RMOL. Indonesia for Global Justice (IGJ) menengarai kunjungan Roberto Azevedo ke Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya adalah dalam rangka memperkuat dukungan agar dirinya kembali terpilih sebagai Dirjen WTO dalam pemilihan Desember 2016 nanti.
“Kunjungan Dirjen WTO ini sangat kental dengan nuansa kepentingan pribadi Azevedo yang ingin terpilih lagi menjadi Dirjen WTO,” kata Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Kamis (14/4).
Kedatangan Azevedo ke Indonesia merupakan bagian dari lawatannya ke berbagai negara-negara anggota berkembang dan negara terbelakang WTO, yakni Afrika, Asia, Karibia, dan Amerika Selatan. Setelah Indonesia, tujuan selanjutnya adalah Malaysia.
Seharusnya, sebut Rachmi, hal ini bisa dimanfaatkan oleh Presiden Jokowi untuk mendesakan tuntutan kita terhadap isu pertanian dan cadangan publik yang belum tercapai di WTO.
“Presiden Jokowi harusnya bisa mendesakan kepentingan pertanian kita di WTO kepada Azevedo agar dapat segera dituntaskan. Hal ini karena selama menjadi Dirjen, Roberto Azevedo selalu membela kepentingan Negara maju khususnya Amerika Serikat, dan tidak maksimal dalam memperjuangkan isu pertanian dalam beberapa perundingan KTM WTO baik di Bali pada 2013 maupun di Nairobi pada 2015 yang lalu,” terang Rachmi.
Berdasarkan hasil monitoring IGJ selama dua putaran perundingan WTO di Bali dan Nairobi, rekam jejak kepemimpinan Roberto Azevedo di WTO sangat buruk dan sangat pro terhadap kepentingan negara maju ketimbang negara berkembang seperti Indonesia.
Misalnya saja, Paket Bali yang dihasilkan pada KTM ke-9 di Bali tahun 2013 hanya menghasilkan kesepakatan Perjanjian Trade Facilitation yang merupakan kepentingan Negara Maju, dan melupakan penyelesaian perundingan isu pertanian dan cadangan pangan publik yang sangat penting bagi Negara berkembang.
Di Nairobi pun mengalami hal yang sama, bahkan Azevedo mendorong terjadinya kesepakatan yang hendak meninggalkan penyelesaian Putaran Doha, dan memaksakan masuknya isu Singapura ke dalam negosiasi WTO. Kepentingan Indonesia atas Special Product dan Special Safeguard Mechanisme pada isu pertanian pun tidak tercapai.
“Kita tidak butuh pujian Azevedo. Seharusnya pertemuan ini dipergunakan untuk mendesak Azevedo agar konsisten memperjuangkan kepentingan pertanian negara berkembang, khususnya Indonesia, di WTO,” tukasnya.