• id Indonesia
  • en English
Selasa, Februari 7, 2023
  • TENTANG KAMI
Indonesia for Global Justice
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
“A Global Justice Order through Social Movements”s
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
Home Artikel

Ratifikasi RCEP dan Indonesia-Korea CEPA Tidak Demokratis dan Langgar Hak-Hak Publik

Agustus 31, 2022
in Artikel
Reading Time: 5 mins read
Ratifikasi RCEP dan Indonesia-Korea CEPA Tidak Demokratis dan Langgar Hak-Hak Publik
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Respon Sidang Paripurna DPR RI

Jakarta, 31 Agustus 2022 – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi mengecam sidang paripurna DPR RI pada 30 Agustus 2022 yang mengesahkan dua perjanjian perdagangan bebas yakni, perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan Indonesia-Korea CEPA (IK-CEPA). Dua perjanjian yang disahkan itu, berpotensi memiliki dampak luas bagi kehidupan rakyat Indonesia. Namun, mirisnya dalam setiap proses pembahasan hingga ratifikasi perjanjian tersebut tidak demokratis dan melibatkan partisipasi publik secara luas. Tidak melibatkan partisipasi publik dalam proses perjanjian internasional ini telah melanggar UUD 1945 dan UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional j.o Putusan MK No. 13/PUU-XVI/2018 tentang Perjanjian Internasional.

Indonesia for Global Justice (IGJ) mengungkapkan bahwa “memang sejak awal proses pembahasan hingga ratifikasi perjanjian RCEP ini minus proses demokrasi dan partisipasi publik dalam pembahasannya. Bahkan, kami beberapa kali mengirimkan surat ke DPR RI untuk membahas perjanjian RCEP dan audiensi perjanjian internasional lainnya tidak mendapat respon positif. Ini cukup kami sayangkan, padahal nantinya perjanjian Internasional ini akan berdampak luas bagi rakyat dan adanya perubahan pada regulasi nasional. Jadi cukup besar dampaknya secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, seharusnya ada ruang bagi demokrasi yang partisipatif dalam setiap proses perjanjian internasional”, ungkap Rahmat Maulana Sidik, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ).

Kami juga mengingatkan kepada DPR RI agar tidak serta merta menerima usulan ratifikasi perjanjian internasional yang sudah disahkan oleh Pemerintah Indonesia. “Seharusnya, DPR RI itu jeli dan mengkaji secara baik isi dari perjanjian tersebut. Bahkan perlunya bagi DPR itu melakukan kajian dampak hak asasi manusia terhadap perjanjian internasional sebelum diratifikasi ke dalam hukum nasional. Kajian ini sangat penting agar setiap perjanjian internasional itu tidak melanggar hak asasi manusia beserta hak-hak dasar publik lainnya”, tambah Maulana.

Sejatinya, DPR RI dapat menolak perjanjian perdagangan internasional yang membahayakan kepentingan nasional, hal ini disebutkan dalam Pasal 84 Ayat (6) UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Untuk itu, DPR RI sebagai representasi rakyat harus bijak dan demokratis dalam setiap proses perjanjian perdagangan internasional, tidak hanya menjadi stempel saja atas perjanjian internasional tersebut.

Gunawan, Penasehat Senior Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) menegaskan bahwa “perjanjian internasional yang membawa dampak meluas bagi rakyat, seharusnya dimaknai bahwa persetujuan DPR itu, seharusnya dengan konsultasi publik untuk menjamin bahwa perjanjian internasional yang disahkan itu sesuai dengan prinsip perdamaian, kemerdekaan dan keadilan”, demikian jelas Gunawan.

Potensi Dampak RCEP Bagi Rakyat

Pada isu kesehatan dan akses pada obat-obat terjangkau, perjanjian RCEP ini akan semakin membuka ruang bagi perusahaan untuk mem-patenkan obat-obatan yang membuat harga obat semakin tidak terjangkau.

Perlindungan hak paten terhadap perusahaan farmasi, bukan hanya pada TRIPS atau aturan FTA lainnya, dapat berakibat pada praktek monopoli pada produksi dan harga obat sehingga ketersediaan obat generik akan tertunda dan menghalangi kompetisi harga karena terbatasnya produsen yang dapat memproduksi obat.

“RCEP dapat membahayakan kepentingan nasional, khususnya akses terhadap kesehatan dan obat-obatan, maka sebaiknya proses demokrasi dan partisipatif harusnya diterapkan sehingga masyarakat dan populasi yang terdampak mengetahui apa saja yang dibahas”, Ferry dari Indonesia AIDS Coalition (IAC).

Di sektor perburuhan, perjanjian RCEP adalah ancaman yang nyata karena buruh akan dihadapkan dalam pengaturan RCEP tentang Bab Pergerakan Orang.

Herman Abdulrahman, Ketua Umum FPBI menyampaikan bahwa Bab Pergerakan Orang dalam RCEP akan membuka trend Inter-Corporate Transfer (ICT) yang menggunakan pekerja asing berbakat untuk menunjang efisiensi penggunaan teknologi di Indonesia. Namun, pada akhirnya aturan ini akan berpotensi menghasilkan masalah ketenagakerjaan seperti; kegagalan alih teknologi, berkurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia akibat masuknya pekerja dari luar negeri untuk sektor yang diliberalisasi, potensi pekerja hanya berdasarkan sertifikasi, tidak akan mendukung terjadinya alih teknologi kepada pekerja Indonesia,” ungkap  Herman.

