NERACA
Jakarta – Pemerintah membahas keberlangsungan usaha salah satu tambang terbesar di Indonesia yaitu PT Freeport Indonesia. Enam menteri dilibatkan dalam pembahasan izin usaha tersebut yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Menteri Energi dan Sumber Day Mineral Ignasius Jonan.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno, mengatakan pemerintah masih akan membahas format izin usaha untuk Freeport pasca IUPK sementara habis pada Oktober nanti. “Setidaknya ada 4 poin yaitu perpanjangan, smelter, divestasi (saham), dan stabilitas investasi. Kalau yang dua sudah disepakati Menteri ESDM mengenai perpanjangan dengan smelter yang harus wajib,” ujarnya di Jakarta, Selasa (4/7).
Menurut dia, ada dua poin khusus yang sudah harus dijalankan oleh Freeport yaitu terkait dengan pembangunan smelter dan perpanjangan izin usaha. “Kedua poin tersebut sudah (sepakat),” kata Fajar. Soal perpanjang kontrak, menurut Harry, Freeport tetap diwajibkan mengubah dari Kontrak Karya (KK) ke IUPK jika ingin mengekspor konsentrat, yang bisa dilakukan dua kali perpanjangan hingga 20 tahun.
“Disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kalau IUPK (sementara) habis, berlaku prevailing, kalau pakai rezimnya IUPK ya prevailing. Kalau smelter harus dalam lima tahun ke depannya,” kata Harry. Diungkapkannya, Freeport saat ini masih belum mau menerima ketentuan pajak prevailing jika IUPK sementara habis dan di sisi lain, belum mau mau menerima IUPK tetap yang disodorkan.
“Kalau Freeport maunya nailed down, tapi nanti akan dibicarakan lagi. Itu belum disepakati. Justru itu, makanya itu masih dalam perundingan lagi. Kalau bea keluar itu prevailing sekarang, cuma untuk ke depannya itu belum disepakati,” tutur mantan Dirut PT Dahana (Persero) ini. Seperti diketahui, Freeport harus mau mengubah status kontraknya dari KK menjadi IUPK sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), pemegang KK yang ingin mengekspor konsentrat harus berubah menjadi IUPK.
Saat ini pemerintah dan Freeport masih merundingkan soal ketentuan fiskal dalam IUPK. Perusahaan tambang itu menginginkan pajak yang ditanggungnya bersifat nailed down seperti dalam KK, yaitu tidak berubah hingga berakhirnya perjanjian, dan belum mau mengikuti aturan pajak yang berlaku dan bisa berubah-ubah (prevailing). Selain itu, pemerintah meminta PTFI menjalankan kewajiban divestasi saham sebesar 51% kepada pihak nasional Indonesia saat kontraknya habis nanti.
Sementara itu Menteri ESDM, Igansius Jonan, enggan berkomentar banyak terkait hasil rapat soal Freeport tersebut. Mantan Dirut PT KAI ini berujar, pemerintah masih menunggu respon dari Freeport atas kontrak yang disodorkan. “Nanti saja, wong lagi nego. Perpanjangan itu bisa 2 kali 10 (tahun). Ya memang tujuannya itu. Soal fiskalnya (pajak), tanya Bu Sri (Mulyani),” pungkas Jonan.
Kritik Freeport
Namun begitu, Indonesia for Global Justice (IGJ) mengkritik keistimewaan yang diterima oleh perusahaan pertambangan Freeport dan menginginkan pemerintah tidak membuat perjanjian stabilitas investasi yang diminta oleh Freeport. “Izin Usaha Pertambangan Khusus sementara Freeport hanya berlaku hingga Oktober 2017, dan jika negosiasi tidak mencapai titik temu maka operasi akan kembali berbasis kepada Kontrak Karya, padahal Freeport sudah diuntungkan dengan izin ekspor konsentrat yang juga berlaku hingga Oktober 2017,” kata Koordinator Riset dan Advokasi IGJ Budi Afandi.
Menurut Budi, hal tersebut merupakan keistimewaan Freeport yang tidak dimiliki oleh perusahaan tambang asing lainnya yang ada di Tanah Air. Untuk itu, IGJ juga mendesak kepada pemerintah Republik Indonesia untuk tidak membuat perjanjian stabilitas investasi yang diminta oleh Freeport.
“Pemberian hak istimewa kepada Freeport harus segera dihentikan oleh Pemerintah Indonesia dalam menjalankan ketentuan Undang-undang Minerba,” katanya. Selain itu, menurut dia, perjanjian stabilitas investasi tersebut dinilai hanya akan menambah daftar perjanjian investasi yang memberikan hak investor untuk menggugat negara secara sepihak di lembaga Arbitrase Internasional. bari
http://www.neraca.co.id/article/86897/freeport-dapat-perpanjangan-izin-usaha