Jakarta, 4 Juli 2013. Puluhan massa yang tergabung dalam GERAK LAWAN melakukan aksi protes di depan Kementerian Perdagangan RI (4/7). Aksi dimaksudkan untuk menolak keputusan Menteri Perdagangan Gita Wiryawan melalui Permendag No. 16 Tahun 2013 yang memudahkan aliran impor barang masuk melalui pengaturan perijinan impor satu pintu. Keputusan ini juga dinilai sebagai promosi Indonesia untuk menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Menteri ke-9 WTO di Bali Desember mendatang.
M. Riza Damanik, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) mengatakan “Kami menilai prestasi WTO terus memburuk, ditandai dengan menurunnya kualitas perdagangan nasional kita. Serta, rentannya kebijakan Indonesia dari kriminalisasi negara-negara industri melalui instrumen WTO.”
Sebelumnya, pada Januari 2013 Pemerintah Amerika Serikat menggugat Pemerintah Indonesia ke Mekanisme Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Mechanism) WTO karena mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian No.60/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang dianggap terlalu protektif dari masuknya produk holtikultura. Padahal, aturan pembatasan hortikultura ini dikeluarkan setelah Indonesia diserbu berbagai komoditas pertanian murah terutama produk hortikultura seperti bawang putih dan kentang dari Amerika, Australia, Kanada, serta Cina terkait implementasi penuh Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang menghantam keras petani kecil dan keamanan pangan (food safety) rakyat Indonesia.
Bukti lainnya, pemerintah Indonesia menerima tuduhan pemberian subsidi udang dari Koalisi Industri Udang Amerika Serikat tertanggal 28 Desember 2012 yang menuduh Pemerintah Indonesia memberikan sejumlah paket subsidi kepada pelaku usaha budidya udang di Indonesia, termasuk pembudidaya skala kecil.
M. Ikhwan dari Serikat Petani Indonesia (SPI) menyebutkan bahwa membanjirnya produk hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan di pasaran telah membuat petani kecil tidak mampu bersaing dengan produk impor yang ada di pasaran.
Rina Marlina dari Solidaritas Perempuan (SP) menekankan bahwa kebijakan yang ada dalam WTO telah berdampak kepada mahalnya kebutuhan pokok rumah tangga, apalagi di saat menjelang masuknya bulan puasa seperti sekarang ini.
Aksi juga diikuti dengan pembentangan spanduk bertuliskan: “Marhaban Ya Ramadhan, Marhaban Ya Impor Pangan, Sembako Mahal karena Ulah WTO” (Lihat foto terlampir)
Riza mendesak Presiden SBY untuk melakukan koreksi terhadap berbagai kebijakan liberalisasi perdagangan dan menutup rapat kran impor produk pangan, termasuk holtikultura, daging dan perikanan.
Riza juga mendesak Menteri Perdagangan Gita Wiryawan untuk memastikan stabilisasi harga pangan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.
Informasi lebih lanjut, Silahkan menghubungi:
M. Riza Damanik, Direktur Eksekutif IGJ/ 0818773515
Indonesia for Global Justice : Jl. Tebet Barat XIII No.17 Jakarta Selatan.
Ph/Fax: 021-8297340.