• id Indonesia
  • en English
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result

Omnibus Law Bahayakan Investasi Berkelanjutan di  Indonesia

Juli 13, 2020
in Siaran Pers, Uncategorized @id
Home Media Siaran Pers
972
SHARES
2.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
Press Release
Koalisi   Masyarakat   Sipil   Indonesia  

Jakarta,   13   Juli   2020   –   Koalisi   masyarakat   sipil   Indonesia   mengingatkan   bahwa undang-undang dan peraturan Indonesia saat ini sulit untuk  mematuhi perlindungan lingkungan dan sosial yang diterima secara global, termasuk standar khusus yang diadopsi oleh lembaga pembiayaan besar. Hal tersebut disampaikan dalam surat terbuka peringatan investasi (investment warning) yang dikirim ke sejumlah lembaga keuangan internasional, seperti World Bank, Asian Bank Development, International Finance Corporation, dan Asian Infrastructure and Investment Bank.

Surat Peringatan Investasi di Indonesia bagi lembaga-lembaga keuangan ini juga dikirim ke kedutaan  besar  negara-negara  asing   yang  mempunyai  kesepakatan  kerja   sama  bilateral  dan multilateral.  Negara-negara  tersebut  juga   dinilai   telah   terlibat dalam  kesepakatan  memberikan bantuan  dana   dan   pinjaman  untuk  proyek-proyek  besar  di  Indonesia,  seperti Republik Rakyat Tiongkok, Amerika Serikat, Norwegia, Jepang, dan Uni Eropa.

Presiden  Joko  Widodo  membuka keran investasi global dengan dalih membuka lapangan pekerjaan telah mensponsori pembahasan dan pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Namun RUU tersebut justru akan membawa perlindungan lingkungan dan sosial Indonesia semakin rendah dari standar global yang berlaku dan diterima secara umum dalam pembiayaan pembangunan berkelanjutan.

Tujuan pengiriman surat tersebut adalah meminta negara-negara investor baik yang memberikan pinjaman atau bantuan finansial untuk menelaah lebih lanjut manfaat yang dijanjikan dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Negara dan pendana global juga harus menimbang bagaimana pemerintah Indonesia selama ini yang masih dinilai gagal melindungi lingkungan dan kepentingan masyarakat.

“Omnibus Law merupakan cerminan semakin rendahnya komitmen pemerintah dalam melindungi sumber daya alam, hutan, lahan, dan laut Indonesia. Kita harus memperhitungkan bagaimana   kebakaran hutan tiap tahun berulang di Indonesia dan industri batu bara yang masih mendominasi, akan sangat sulit bagi Indonesia untuk memenuhi komitmen terhadap Perjanjian Paris (Paris Agreement). Belum lagi menghitung bahwa investasi-investasi  tersebut diikuti dengan konflik ekonomi, sosial dan lahan dengan masyarakat sekitar dan terdampak yang sampai saat ini sulit bagi mereka untuk mendapatkan keadilan”, ungkap Jasmine Puteri, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia

Isna Fatimah, Deputi  Direktur bidang Pengembangan Program ICEL mengatakan, “RUU Cipta Kerja (omnibus law) mengindikasikan kemunduran dalam pelaksanaan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang seharusnya melandasi perekonomian nasional sesuai UUD 1945”. Selain itu, pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja juga menyalahi prinsip non-regresi yang erat kaitannya dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, di mana suatu negara tidak boleh menentukan aturan yang berakibat kemunduran pada instrumen pengaman hak  atas  lingkungan  hidup  yang baik dan sehat serta pencegah dan pengendali dampak lingkungan hidup.

