Jakarta, 23 Agustus 2013. Indonesia for Global Justice (IGJ) mendesak pemerintah dan DPR untuk tidak berspekulasi dalam menyikapi pelemahan nilai rupiah dengan kaitan masih tingginya ketergantungan Indonesia pada produk pangan impor.
“Pelemahan rupiah akan memperparah persoalan pangan bagi rakyat Indonesia. Hal ini dikarenakan ketergantungan pangan Indonesia terhadap produk impor masih tinggi yang didorong oleh liberalisasi perdagangan WTO di sektor pertanian. Terhitung hingga per april 2013 impor pangan telah mencapai 2,23 Miliar US$, tegas Riza Damanik, Direktur Eksekutif IGj.
Terhitung pada 20-22 Agustus 2013 nilai tukar rupiah mengalami penurunan terhadap mata uang dollar AS hingga mencapai Rp.11.008,-/dollar AS.
“Kasus kelangkaan dan naiknya harga beberapa komoditas pangan di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir ini diperkirakan akan menjadi tragedi yang berkepanjangan. Pelemahan rupiah terhadap dollar AS akan mendorong tingginya biaya impor dan berdampak pada naiknya harga pangan impor”, jelas Riza.
Riza menambahkan bahwa nilai defisit perdagangan di sektor pertanian sudah sangat tinggi. “saat ini, defisit perdagangan di sektor pertanian (pangan, hortikultura, dan peternakan) pada kuartal III 2012 sudah menembus hingga US$ -6,541 Miliar, setara dengan -11,415 Juta Ton, yang masing-masing defisit di pangan sebesar -9,395 Juta ton, hortikultura sebesar -1,319 Juta Ton, dan peternakan sebesar 699,9 ribu ton”, tegas Riza.
Untuk itu IGJ mendesak pemerintah agar meninggalkan impor sebagai solusi untuk menjawab persoalan pangan nasional dan menghentikan liberalisasi pertanian yang didorong oleh WTO secepatnya. Kedaulatan pangan harus segera direalisasikan melalui prioritas anggaran negara yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas pangan nasional, khususnya kepada petani dan nelayan.***
Informasi lebih lanjut,
Silahkan menghubungi:
M. Riza Damanik, Direktur Eksekutif IGJ/ 0818-773515
Indonesia for Global Justice: Jl. Tebet Barat XIII No.17 Jakarta
Selatan. Ph/Fax: 021-8297340.