• id Indonesia
  • en English
Senin, Februari 6, 2023
  • TENTANG KAMI
Indonesia for Global Justice
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
“A Global Justice Order through Social Movements”s
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
Home Kampanye

Penghentian BITs demi Kepentingan Nasional

Mei 27, 2015
in Kampanye, news
Reading Time: 3 mins read
Penghentian BITs demi Kepentingan Nasional
2.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Lembaga swadaya masyarakat yang mengamati masalah liberalisasi perdagangan global mengapresiasi penghentian perjanjian perlindungan investasi bilateral (Bilateral Investment Treaties/BITs). Penghentian BITs adalah untuk mereview kembali BITs yang sudah ada selama ini dan untuk kembali menyusun ulang model perjanjian investasi internasional (BIT) yang baru dengan lebih menekankan pada kepentingan nasional.

“Tapi keadilan tidak akan mungkin datang dengan sendirinya tanpa ada intervensi dan keterlibatan masyarakat dalam prosesnya. Oleh karena itu perlu disusun agenda bersama seluruh gerakan rakyat untuk mengembalikan kedaulatan Negara ke tangan rakyat,” kata Rachmi Hertanti, peneliti dan monitoring manager Indonesia for Global Justice (IGJ) dalam Konferensi Pers bertajuk “Perjanjian Investasi Bilateral: Negara vs Korporasi” di Kantor IGJ; Jl. Tebet Barat XIII No.17, Jakarta, Senin (25/5).

“Yakni mengawasi kinerja investasi asing dan meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap skema Investor-state dispute settlement (ISDS). Mempersiapkan model alternatif kebijakan investasi nasional dan perjanjian investasi internasional yang memperkuat pengembangan kekuatan ekonomi rakyat,” sebut Rachmi.

“Selanjutnya membangun konsep pembangunan nasional yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat (investasi rakyat). Menghentikan segala perundingan perjanjian perdagangan bebas dan mengevaluasi perjanjian perdagangan bebas yang telah ditandatangani, khususnya mengenai bab perlindungan investasi,” kata dia menambahkan.

Menurut Rachmi, selama ini perjanjian investasi bilateral merupakan sebuah instrumen perjanjian internasional yang dibuat untuk melindungi investor asing di negara pengimpor investasi (The host state). Namun, dalam pelaksanaannya perjanjian ini telah memberikan dampak kerugian bagi The Host State.

“Salah satunya akibat penerapan mekanisme penyelesaian sengketa yang melekat pada perjanjian tersebut,” kata dia.

Menurut data IGJ, pada Maret 2014, pemerintah Indonesia telah menghentikan Perjanjian perlindungan investasi bilateral (Bilateral Investment Treaties/BITs) antara Indonesia dengan Belanda. Dan per Maret 2015, pemerintah Indonesia telah mengirimkan surat notifikasi penghentian BITs kepada 17 Negara.

“17 Negara itu yakni Bulgaria, Italia, Korea Selatan, Malaysia, Mesir, Slovakia, Spanyol, Tiongkok, Kyrgyzstan, Laos, Prancis, Cambodia, India, Norway, Romania, Turki, dan Vietnam,” sebut Rachmi.

Menurut Rachmi, BITs adalah perjanjian investasi yang ditandatangani oleh dua Negara dan mengikat hak dan kewajiban dalam menfasilitasi masuknya investasi di masing-masing Negara. “Perjanjian ini mengatur mengenai standar-standar perlindungan investasi yang harus dilakukan oleh Negara tuan rumah,” kata dia.

“Seperti perlakukan yang setara dan adil atau tidak diskriminasi dari segala jenis investasi baik asing maupun domestik. Full protection dan security yang memuat kewajiban Negara untuk memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita korporasi akibat perang, konflik bersenjata, revolusi, keadaan darurat Negara, kerusuhan, ataupun pemberontakan. Biasanya perlindungan ini dalam bentuk pemberian kompensasi atau pemulihan,” tutur dia.