Bahkan dari total (wege employment) pekerja upahan yang kurang lebih 47 jutaan, kurang lebih 22 juta adalah pekerja informal tanpa kontrak tertulis, pekerja kontrak 15 juta orang, dan 10 juta adalah pekerja tetap. Proporsi itu saja diisi mayoritas pekerja informal, bahkan itu masih ada ada indikasi under estimasi jumlah pekerja formal di Indonesia. Menurut survei Sakernas/World Bank sekitar 40% dari pekerja upahan yang dikategorikan BPS sebagai ‘pekerja formal’ justru tidak memiliki kontrak kerja tertulis/pekerja informal. Bisa dibayangkan  kalau pekerja asing juga ikut masuk di tengah supply pekerja yang membludak dan tidak terserap– deindustrialisasi prematur–yang masih terjadi di Indonesia. Tentu, kerja sama untuk mendatangkan investasi itu baik, tapi kalau tutup mata, lalu yang penting buat kebijakannya dulu. Dan tidak melihat apakah usahanya punya growth-potential, atau melakukan joint-venture, local content policy, atau technology transfer, juga melihat apakah produktivitasnya tinggi atau rendah? Jelas itu bencana bagi buruh di Indonesia.

“Untuk bisa bersaing dalam perdagangan jasa tentu dari RCEP, Indonesia harus mencetak pekerja  yang memiliki tenaga ahli, ini karena tren investasi yang masuk selalu disertai dengan teknologi yang tidak dikuasai oleh tenaga kerja Indonesia. Sehingga perusahaan asing tersebut akan menggunakan tenaga kerjanya sendiri dalam mengoperasikan teknologinya. Kemampuan untuk bisa memaksimalkan RCEP membutuhkan kualitas SDM termasuk pendidikan”, Herman.

Kemudian, dampak negatif dari RCEP juga akan dirasakan oleh para petani di pedesaan. Afgan Fadilla, Kepala Badan Kampanye Hak Asasi Petani Serikat Petani Indonesia, menyatakan bahwa RCEP tentunya akan meningkatkan impor pangan yang masuk ke Indonesia. Selain itu, perjanjian ini berpotensi mereduksi penguasaan petani atas benih yang dipicu dari aturan kekayaan intelektual yang sejalan dengan WTO dan UPOV. Alhasil,  ketergantungan terhadap mekanisme pasar internasional dan korporasi semakin dalam.

“Petani di Indonesia didominasi oleh para petani gurem yang hanya memiliki luasan lahan tidak lebih dari 0,5 ha tanah. Kondisi ini akan diperparah apabila para petani dipaksa bersaing dengan pangan impor seperti gula, daging dan pangan olahan lainnya. Petani pembudidaya benih juga terancam termarginalisasi apabila diaplikasikannya hak paten benih yang dikuasai oleh korporasi.  Lebih jauh lagi, kita harus belajar dari persoalan kelapa sawit dan minyak goreng yang mana akibat ketergantungan kita terhadap pasar internasional dan korporasi, masyarakat sulit mengakses minyak goreng dan petani rakyat sulit mendapatkan harga yang layak,” tutup Afgan.


Kontak:
Rahmat Maulana Sidik – Direktur Eksekutif IGJ – rahmat.maulana@igj.or.id
Gunawan –
Penasehat Senior IHCS – bung.gunawan@gmail.com
Ferry Norilla –
Indonesia Aids Coalition (IAC) – fnorila@iac.or.id
Herman Abdulrohman –
Ketua Umum FPBI – changeuhgar@yahoo.com
Afgan Fadilla –
Kepala Badan Kampanye Hak Asasi Petani Serikat Petani Indonesia – afgankibo@spi.or.id.

PDF 📄
Previous Post

PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DIINDONESIA MENYIKAPI LIBERALISASI EKONOMI DIGITAL

Next Post

PENTINGNYA PERAN KOMNAS HAM DALAM MENGAWAL ISU BISNIS DAN HAM DI INDONESIA

Related Posts

LAPORAN PENILAIAN KESETARAAN DAN AKSEPTABILITAS SISTEM PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL INDONESIA SERTA PLN TERHADAP SPS ADB
IGJ On Media

LAPORAN PENILAIAN KESETARAAN DAN AKSEPTABILITAS SISTEM PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL INDONESIA SERTA PLN TERHADAP SPS ADB

Februari 6, 2023
TERASI PANGAN: Hak-Hak Petani Dikebiri, Pemerintah Dukung UPOV 1991 yang Melindungi Korporasi dan Investasi
Gerak Lawan

TERASI PANGAN: Hak-Hak Petani Dikebiri, Pemerintah Dukung UPOV 1991 yang Melindungi Korporasi dan Investasi

Januari 24, 2023
Load More
Next Post
PENTINGNYA PERAN KOMNAS HAM DALAM MENGAWAL ISU BISNIS DAN HAM DI INDONESIA

PENTINGNYA PERAN KOMNAS HAM DALAM MENGAWAL ISU BISNIS DAN HAM DI INDONESIA

covid-19 widget

Popular Post

  • Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

    Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

    2605 shares
    Share 1042 Tweet 651
  • Ahli Tekankan Pentingnya Persetujuan DPR dalam Perjanjian Internasional

    2590 shares
    Share 1036 Tweet 648
  • Penenggelaman Kapal Asing

    2236 shares
    Share 894 Tweet 559
  • DIPLOMASI VAKSIN COVID-19 INDONESIA: “Tantangan Akses Publik Atas Vaksin dan Layanan Kesehatan Berkeadilan”

    1192 shares
    Share 477 Tweet 298
  • Cerita Dari Pelosok Negeri: Aksi Kolektif Gerakan Sosial Indonesia Merespon Covid19

    1106 shares
    Share 442 Tweet 277
  • PERDAGANGAN & INVESTASI
  • BISNIS & HAM
  • DIGITAL EKONOMI
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • ARTICLE MONITORING
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
  • id Indonesia
  • en English

Indonesia For Global Justice© 2020

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used.