Rachmi mengharapkan pemerintah tidak berspekulasi dalam menetapkan kebutuhan impor. Ia juga mengingatkan esensi kebijakan impor, khususnya produk pertanian, hanya bisa dilakukan apabila produksi dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah harus membuka data-data ketersedian produksi dalam negeri dulu kepada publik sebelum melakukan impor. “Indonesia mau mencapai swasembada pangan, tetapi selalu direcoki dengan nafsu impor,” ucapnya.
Rachmi juga mengingatkan hingga kini belum ada badan yang menyediakan data produksi dan kebutuhan konsumsi secara valid, sehingga berbagai lembaga bisa saling mengklaim.
Kementerian Pertanian menyebutkan keputusan pemerintah membuka impor jagung tambahan sebesar 30 ribu ton karena harga jagung pakan di tingkat peternak yang masih tinggi.
“Ini untuk mengantisipasi karena harganya masih tinggi. Kami mengatakan kurang atau lebih karena ‘supply’ terhadap ‘demand’. ‘Demand’ sudah tentu ada, tapi yang menjadi pertimbangan adalah di harga,” kata Direktur Pakan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Sri Widayati di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta, Selasa.
Sri mengatakan menurut laporan yang didapat, harga jagung di tingkat petani masih berkisar Rp 5.800 per kilogram. Ia pun belum bisa memastikan bahwa harga jagung akan segera turun, namun diperkirakan petani daerah Jawa Timur mulai melakukan panen pada pekan ketiga Januari 2019.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan tambahan impor jagung untuk pakan ternak sebanyak 30 ribu ton akan masuk pada pertengahan Februari 2019.
“Kita sudah menambah 30 ribu ton lagi untuk masuk pada pertengahan Februari,” kata Darmin di Jakarta, Jumat (4/1).
Darmin menjelaskan tambahan impor ini bertujuan untuk menekan harga jagung untuk pakan ternak.