Bantuan Pembangunan Resmi Global atau Official Development Agenda (ODA) melonjak 22% hingga mencapai rekor $287 miliar pada tahun 2022. Meskipun terjadi peningkatan secara keseluruhan, bantuan yang secara khusus ditujukan untuk wilayah berkembang menurun sebesar 2%, atau $4 miliar.
Selain itu, walaupun nilai bantuan mencapai rekor tertinggi tetapi masih jauh dari target bantuan SDG 17, dimana ODA hanya mencapai $143 miliar atau masih di bawah target bantuan SDG 17 yaitu sebesar 0,7% dari pendapatan nasional bruto negara-negara donor.
Sifat bantuan juga mengalami perubahan signifikan dimana bentuk bantuan beralih ke pinjaman lunak alih-alih hibah – sebuah tren yang dapat menambah beban fiskal bagi negara-negara berkembang yang masih bergulat dengan dampak ekonomi dari pandemi COVID-19. Naiknya proporsi nilai pinjaman lunak pada ODA sejalan dengan isu tekanan utang negara-negara saat ini.
Pada tahun 2022, pinjaman ODA naik sebesar 11% menjadi $61 miliar, sementara hibah turun sebesar 8% menjadi $109 miliar. Perubahan tersebut dirinci dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang baru, “Bantuan di Bawah Tekanan,” yang menyoroti sifat bermasalah dari peningkatan bantuan berbasis pinjaman di tengah meningkatnya suku bunga internasional dan meningkatnya tekanan utang.
Saat ini, lebih dari 40% populasi dunia, sekitar 3,3 miliar orang, tinggal di negara-negara yang pemerintahnya menghabiskan lebih banyak uang untuk pembayaran bunga utang daripada untuk kesehatan atau pendidikan.
“Hal ini dapat memperburuk keberlanjutan utang, terutama bagi negara-negara yang berisiko tinggi atau mengalami kesulitan utang,” catatan pada laporan UNCTAD.
Hall ini juga dapat merugikan aspirasi pembangunan beberapa negara. Dimana, ODA merupakan salah satu sumber pembiayaan eksternal yang paling stabil dan dapat diprediksi bagi negara-negara berkembang, terutama di masa krisis. Bersamaan dengan remitansi dan investasi asing langsung/FDI, ODA merupakan sumber utama pembiayaan eksternal. Meskipun ODA merupakan yang terkecil dari ketiga sumber ini untuk negara-negara berkembang secara keseluruhan, namun bagi negara-negara rentan, ODA sering kali menjadi sumber utama pembiayaan eksternal.
Porsi hibah dalam total ODA mencapai titik terendah dalam dua dekade
Porsi hibah dalam total ODA turun menjadi 63% pada tahun 2022, menandai persentase terkecil dalam dua dekade – kecuali pada tahun pertama pandemi COVID-19, yang mengalami penurunan menjadi 62%. Selama periode 2012-2021, porsinya mencapai rata-rata 68%.
Secara historis, tahun puncak ODA berbasis hibah adalah pada tahun 2006, dimana hal ini didukung oleh program keringanan utang yang signifikan seperti inisiatif Negara-negara Miskin yang Paling Berutang dan Inisiatif Keringanan Utang Multilateral.
Pergeseran ke arah bantuan berbasis pinjaman terlihat di semua wilayah negara berkembang
Namun saat ini transisi dari hibah ke pinjaman terlihat jelas di semua wilayah berkembang. Selama dekade terakhir, porsi pinjaman dalam total ODA meningkat lebih dari dua kali lipat di Amerika Latin dan Karibia menjadi 49%. Pergeseran ini juga signifikan di Asia, Oseania, dan Afrika, di mana pinjaman meningkat masing-masing menjadi 40% dan 29%.
Pada tahun 2022, hibah mengalami penurunan paling tajam di Asia dan Oseania, turun sebesar 12%, dengan Amerika Latin, Karibia, dan Afrika mengalami penurunan masing-masing sebesar 8% dan 6%. Sementara itu, peningkatan pinjaman paling menonjol di Amerika Latin dan Karibia, yang mengalami lonjakan sebesar 49%, diikuti oleh Asia, Oseania, dan Afrika dengan kenaikan masing-masing sebesar 12% dan 1%.
Sumber:
UNCTAD News. “Debt concerns grow as development aid shifts from grants to loans”. Diakses pada 1 Juli 2024 dari https://unctad.org/news/debt-concerns-grow-development-aid-shifts-grants-loans
UNCTAD, “Aid under Pressure: 3 accelerating shifts in official development assistance”. UNCTAD Report 2024. Diakses pada 1 Juli 2024 dari https://unctad.org/publication/aid-under-pressure-3-accelerating-shifts-official-development-assistance
Penulis:
Komang Audina Permana Putri
Program Officer Isu Keuangan Berkelanjutan dan Utang,
Indonesia for Global Justice