasal 20 UU Paten di dalam RUU Cipta Kerja adalah keliru dan bukanlah langkah tepat untuk menjawab persoalan hambatan investasi. Justru penghapusan pasal ini hanya akan merugikan kepentingan nasional Indonesia dan menghambat agenda pembangunan industri nasional akibat tidak terjadinya   transfer   teknologi   dan   monopoli   terhadap   pengetahuan   dan teknologi”, terang Rachmi. 

Penghapusan Pasal 20 UU Paten di dalam Omnibus Law akan mempersulit akses obat  di  Indonesia  karena  hilangnya  kewajiban  perusahaan  paten  untuk melaksanakan patennya di Indonesia. Bahkan, pada akhirnya menghilangkan kekuatan  pemerintah  untuk  dapat  melaksanakan  penggunaan  paten  oleh Pemerintah untuk memproduksi obat versi generik yang dibutuhkan oleh publik khususnya disituasi darurat, seperti penggunaan lisensi wajib. 

“Justru,  di  tengah  pandemic  covid-19,  masyarakat  Indonesia  membutuhkan pasal 20 UU Paten ini untuk dapat membuka akses seluas-luasnya obat dan alat medis yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19. Penghapusan pasal 20 UU Paten  dalam  Omnibus  Law  hanya  akan  memperburuk  krisis  kesehatan  di masyarakat”, tegas Rachmi.

Pasal 20 UU Paten adalah Mandat dari Konstitusi. Jika kemudian pasal ini hendak dihapus   karena   alasan   yang   ‘inkonstitusional’,   maka  kiranya   UU   yang   akan menghapus pasal 20 UU Paten itulah yang inkonstitusional. ****


Informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
Rachmi Hertanti, Direktur IGJ – +62 817-4985-180.
Rahmat Maulana Sidik, Koordinator Advokasi IGJ – +6281280480561

PDF 📄
Tags: Omnibus Law
Previous Post

LOCAL WORKING PATENT

Next Post

Perjanjian Perdagangan Ambisius antara UK dan Indonesia Telah Dimulai

Related Posts

Tiada Demokrasi Tanpa Prosedur Demokratik
Buku

Tiada Demokrasi Tanpa Prosedur Demokratik

Juni 18, 2021
Tim kuasa hukum Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL)
Publikasi

Uji Formil UU Cipta Kerja: Keterangan DPR dan Presiden Tidak Mematahkan Dalil Para Pemohon

Juni 18, 2021
Load More
Next Post
Perjanjian Perdagangan Ambisius antara UK dan Indonesia Telah Dimulai

Perjanjian Perdagangan Ambisius antara UK dan Indonesia Telah Dimulai

Please login to join discussion

covid-19 widget

Popular Post

  • Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

    Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

    2604 shares
    Share 1042 Tweet 651
  • Ahli Tekankan Pentingnya Persetujuan DPR dalam Perjanjian Internasional

    2590 shares
    Share 1036 Tweet 648
  • Penenggelaman Kapal Asing

    2236 shares
    Share 894 Tweet 559
  • DIPLOMASI VAKSIN COVID-19 INDONESIA: “Tantangan Akses Publik Atas Vaksin dan Layanan Kesehatan Berkeadilan”

    1192 shares
    Share 477 Tweet 298
  • Cerita Dari Pelosok Negeri: Aksi Kolektif Gerakan Sosial Indonesia Merespon Covid19

    1106 shares
    Share 442 Tweet 277
  • PERDAGANGAN & INVESTASI
  • BISNIS & HAM
  • DIGITAL EKONOMI
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • ARTICLE MONITORING
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
  • id Indonesia
  • en English

Indonesia For Global Justice© 2020

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used.