• id Indonesia
  • en English
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result

Pengesahan RUU Perdagangan Harus Ditunda

Februari 5, 2014
in Siaran Pers
Home Media Siaran Pers
942
SHARES
2.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta, 4 Februari 2014. Beberapa organisasi masyarakat sipil di Jakarta yakni Gerak Lawan dan IKAPPI, menilai RUU Perdagangan yang akan disahkan pada 7 Februari 2014 oleh DPR RI tidak akan mampu mengubah komitmen tinggi Indonesia dalam agenda liberalisasi perdagangan internasional. Hal ini karena RUU Perdagangan yang dibahas oleh DPR RI dan Kemendag tidak berani keluar dari ketentuan WTO dan Perjanjian FTA sehingga kepentingan nasional tidak benar-benar terlindungi.

Selama ini Perjanjian Perdagangan Internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah dan DPR RI, baik di level multilateral, regional, maupun bilateral telah menimbulkan dampak buruk terhadap perekonomian nasional, khususnya kehidupan petani, nelayan, buruh, dan UMKM. Termasuk Paket Bali, khususnya Trade Facilitation, yang baru saja disepakati dalam pertemuan WTO Desember 2013 yang lalu oleh Menteri Perdagangan Gita Wirjawan telah mendorong Indonesia menjadi pasar yang lebih terbuka lagi.

Pembukaan pasar secara besar-besaran melalui pintu impor telah menyebabkan neraca perdagangan Indonesia semakin terpuruk. Sejak 2011 hingga 2013, neraca perdagangan Indonesia selalu menunjukan angka defisit dimana pada 2013 defisit perdagangan Indonesia telah mencapai US$ -4,06 Miliar. Belum lagi prinsip non-diskriminasi yang harus ditegakkan dalam liberalisasi perdagangan, khususnya dalam penerapan aturan untuk investasi asing, telah mendorong pendominasian asing di sector-sektor ekonomi strategis Indonesia. Kepemilikan asing melalui Undang-undang Penanaman Modal yang diadopsi dari ketentuan WTO membolehkan  kepemilikan asing hingga 95% untuk di bidang pertanian, energy, konstruksi, pengusahaan air minum, retail, dsb.

Munculnya pasar retail modern juga telah memberikan dampak langsung terhadap keberlangsungan pasar-pasar tradisional yang menghidupi pelaku pedagang kecil. Ketidakmampuan pedagang kecil bersaing dengan pasar retail modern yang lebih murah pada akhirnya telah meminggirkan peran pasar tradisional.

RUU Perdagangan yang akan disahkan nanti hanya sekedar untuk memenuhi dan melaksanakan seluruh ketentuan yang ada di dalam komitmen perjanjian perdagangan internasional. Seperti ketentuan RUU Perdagangan yang mengatur tentang perlindungan dan pengamanan perdagangan baik melalui anti-dumping maupun safeguard merupakan mekanisme yang memang telah diatur di dalam WTO. Bahkan Indonesia sangat minim menggunakannya dibandingkan Negara lain, dan hanya terhitung 8 kasus gugatan yang di bawa Indonesia ke badan penyelesaian sengketa WTO. Juga terkait dengan aturan standarisasi yang memang WTO ataupun perjanjian FTA lainnya mewajibkan dibuat standarisasi produk. Ketentuan pembatasan dan pelarangan impor ataupun ekspor serta perlindungan konsumen dari produk-produk yang membahayakan kesehatan, juga merupakan bagian yang memang diatur di dalam WTO sebagai ketentuan pengecualian dan dibolehkan di dalam WTO.

DPR RI sangat salah jika mengira RUU Perdagangan akan bisa melindungi kepentingan nasional dari praktik liberalisasi perdagangan yang merugikan Indonesia. Untuk itu, akan sangat gegabah jika DPR RI tetap memaksakan pengesahan terhadap RUU Perdagangan ini.

Selain itu proses pembahasan yang terkesan terburu-buru, tidak mempertimbangkan masukan dari masyarakat yang telah memberikan peringatan keras kepada DPR RI untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Perdagangan sebelum adanya perubahan komitmen Pemerintah Indonesia terhadap Kebijakan Perdagangan Internasional Indonesia yang saat ini sangat pro pasar. Oleh sebab itu, kami masyarakat sipil Indonesia mendesak:

1.       DPR RI dan Pemerintah, khususnya Menteri Perdagangan, untuk menunda pengesahan RUU Perdagangan pada 7 Februari 2013.

2.       DPR RI dan Pemerintah untuk mentransparansikan isi dari RUU Perdagangan dan membuka kembali forum aspirasi masyarakat guna memberikan pertimbangan terhadap RUU Perdagangan yang dibahas.

3.       Pemerintah dan DPR RI untuk segera merubah komitmen kebijakan perdagangan internasional Indonesia yang telah merugikan perekonomian bangsa, sehingga berpihak kepada kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

****

Kontak

1.     Salamudin Daeng (Peneliti Senior Indonesia for Global Justice): 081805264989

2.     Henry Saragih (Ketua Umum Serikat Petani Indonesia): 0811655668

3.     Gunawan (Ketua Umum Indonesia Human Right Committee for Social Justice): 081584745469

4.     Abdul Mansuri (Ketua Umum IKAPPI): 081222392610

5.     Abdul Halim (Koordinator KIARA): 081553100259

 

 

Tags: Perjanjian Perdagangan & Investasi
Previous Post

Point Analisis Kritis RUU Perdagangan

Next Post

IGJ: UU Perdagangan Masih Semangat Kolonial

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Indonesia for Global Justice

Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu,
Jakarta Selatan - Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540
Telepon: (021) 7941655

© 2023  - Indonesia for Global Justice


Berlangganan Sekarang!

Ikuti berita terbaru dari Indonesia for global justice, berlangganan sekarang!

Terimakasih telah berlangganan di Indonesia for global justice


  • id Indonesia
  • en English
No Result
View All Result

Indonesia for Global Justice
Jl.Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu Jakarta Selatan - 12540
Telepon: (021) 7941655

  • Indonesia