Surat Pernyataan Bersama
Indonesia Focal Point Untuk Advokasi Kejahatan Korporasi
“Revolusi Sistem Penegakan Hukum Indonesia”
Jakarta, 11 Agustus 2016. Indonesia Focal Point untuk Advokasi Kejahatan Korporasi (IFP) menilai pengungkapan Haris Azhar atas kejahatan yang melibatkan institusi penegak hukum Indonesia menunjukan tentang “bobroknya” sistem penegakan hukum Indonesia. Terlebih keterlibatan institusi penegak hukum Indonesia semakin memperkuat asumsi mengenai gagalnya penegakan hukum atas kasus-kasus pelanggaran hukum diberbagai konflik sumber daya alam dan sektor lainnya.
Sehingga, situasi ini harus bisa mendorong perbaikan sistem penegakan hukum di Indonesia dalam menyelesaikan kasus-kasus kejahatan, terutama mengenai kejahatan korporasi yang melibatkan tidak hanya institusi penegak hukum, melainkan juga pejabat pemerintahan.
Bagi Indonesia Focal Point, hal ini harus dapat menjadi momentum untuk terus mengungapkan ketidakadilan atas Praktik eksploitasi dan kontrol korporasi atas sumber daya alam Indonesia yang selama ini telah melakukan berbagai pelanggaran terhadap hak-hak rakyat seperti: perampasan lahan, pengrusakan lingkungan, mengkriminalisasi petani, nelayan, buruh, dan masyarakat adat, mengeksploitasi buruh tanpa upah yang layak, menggelapkan pajak, bahkan hingga pembunuhan yang tidak pernah terungkap kebenarannya.
Kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam mengungkapkan kejahatan, harus menjadi fondasi utama dalam perbaikan sistem penegakan Hukum di Indonesia, khususnya penegakan hukum terhadap korporasi yang selama ini tidak pernah tersentuh hukum dan “dilegitimasi” oleh Negara.
Indonesia Focal Point (IFP) hadir sebagai perwakilan organisasi masyarakat sipil Indonesia di UNHRC sejak 2015 dalam proses perumusan UN Binding Treaty on Business and Human Rights for TNCs sebagai pelaksanaan UNHRC Resolution No.26/9. Resolusi ini hendak memastikan mekanisme penegakan hukum yang efektif bagi kejahatan yang dilakukan korporasi dalam kasus-kasus Bisnis dan HAM.
Selain itu, IFP hadir untuk memperkuat perjuangan terhadap kejahatan korporasi di Indonesia melalui kerja-kerja kolektif advokasi yang mendorong pertanggungjawaban Negara untuk menjamin kepastian penegakan hukum terhadap korporasi yang melakukan pelanggaran hukum dan HAM agar keadilan bagi masyarakat korban dapat terwujud.
Untuk itu, IFP mendesak agar proses perbaikan sistem penegakan hukum Indonesia tidak hanya dilakukan pada satu kasus tertentu, tetapi perbaikannya harus juga dilakukan pada kasus-kasus lain, khususnya yang terkait dengan isu Bisnis dan HAM.
Tertanda:
Rachmi Hertanti, IGJ: 08174985180 | Maryati Abdullah, PWYP Indonesia: 082125238247 |
Ridwan Dharmawan, IHCS: 081286728337 | Puspa Dewi, Solidaritas Perempuan:085260241597 |
Nur Hidayati, WALHI: 081316101154 | Muhammad Reza, KruHA: 081370601441 |
Mugiyanto, INFID: 081399825960 | Merah Johansyah, JATAM: 081347882228 |
Jefri Saragih, Sawit Watch: 081320062233 | Martin Hadiwinata, KNTI: 081286030453 |
M.Ananto, KONTRAS: 081908871477 |
——————————————————————————————————————————————————
Anggota Indonesia Focal Point:
Indonesia for Global Justice (IGJ)- Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) – Mining Advocacy Network (JATAM) – Institute for Policy Research and Advocacy (ELSAM) – People’s Coalition For The Right To Water Indonesia (KRuHA) – Pusaka – Sawit Watch – Bina Desa – Peoples Coalition for Fisheries Justice (KIARA) – International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) – WALHI – KontraS – Publish What You Pay (PWYP) –Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) – Woman Solidarity