Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat sipil yang terdiri dari sekitar 50 organisasi di Indonesia dan Uni Eropa mengeluarkan pernyataan terkait perundingan Perjanjian Kemitraan Komprehensif UE-Indonesia, Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
Paul de Clerck, Coordinator Economic Justice Programme, Friends of the Earth Europe, mengatakan pernyataan masyarakat sipil ini sebagai concern agar IEU-CEPA didekati sebagai sarana untuk melayani kepentingan umum.
“Hal ini harus dilakukan dengan memastikan bahwa perdagangan dan investasi berkontribusi terhadap pembangunan yang adil dan berkelanjutan, prasyarat untuk mencakup lingkungan yang sehat, ekonomi yang ramah iklim, kepastian terhadap mata pencaharian dan pekerjaan yang layak untuk semua serta berkeadilan gender,” jelasnya, dalam konferensi pers Asia Europe People’s Forum (AEPF), di Jakarta, Senin (19/2/2018).
Paul mengatakan CEPA harus tidak membatasi ruang kebijakan pemerintah untuk mengatur ekonomi dan mengambil tindakan untuk memastikan hak warga negara terhadap kehidupan, pangan, air, dan sanitasi, energi, kesehatan, perumahan, pendidikan dan pekerjaan yang layak.
“Kami melihat bahwa negosiasi saat ini sebagian besar didorong oleh kepentingan perusahaan transnasional besar,” katanya.
Dia menambahkan akses dan perlindungan pasar yang tidak terbatas untuk investasi asing akan menghasilkan konsentrasi pasar dan modal lebih lanjut. Hal tersebut berkontribusi terhadap perkembangan sosial ekonomi yang tidak adil di dalam dan di antara negara-negara dan bukan cara yang berkenaljutan untuk masa mendatang.
Untuk itu terdapat beberapa kondisi yang dirasa harus segera diimplementasikan dalam perundingan perjanjian kemitraan komprehensif IEU-CEPA yang telah memasuki tahapan keempat perundingan ini.
Paul mengatakan kondisi untuk proses negosiasi tersebut yaitu memberikan transparansi penuh, meratifikasi dan melaksanakan konvensi inti ILO terkait pekerja.
Kemudian, deklarasi dukungan untuk perjanjian PBB tentang bisnis dan hak azasi manusia yang mengikat untuk menangani pelanggaran oleh investor. Selain tiu memastikan masukan pemangku kepentingan yang seimbang, melakukan dan mengungkapkan penilaian dampak terhadap hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan dan mengakhiri penggundulan hutan.
Sementara itu, Rachmi Hartanti, Indonesia Executive Director for Global Justice (IGJ) sekaligus representative Asia untuk International Organizing Committee of the AEPF, mengatakan negosiasi yang sedang berlangsung tidak didesain untuk melindungi kebutuhan dasar masyarakat.
“Perjanjian perdagangan Indonesia dan EU akan mendorong akses pasar tidak terbatas dan hukum khusus untuk investor asing dan kemungkinan akan menghasilkan konsentrasi pasar dan modal lebih lanjut. Hal ini berkontribusi terhadap perkembangan sosioekonomi yang tidak adil di dalam dan di antara negara-negara dan karena itu bukan jalan yang berkelanjutan,” jelasnya.
Dia mengatakan untuk memastikan perlindungan hak dasar masyarakat dalam perjanjian perdagangan bebas, transparansi penuh dan keterlibatan publik dalam proses negosiasi bersifat wajib.
“Transparansi informasi dan keterlibatan masyarakat harus merupakan syarat wajib yang diberikan oleh pemerintah, sehingga masyarakat dapat memantau negosiasi dan menimbulkan perhatian atas ketentuan yang bertentangan dengan hak dasar rakyat,” jelasnya.