KONFERENSI TINGKAT MENTERI WTO
RI Harus Perjuangkan Proposal G33
JAKARTA-Pemerintah Indonesia harus memperjuangkan proposal G33 dalam Konferesi Tingkat Menteri World Trade Organization atau WTO yang akan diselenggarakan di Nairobi,Kenya karena bisa memberikan akses yang lebih besar bagi kedaulatan pangan.
Jika dalam konferensi itu proposal G33 tidak diterima secara konsekuen,maka keberadan organisasi WTO harus diakhiri karena tidak memberikan faedah bagi mayoritas negara anggota.
Isi proposal G33 yang berkaitan dengan sektor pertanian menyangkut tiga hal yakni export competition,yaitu produk ekspor pertanian di bebaskan dari kandungan subsidi ekspor,kemudian tariff rate quota atau jenis fasilitas perdagangan yang digunakan untuk melindungi produk komoditi domestik atas produk impor.
Sementara poin ketiga yakni stocholding for food security yakni pembelian stok pangan oleh pemerintah untuk ketahanan pangan yang dilakukan secara transparan dan sejalan dengan tujuan atau pedoman secara terbuka.
Pada poin ke tiga ini,G33 meminta amandemen ketentuan mengenai peningkatan pemberian subsidi kepada petani oleh negara yakni dari 10% menjadi 15% dan penetapan harga komoditas pertanian yang disesuaikan dengan kondisi terkini.Sebelumnya penetapan harga komoditas pertanian dilakukan berdasarkan penghitungan pada 1986-1988.
Priska Sabrina Luvita,peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) mengungkapkan ada tiga hal yang akan di bahas dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-10 di Nairobi Kenya, Desember 2015 yakni penyelesaian proposal stockholding,pengadopsian perjanjian trade facilitation ke dalam WTO Annex Marekesh 1 dan terakhir,post Bali work programe yang akan menjadi puncak kesepakatan Doha yang mengalami kebuntuan sejak 2001.
“Dalam KTM kali ini tarik menarik kepentingan antara perjanjian trade facilition dan proposal G33.Kekecewan negara berkembang terhadap negara maju atas tidak tercapainya solusi permanen tentang proposal cadangan pangan dilakukan dengan cara tidak mau menandatangani perjanjian trade facilitation ke dalam Annek 1 WTO,”ungkapnya,Kamis (15/10).
Dia menjelaskan,saat ini di markas WTO di Jenawa,Swiss terjadi perdebatan di mana AS dan Uni Eropa mengajukan tawaran pengujian ulang Doha Development Agenda (DDA) yang memberikan mekanisme pengecualian bagi negara berkembang untuk mempertahankan kepentingan pertaniannya dari serbuan impor sekaligus menjadi landasan proposal G33.
Perdebatan ini,yang tentu saja akan dibawa dalam KTM di Nirobi,menurutnya bakal menyandera proses negosiasi dalam memperjuangkan kepentingan negara berkembang karena proses perundingan di WTO sering tidak demokratis dan terjadi tukar –guling kepentingan.
Manajer Riset dan Monitoring IJG Rachmi Hertanti mengungkapkan Indonesia sebagai.Ketua G33 serta memiliki visi mencapai kedaulatan pangan wajib mendorong dan memperjuangkan agar proposal G33 bisa disepakati dalam KTM ke-10.
“Berdasarkan data BPS,sektor pertanian menyumbangkan GDP terbesah kedua setelah manufaktur.Pertanian juga paling banyak menyerap tenaga kerja khususnya dipedesaan.Jadi Indonesia harus memperjuangkan proposalitu,”