Masalah Fiskal 2015
Analisis dan Jalan Keluar
a. Pendapatan pemerintah
- Pendapatan negara meningkat dari Rp 1.635.378,5 miliar (tahun 2014) menjadi Rp. 1.762.296,0 miliar pada RAPBN 2015 atau mengalami peningkatan.
- Demikian juga dengan penerimaan pembiayaan pemerintah juga mengalami peningkatan dari Rp 241.494,3 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp 257.572,3 miliar pada tahun 2015 atau mengalami peningkatan.
- Namun belanja pemerintah pusat juga mengalami peningkatan sebesar 1.280.368,6 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp. 1.379.875,3 miliar pada tahun 2015.
- Belanja pemerintah pusat sebagian besar merupakan belanja non kementrian atau lembaga yang meningkat dari Rp 678.076,6 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp 779.293,6 miliar pada tahun 2015. Belanja Non K/L sebesar Rp779.293,6 miliar (56,5 persen) dialokasikan sebagian besar untuk pendanaan program pengelolaan subsidi dan program pengelolaan utang negara.
- Demikian pula dengan transfer ke daerah dan Desa juga mengalami peningkatan dari Rp 596.504,2 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp. 639.993,0 miliar pada tahun 2015.
- Deficit APBN ditetapkan mengalami peningkatan dari Rp (241.494,3) miliar pada tahun 2014 menjadi Rp. (257.572,3) miliar pada tahun 2015
b. Pengelolaan Subsidi dan Utang Pemerintah
- Dalam RAPBN 2015 pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp (66.532,8) miliar. Sementara pembayaran bunga utang sebesar Rp 154.039,4. miliar (nilai tukar yang dipatok dalam APBN 2015 adalah sebesar Rp. 11.900,0/USD.
- Dalam RAPBN tahun 2015 direncanakan subsidi mencapai Rp433.512,2 miliar. Jumlah tersebut meningkat Rp30.476,6 miliar bila dibandingkan dengan pagu program pengelolaan subsidi yang ditetapkan dalam APBNP 2014 sebesar Rp403.035,6 miliar. Sebagian besar dari anggaran program pengelolaan subsidi dalam RAPBN tahun 2015 tersebut direncanakan akan disalurkan untuk subsidi energi sebesar Rp363.534,5 miliar, yaitu subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV sebesar Rp291.111,8 miliar, dan subsidi listrik sebesar Rp72.422,7 miliar. Sementara itu, untuk subsidi nonenergi Rp69.977,7 miliar, yang meliputi: (1) subsidi pangan sebesar Rp18.939,9 miliar; (2) subsidi pupuk sebesar Rp35.703,1 miliar; (3) subsidi benih sebesar Rp939,4 miliar; (4) subsidi PSO sebesar Rp3.261,3 miliar; (5) subsidi bunga kredit program sebesar Rp2.484,0 miliar; dan (6) subsidi pajak sebesar Rp8.650,0 miliar.
- Besaran subsidi energi dalam RAPBN tahun 2015 sangat tergantung pada parameter, sebagai berikut: (1) ICP sebesar USD105,0 per barel; (2) nilai tukar rupiah sebesar Rp11.900,0/USD;(3) alpha BBM rata-rata sebesar Rp766,4/liter; dan (4) volume konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan mencapai 48,0 juta kiloliter (kl) dan konsumsi LPG tabung 3 kilogram sebesar 5,766 metrik ton.
c. Analisis
- Pendapatan pajak perdagangan internasional terdiri atas bea masuk dan bea keluar. Pada RAPBN tahun 2015, target pendapatan pajak perdagangan internasional adalah sebesar Rp51.503,8 miliar atau turun 8,5 persen dari target dalam APBNP 2014. Mestinya pajak perdagangan internasional lebih ditingkatkan sering meningkatnya volume perdagangan Indonesia menjelang MEA.
- Bea keluar ditetapkan menurun Rp 20,6 trilun pada tahun 2014, menjadi Rp 14,3 pada tahun 2015. Bea keluar semestinya lebih ditingkatkan sebagai konsesuensi pelaksanaan UU minerba.
- Dalam RAPBN tahun 2015, Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi pajak DTP untuk PPh dan fasilitas bea masuk yang direncanakan sebesar Rp8.650,0 miliar. Jumlah tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan pagunya yang ditetapkan dalam APBNP 2014 yang mencapai Rp6.513,8 miliar. Subsidi pajak tidak diperlukan dan lebih diarahkan untuk pembiayaan pembangunan infrastuktur sebagai bentuk insentif yang lain.
