Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan sebagian permohonan pemohon terkait JR UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani pada 5 Nopember 2014.
Beberapa pasal yang dikabulkan adalah:
Pasal 59 yang memuat ketentuan yang mewajibkan negara memberikan kemudahan bagi petani untuk mendapat tanah pertanian dalam bentuk hak sewa, izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan.
Dengan adanya putusan tersebut, frasa ‘hak sewa’ tidak lagi memiliki kekuatan hukum. Frasa ‘hak sewa’ dalam pasal dimaksud bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam putusan ini, MK memandang sewa menyewa tanah negara yang dilakukan oleh negara kepada petani merupakan praktik berdasarkan politik hukum peninggalan Hindia Belanda. bila tidak dicabut praktik ini justru menghidupkan kolonialisme baru.Padahal ini sudah lama ditinggalkan sejak terbitnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Menurut MK hal demikian bertentangan dengan prinsip pemberdayaan petani yang dianut dalam UUPA yang melarang sewa menyewa tanah antara negara dengan warga negara.
Selain itu, UU Perlintan juga mewajibkan negara memberikan tanah negara bebas dan tanah objek Land Reform (LR) lainnya seluas dua hektar kepada petani untuk menjadi produktif. Hal itu harus dilakukan secara tepat, kepada subyek Land Reform dengan syarat-syarat tertentu.
Pasal 70 ayat 1 mengenai kelembagaan petani dgn putusan MK tidak hanya kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan) saja yang diakui oleh negara, namun juga organisasi yg dibentuk dan didirikan oleh petani juga diakui.
Pasal 71 tentang kewajiban petani ikut kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan) tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, petani boleh menjadi anggota organisasi tani yang dibentuk dan didirikan oleh petani sendiri.
Download Putusan Sidang di Bawah ini : [wpdm_file id=23]