Jakarta, 20 Juni 2016. Indonesia for Global Justice (IGJ) dan Indonesia AIDS Coalition (IAC) yang tergabung dalam Koalisi Obat Murah, memberikan masukan kepada tim perumus draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Paten di Gedung DPR RI pada 16/06. Dialog ini merupakan rangkaian proses advokasi Koalisi Obat Murah dalam mengawal pembahasan RUU Paten yang akan segera disahkan pada akhir Masa Sidang ke V DPR RI pada bulan July 2016.
Pengawalan terhadap RUU Paten menjadi sangat penting mengingat perubahan terhadap Undang-undang paten ini akan sangat menentukan kebijakan Pemerintah atas akses luas terhadap obat-obatan yang murah. Selain itu, proses ini juga hendak memastikan pembatasan monopoli perusahaan farmasi terhadap obat-obatan yang penting bagi masyarakat. Apalagi Pemerintah Indonesia berniat untuk bergabung ke dalam Perjanjian Trans-Pacific Partnership (TPP) yang hendak memberikan perlindungan tinggi bagi perusahaan farmasi asing dalam pemberian paten obat.
Catatan Penting
Ada beberapa catatan kritis dan masukan Koalisi Obat Murah atas RUU PATEN yang dibahas yakni terkait dengan criteria paten, lisensi wajib dan penggunaan paten oleh Pemerintah, impor parallel, Bolar Provision (pengecualian bolar). Selain itu, KOM juga keberatan akan pendaftaran paten dan gugatan pembatalan paten serta penegakan hukum pidana paten.
Terkait dengan kriteria paten, KOM memandang munculnya inisiatif pemerintah untuk lebih memperjelas aturan dalam kriteria pemberian paten dalam draf RUU merupakan langkah yang patut diapresiasi. Namun KOM meminta agar klausul mengenai khasiat (efikasi) bisa lebih diperjelas dengan merujuk pada medical eficcacy agar obat-obatan yang baru didaftarkan patennya memang membawa mamfaat terhadap kesembuhan pasien. Karena penambahan kejelasan mengenai kriteria paten ini akan membatasi praktek evergreening dari perusahaan farmasi pemegang paten yang ingin memperpanjang durasi masa patennya dengan cara-cara yang tidak sehat.
Sementara mengenai lisensi wajib dan penggunaan paten oleh pemerintah. KOM memandang meskipun dalam RUU Paten sudah mengakomodir klasul “untuk kepentingann nasional yang mendesak” sebagai salah satu alasan bagi dikeluarkannya lisensi wajib dan penggunaan paten oleh pemerintah, namun sayangnya dalam penjelasannya masih terbatas definisi kepentingan nasional yang mendesak ini hanya bagi penyakit yang sifatnya endemi atau pandemik. Sehingga menutup akses pasien penyakit non-coomunicable lainnya seperti Stroke, Jantung, Diabetes, Kanker dan lainnya. Tidak adanya akses ke obat-obatan generik serta alat kesehatan yang murah menjadi salah satu penyebab pasien-pasien penyakit menular ini menghadapi kematian. Oleh karena itu, lisensi wajib harus diperluas pada kebutuhan obat esensial yang lebih luas serta membuka akses produksi lokal dan transfer teknologi dan kebutuhan kesehatan masyarakat lainnya.
Selanjutnya terkait dengan import parallel ini yang terdapat dalam draf RUU Paten, KOM memandang masih terdapat kelemahan mekanisme import legal yang sengaja diciptakan oleh pemerintah. Misalnya terkait dengan klausul tambahan dimana import hanya dibatasi oleh kata “farmasi”, sehingga hal ini hanya diperbolehkan dalam kerangka farmasi, dan akan menutup akses parallel importasi produk non farmasi. Oleh karena itu KOM meminta agar importasi legal dibakukan secara lebih memadai dalam RUU Paten dengan memasukannya ke dalam pasal khusus. Selain itu, diperlukan ketentuan khusus untuk menjelaskan cakupan importasi legal dalam RUU Paten, sehingga masyarakat mendapat manfaat atas mekasnime tersebut.
Mengenai Bolar Provision (pengecualian bolar), KOM memandang terdapatnya perbedaan masa bolar Provision untuk proses perijinan dari semula 2 tahun sebelum masa paten berakhir (UU No 14 Tahun 2001) menjadi 3 tahun dalam draf RUU Paten tidak didasari oleh argumentasi yang jelas berdasarkan bukti. Karena untuk melakukan proses pendaftaran ini bervariasi dan bahkan memerlukan waktu yang sangat panjang. Sehingga terkait dengan ini, KOM merekomendasikan untuk menghapuskan ketentuan jangka waktu serta menggantinya dengan menerapkan Bolar Provision sejak awal paten diberikan untuk kepentingan masyarakat.
Terkait keberatan akan pendaftaran paten dan gugatan pembatalan paten, KOM berpendapat bahwa pihak yang berhak mengajukan keberatan akan pendaftaran paten haruslah “setiap orang”. Sementara untuk gugatan pembatalan paten, KOM meminta agar mekanisme ini dipermudah dan tidak di Pengadilan Niaga karena akan membatasi akses bagi publik untuk meminta pembatalan bilamana pemberian paten ini bertentangan dengan kepentingan publik.
Terakhir mengenai sanksi pidana paten. KOM meminta pemerintah mencabut klausul yang berhubungan sanksi pidana yang terdapat dalam draf RUU Paten. Bahkan pemberian sanksi administratif pun menurutnya harus dipertimbangkan dengan jelas bobot pelanggarannya dengan keselamatan ketahanan kesehatan bangsa Indonesia. karena dalam TRIPs pasal 61 tidak mengharuskan adanya sanksi pidana untuk pelanggaran atas hak paten.
Koalisi Obat Murah adalah sebuah Koalisi dari lembaga swadaya masyarakat dan individu-individu yang sama memperjuangkan adanya akses untuk obat murah bagi setiap rakyat Indonesia sebagai bagian dari hak asasi manusia. Anggota KOM saat ini diantaranya: IAC, rumah Cemara, ICJR, PKNI, Karisma, Stigma, PKBI, Indonesia for Global Justice (IGJ), TWN, MSF, JAFI.****
Penyusun:
Suliadi
Staf monitoring internal
Indonesia for Global Justice (IGJ)
zulieynew@gmail.com
Sekretariat IGJ:
Telp: 021-7941655 / Fax : +62 21 7941649
Email: igj@igj.or.id
Website: www.igj.or.id
Twitter : @IGJ2012
Facebook: Indonesia For Global Justice