JAKARTA, kini.co.id – Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Berganti mengingatkan pemerintah untuk mengurungkan rencana relaksasi ekspor mineral mentah (konsentrat). Kalau nekat akan menimbulkan perlakuan diskriminatif bagi investor yang telah membangun smelter di Indonesia.
Belum lagi pengenaan pajak ekspor (pada persentase tertentu) yang melekat pada kebijakan relaksasi juga teridentifikasi sebagai export restriction dalam konteks non tarif barriers.
“Hal ini tersebut tentunya membuka potensi Indonesia dapat kembali diprotes oleh WTO (World Trade Organaziton) ataupun digugat oleh investor asing ke lembaga arbitrase internasional dengan menggunakan mekanisme Internasional for Sentlement of Investment Disputes (ICSID),” tuturnya dalam diskusi publik di Kantor Walhi, Jakarta Selatan, Selasa, (11/10/2016).
Sebelumny Pemerintah Indonesia memberi lampu hijau bagi perusahaan pertambangan untuk mengekspor konsentrat selama lima tahun.
Izin ekspor mineral hasil tambang diberikan dengan alasan perusahaan membutuhkan sumber dana untuk menyelesaikan pabrik pemurnian mineral (smelter).
“Kami memberikan waktu antara tiga sampai lima tahun untuk membangun smelter,” kata Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan saat itu. Pemerintah pun sudah memutuskan untuk merevisi PP Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba.
Poin terpenting dalam revisi tersebut adalah kesempatan melanjutkan pembangunan pabrik pemurnian mineral. Dengan relaksasi itu, pemerintah berharap perusahaan besar segera memulai pembangunan smelter.
Sementara itu, perusahaan kecil bisa bekerja sama dengan perusahaan besar. Luhut menegaskan, relaksasi izin ekspor diberikan secara bertingkat sesuai progres pembangunan smelter.
Selain itu, ada bea keluar yang besarannya bertingkat. Besarannya masih harus dibicarakan dengan Kementerian Keuangan. Tambahan waktu tersebut punya konsekuensi tegas dari Kementerian ESDM.
Luhut kala itu menegaskan, bila ada perusahaan yang belum menyelesaikan pembangunan smelter pada akhir ketentuan, izin tambangnya akan dicabut.
Pemerintah juga membuka kesempatan pemilik kontrak karya untuk mengubah izinnya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Dengan demikian, pemegang kontrak karya seperti Freeport dan Newmont bisa memperpanjang ekspor hingga Januari 2017.
Sumber: http://nasional.kini.co.id/2016/10/11/17752/relaksasi-ekspor-mineral-pemerintah-indonesia-berpotensi-digugat-di-mahkamah-arbitrase?utm_source=social&utm_medium=gplus
Follow Twitter @KiniOnline dan FB http://fb.com/KiniOnline