Beberapa pengaturan dalam RUU ini akan berimplikasi pada ketidakpastian aturan dan implementasi uji kelayakan lingkungan hidup, melemahnya instrumen pencegahan lingkungan hidup dengan dihapusnya izin lingkungan, dan pembatasan partisipasi publik. Pada akhirnya, pengaturan ini akan menghambat investor untuk patuh terhadap standar kepatuhan lingkungan hidup  dan  sosial  yang  ditetapkan  lembaga  keuangan  internasional.  Padahal,  lembaga keuangan  internasional sebagai aktor yang mengemban tanggung jawab menerapkan tata kelola yang baik untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, sangat berkepentingan dalam menjaga terpenuhinya standar tersebut sesuai tuntutan dari masyarakat internasional.

“Masyarakat  Indonesia  telah   ramai  mempertanyakan  keputusan  DPR   RI  yang   memprioritaskan Omnibus Law   dibandingkan menyelamatkan sumber daya   manusianya. Pandemi COVID-19 yang memberikan  kesempatan  Indonesia untuk membangun ekonomi baru   berbasiskan sumber daya manusia, justru  digunakan Pemerintah Indonesia untuk mengakselerasi “race  to the bottom,” melanggengkan perekonomian pada  ekstraksi sumber daya  alam  tak  terbarukan, terutama bahan bakar fosil dan hutan.”

Rachmi Hertanti, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice menyampaikan, Omnibus Law Cilaka  adalah  strategi  yang  diadopsi  Pemerintah  untuk  menjawab  krisis ekonomi dengan mendorong  transformasi  industrialisasi  nasional ke arah agenda Global value chain untuk maksimalisasi pembangunan hilirisasi industri sektor ekstraktif dalam rangka meningkatkan ekspansi pasar ekspor Indonesia. agenda ini hanya akan kembali memperluas ruang monopoli baru korporasi terhadap sumber-sumber ekonomi yang dimiliki rakyat.

“Praktek bisnis ekstraktif di Indonesia selama ini kerap memperdalam krisis lingkungan dan perubahan  iklim,  serta  meningkatkan  ketimpangan  sosial  ekonomi  di  masyarakat.  Proses de-regulasi dalam Omnibus Law dilakukan tanpa adanya komitmen membangun konsep value chain yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pasar dunia harus mempertanyakan produk olahan industri Indonesia yang jauh dari standar sustainable supply chain”, tegas Rachmi.

Negara-negara  pendana  harus  sepenuhnya  peduli,  mengawasi  serta  bertanggung  jawab dengan bagaimana uang mereka digunakan secara baik dan tepat di Indonesia. Jangan sampai mereka turut andil dalam kerusakan lingkungan yang akan memperparah krisis iklim global, juga ketidakadilan terhadap masyarakat dan pada bersamaan gagal berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

 

Kontak media:

Jasmine Puteri, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, +62 811801787

Rachmi Hertanti, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice, +62 817-4985180

Isna Fatimah, Deputi Direktur bidang Pengembangan Program ICEL, +6281319230279

Download >>>

Siaran Pers Investment Warning Letter (Bahasa).docx

Investment Alert – Media (Open Letter

)Investment Alert – Media (Appendix) -Compiled

 

Tags: EkonomiHukumInvestasiPerjanjian Perdagangan & Investasi
Previous Post

Kamus Omong Kosong Omnibus Law: Industrialisasi, Daya Saing, Peningkatan Ekspor-Impor, Global Value Chain, bla…bla…bla…”

Next Post

Omnibus Law Memperkuat Monopoli Korporasi, DPR dan Pemerintah Harusnya Belajar Dari Covid19

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Indonesia for Global Justice

Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu,
Jakarta Selatan - Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540
Telepon: (021) 7941655

© 2023  - Indonesia for Global Justice


Berlangganan Sekarang!

Ikuti berita terbaru dari Indonesia for global justice, berlangganan sekarang!

Terimakasih telah berlangganan di Indonesia for global justice


  • id Indonesia
  • en English
No Result
View All Result

Indonesia for Global Justice
Jl.Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu Jakarta Selatan - 12540
Telepon: (021) 7941655

  • Indonesia