Selain itu, lanjut Rachmi, perlindungan dari tindakan pengambil-alihan atau nasionalisasi dan mengharuskan pemberian kompensasi ganti rugi. Mekanisme penyelesaian sengketa, mensejajarkan antara level investor dengan Negara atau dikenal denganInvestor-state dispute settlement.

Sementara itu, dampak legalisasi negara atas penerapan perjanjian investasi yaitu, “Pertama, pengrusakan hutan lindung, kedua, perampasan lahan dan pemusnahan masyarakat adat. Ketiga pelanggaran HAM, dan keempat, kerugian anggaran negara.”

Menurut peneliti dan monitoring manager IGJ itu, dalam menjalankan bisnisnya, korporasi sering melakukan tindakan ataupun kejahatan yang merugikan bahkan mencederai hak masyarakat. “Seperti perampasan lahan, pengrusakan lingkungan, mengkriminalisasi petani dan nelayan, mengeksploitasi buruh tanpa upah yang layak, menggelapkan pajak, dan melanggar hak-hak asasi manusia.”

Perilaku korporasi yang melanggar hukum ini, menurut dia, dilakukan karena Negara melegalisasinya ke dalam Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) yang mengatur tentang perlindungan dan fasilitas serta kemudahan bagi investor.

“Misalnya saja kemudahan dalam segala bentuk perizinan usaha dan pajak, kepemilikan hak atas tanah, perlindungan dari tindakan nasionalisasi dan segala bentuk kerugian investor, pembentukan kawasan ekonomi khusus, dan pembukaan bidang usaha yang membolehkan kepemilikan asing hingga maksimum 95 persen khususnya di sektor pertambangan, perkebunan, dan pertanian,” kata Rachmi.

Indonesia for Global Justice (IGJ), salah satu lembaga yang fokus pada isu perdagangan dan investasi sejak 2002. IGJ telah melakukan analisa terkait dengan penghentian Perjanjian Investasi Bilateral Indonesia dengan 64 negara.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja

PDF 📄
Previous Post

Ada ‘Operasi Senyap’ Gita Dalam Penyusunan RUU Perdagangan

Next Post

Pemerintah Diminta Revisi 46 Perjanjian Bilateral

Related Posts

LAPORAN PENILAIAN KESETARAAN DAN AKSEPTABILITAS SISTEM PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL INDONESIA SERTA PLN TERHADAP SPS ADB
IGJ On Media

LAPORAN PENILAIAN KESETARAAN DAN AKSEPTABILITAS SISTEM PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL INDONESIA SERTA PLN TERHADAP SPS ADB

Februari 6, 2023
TERASI PANGAN: Hak-Hak Petani Dikebiri, Pemerintah Dukung UPOV 1991 yang Melindungi Korporasi dan Investasi
Gerak Lawan

TERASI PANGAN: Hak-Hak Petani Dikebiri, Pemerintah Dukung UPOV 1991 yang Melindungi Korporasi dan Investasi

Januari 24, 2023
Load More
Next Post
Pemerintah Diminta Revisi 46 Perjanjian Bilateral

Pemerintah Diminta Revisi 46 Perjanjian Bilateral

Please login to join discussion

covid-19 widget

Popular Post

  • Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

    Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

    2604 shares
    Share 1042 Tweet 651
  • Ahli Tekankan Pentingnya Persetujuan DPR dalam Perjanjian Internasional

    2590 shares
    Share 1036 Tweet 648
  • Penenggelaman Kapal Asing

    2236 shares
    Share 894 Tweet 559
  • DIPLOMASI VAKSIN COVID-19 INDONESIA: “Tantangan Akses Publik Atas Vaksin dan Layanan Kesehatan Berkeadilan”

    1192 shares
    Share 477 Tweet 298
  • Cerita Dari Pelosok Negeri: Aksi Kolektif Gerakan Sosial Indonesia Merespon Covid19

    1106 shares
    Share 442 Tweet 277
  • PERDAGANGAN & INVESTASI
  • BISNIS & HAM
  • DIGITAL EKONOMI
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • ARTICLE MONITORING
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
  • id Indonesia
  • en English

Indonesia For Global Justice© 2020

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used.