JAKARTA (HN) -Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti mengatakan, rencana Indonesia masuk perjanjian internasional Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) cukup mengkhawatirkan petani. Butir perjanjian mengenai benih pada RCEP akan memicu banyak petani dikriminalisasi.
Perjanjian RCEP akan memaksa Indonesia meratifikasi International Union for the Protection of New Verieties of Plant (UPOV) pada 1991. Petani yang saat ini mulai membudidayakan benih akan terancam dan rentan dikiriminalisasi.
“Sudah banyak petani Indonesia yang mengalami kriminalisasi akibat pengaturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Mereka dituduh menjlipak benih dari perusahaan karena benih mereka mirip. Padahal mereka budidaya sendiri secara tradisional,” ujar Rachmi di Jakarta, Minggu (16/10).
Menurut dia, pemerintah perlu menyusun strategi yang tepat untuk masuk dalam RCEP. Jangan sampai petani Indonesia di masa mendatang tidak melakukan pembibitan benih secara tradisional. Keadaan tersebut akan mematikan potensi petani dalam membudidayakan benih.
“Kami sudah berhasil yudicial review Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pembudidayaan benih dan pemakaiannya dalam kelompok tani. Tapi jika RCEP masuk dengan UPOV, semua tidak akan berlaku lagi,” kata dia.
Rachmi menilai, pemerintah harus berhati-hati dan melindungi petani. Belakangan sudah ada kasus mengenai persengketaan benih antara petani dan industri benih. Permasalahan tersebut menyebabkan 11 petani asal Jawa Timur dikriminaslisasi dan dilarang memuliakan benih. “Padahal benih yang dibudidayakan hanya mirip, tapi dituduh melanggar HaKI oleh industri benih,” ujar Rachmi.
http://www.harnas.co/2016/10/17/petani-rawan-dikriminalisasi/