TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bertepatan dengan Hari Pangan Sedunia, Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Ekonomi meminta pemerintah serius melindungi petani dari ancaman Free Trade Agreement (FTA) atau Perjanjian Perdagangan Bebas khususnyaASEAN Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti menuturkan perjanjian RCEP akan mengancam kedaulatan petani melalui pengaturan perlindungan hak kekayaan intelektual (HAKI) khususnya mengenai benih.
“Banyak petani kita yang sudah mengalami kriminalisasi akibat pengaturan HAKI ini. RCEP akan kembali mengkriminalisasi petani jika pemerintah tidak menyusun strategi yang tepat dalam perundingan FTA,” ujar Rachmi dalam konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (16/10/2016).
Selain itu, Koalisi Masyarakat Indonesia untuk Keadilan Ekonomi juga mendesak kepada pemerintah agar segera membuka informasi dan ruang partisipasi bagi masyarakat sipil dalam segala perundingan kerja sama perdagangan internasional, khususnya RCEP yang dinilai tertutup.
Firdaus Cahyadi dari SatuDunia menegaskan Indonesia sudah punya Undang-undang Kebebasan Informasi Publik.
“Perundingan RCEP itu sangat berdampak pada kehidupan masyarakat banyak, sehingga sudah selaknya dibuka ke publik. Agar publik mengetahui sejauh mana dampak buruk perundingan itu terhadap kehidupannya,” ujarnya.
RCEP merupakan kerja sama mega trading block yang dibangun oleh negara anggota ASEAN plus enam negara (China, Korea Selatan, Australia, New Zealand, India, Jepang).
Perundingan ini dilakukan sejak 2013, putaran perundingan RCEP selanjutnya akan dilangsungkan di China pada 17-21 Oktober 2016.
Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Ekonomi, terdiri dari Indonesia for Global Justice (IGJ), Indonesia AIDS Coalition (IAC), Solidaritas Perempuan, Aliansi Petani Indonesia (API), Bina Desa, WALHI, SERUNI, AGRA, KruHA, KNTI, SatuDunia, SafeNet.