- Pendapatan PPh migas dalam RAPBN 2015 ditargetkan mencapai Rp82.912,8 miliar atau turun 1,2 persen dari target dalam APBNP 2014. Penurunan target tersebut dikarenakan terjadinya peningkatan cost recovery dari US$15,0 miliar dalam APBNP 2014 menjadi US$16,5 miliar pada RAPBN 2015. Sementara itu, pendapatan PPh nonmigas dalam RAPBN tahun 2015 ditargetkan mencapai Rp553,119,0 miliar, atau meningkat 13,8 persen dibandingkan dengan target dalam APBNP 2014. Dana cost recoveri mestinya berkurang sering dengan berkurangnya lifting migas.
- Pada tahun 2015 di mana potensi PPh Orang Pribadi berada di kisaran Rp175 triliun, sebuah peningkatan yang sangat significant. Pada tahun 2010 berada di kisaran Rp79 triliun. (http://www.fiskal.depkeu.go.id). Mestinya pajak orang pribadi diturunkan, namun harus meningkatkan jumlah pembayar pajaknya.
- Total potensi PPN pada tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp323,8 triliun dan akan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2015 menjadi Rp607,2 triliun. Perhitungan dampak kenaikan (penurunan) potensi akibat kenaikan tarif PPN menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN sebesar 1 persen akan mengaibatkan penerimaan PPN meningkat sebesar 10 persen. Besaran kenaikan potensi PPN tersebut sama untuk semua sektor usaha, yaitu sebesar 10 persen. Dengan demikian, jika tarif PPN dinaikkan sebesar 1 persen pada tahun 2015, maka penerimaan PPN berpotensi akan bertambah sebesar Rp60,7 triliun dimana kenaikan pajak tersebut ditanggung secara proporsional oleh setiap sektor. (idem). PPN semestinya dapat ditingkatkan sering dengan kemajuan dalam investasi dan perdagangan Indonesia. Meninkatnya keuantungan perbankkan dan sector keuangan lainnya.
d. Jalan Keluar
16. Renegosiasi utang luar negeri, tidak membayar bunga dan cicilan utang pokok dalam 5-10 tahun ke depan, melakukan evalusasi ulang proyek utang dan menghentikan proyek utang luar negeri yang tidak perlu.
17. Menekan pengeluaran cost recovery migas dalam rangka meningkatkan pendapatan Negara, dan mendorong peningkatan produksi migas.
18. Meningkatkan penerimaan pajak dari kegiatan ekplotasi kekayaan alam migas, mineral dan batubara.
19. Memberlakukan pajak lingkungan terhadap eksploitasi kekayaan alam yang berhubungan langsung dengan kawasan hutan, dan kawasan produktif lainnya
20. Menjalankan kebijakan pajak progresif yang diikuti dengan pemberantasan mafia pajak.
21. Mengamankan semua asset pemerintah terkait dengan BLBI dan program rekapitalisasi dan restrukturisasi akibat krisis 98.
22. Rasionalisasi anggaran rutin terutama anggaran perjalanan dinas, program pemerintahan dalam rangka mengehntikan kebocoran
23. Memaksimalkan pengembalian anggaran Negara yang tidak terserap baik dalam kementrian maupun dari pemerintah daerah.
24. Meningkatkan bantuan langsung kepada rakyat, insetif, subsidi, asuransi pertanian yang dibayarkan oleh Negara, dalam rangka memajukan kegiatan produktif.
e. Kesimpulan
25. Pemerintahan Jokowi – JK tidak perlu terlalu terburu buru membuat kesimpulan mencabut sibsidi BBM dan menaikkan harga BBM sebelum secara benar melakukan upaya mengoptimalkan penerimaan dan efesiensi pengeluaran rutin.
26. Pemerintah Jokowi untuk mengambil sikap kerakyatan dengan mengenakan pajak progresif terhadap kegiatan ekploitasi sumber daya alam, industry ekstrraktif, memaksimalkan pungutan bea keluar terhadap raw material, mendorong industrialisasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan penerimaan pajak negara.
27. Pemerintah Jokowi JK dapat secara sungguh sungguh membenahi mafia migas dalam rangka menekan cost recovery, memaksimalkan penerimaan Negara dari bagi hasil minyak dan gas, meningkatkan penerimaan pajak dari sector migas.
28. Pemerintah Jokowi – JK dapat secara serius memberntas mafia pajak dalam rangka mengatasi kebocoran dalam penerimaan Negara. Pemerintah Jokowi – JK dapat secar sungguh-sungguh memberntas mafia anggaran dalam rangka mengehentikan kebocoran dalam pengeluaran.
29. Pemerintah Jokowi – JK dapat secara maksimal menjalankan agenda revolusi mental dengan sasaran utama merubah mindset elite politik Indonesia agar mengutamakan kepentingan nasional dalam berbagai pergaulan internasional demi mengatasi kebocoran dalam ekonomi Negara.
Demikian
Jakarta 29 Agustus 2014
Indonesia for Global Justice (IGJ)