Catatan IGJ – Indonesia Dalam Pusaran Covid19
Ditulis oleh:
Muslim Silaen
Koordinator Advokasi & Kampanye IGJ
untuk isu Buruh, Bisnis & HAM
Pandemik Covid-19 membawa cerita yang memilukan bagi seluruh rakyat Indonesia.Cerita Pilu di tambah oleh kelambatan pemerintah dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana di tahun 2020. Kebijakan pemerintah dengan membuat dan menerapkan PP Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka percepatan Penanganan Covid-19 pada 31 Maret 2020. Kebijakan ini membuat banyak dampak, terutama turut menyumbang kelambatan menanggulangi Covid-19.
Cerita dilematis muncul dari kebijakan ini, mulai dari penurunan aktifitas ekonomi yang berjangka panjang membuat banyak perusahaan yang mengambil kebijakan pengurangan pekerja, menurunnya daya beli masyarakat sebagai dampak pembatasan aktifitas sosial, Pendidikan Jarak Jauh yang menyisakan problem teknis dan nonteknis.Pelayanan Kesehatan yang terganggu karena paranoid penyebaran Covid-19 sampai pada kesulitanpemenuhan kebutuhan pangan dan kebutuhan tambahan lainnya.
Lambatnya peran serta pemerintah dalam mengakomodir permasalahan yang muncul membuat banyak kalangan masyarakat kehilangan kepercayaan pada kapasitas pemerintah untuk membantu mereka dalam menghadapi situasi saat ini.Institusi Negara merupakan satu-satunya lembaga social yang memiliki sumberdaya menjawab kondisi saat ini ternyata hanya memberi solusi BLT yang bersumber dari APBN dan APBDes.Kesabaran rakyat untuk mempercayai Pemerintah sebagai pelaksana kepemimpinan Negara sampai pada titik kehilangan kepercayaan, maka rakyat mulai mengorganisir dirinya sendiri dalam berbagai aktifitas solidaritas yang bersumber dari sumberdaya rakyat sendiri.Munculah sebuah aksi kolektif gerakan sosial di beberapa wilayah Indonesia untuk merespon situasi pandemic dalam rangka memperkuat solidaritas diantara masyarakat.
Cerita tersampaikan dalam diskusi Suara dari pelosok Negeri yang diadakan Indonesia For Global Justice (IGJ) bersama Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), medio 24 April 2020 sampai 20 Mei 2020 dengan 8 serial diskusi, dengan partisipasi pembicara dari 17 Provinsi di Indonesia bercerita tentang munculnya model gerakan sosial merespon kelambatan Negara. Berbagai model bermunculan mulai dari solidaritas sebagai respon cepat di lakukan dengan menggalang pendanaan untuk pemenuhan alat pelindung diri (masker, HandSanitizer,dll) sampai pemenuhan kebutuhan pangan dilakukan secara massif. Dan sebuah gerakan terorganisir dengan penguatan koperasi untuk membantu anggota dan masyarakat sekitar, membangun membuat lahan pertanian sampai mengadakan Dapur Umum.
Sumatera Barat: Gerakan Koperasi Mandiri dan Merdeka[1]
Komunitas Majelis Dosen Muda di Universtias Andalas sebelum pandemik merintis sebuah gerakan koperasi.Semasa pandemic mereka menguatkan kapasitasnya sebagai bagian dari gerakan solidaritas secara kolektif untuk membantu rakyat. Gerakan inimenilai ada beberapa pekerjaan yang mengalami penurunan pendapatan cukup drastic melalui survey yang dilakukan Fakultas Ilmu social dan Ilmu politik Universitas Andalas yaitu pedagang kecil pelaku UMKM, pekerja harian lepas, pegawai dengan gaji tidak tetap, sopir, ojek dan pekerja rumah tangga. Dari 1007 Responden yang diwawancarai hanya 36% yang pendapatannya tetap, 12% mengalami peningkatan pemasukan dan 52% mengalami penurunan pendapatan. Responden yang mengeluhkan penurunan pendapatan sekitar 70%. Mereka mengalami peningkatan pengeluaran, antara 10 sampai 25% dari hari-hari sebelumnya.
Koperasi Mandiri dan Merdeka (KMDM) melihat dengan lambatnya pemerintah memberikan perlindungan social kepada rakyat mengambil sebuah tesis bahwa gerakan ekonomi dengan model koperasi telah menjadi bukti kongkrit butuhnya penguatan rakyat dalam bidang ekonomi.Gerakan yang selama ini dirintis ternyata relevanketika covid-19 menjadi pandemik global, termasuk, sebagai responterhadap ekonomi kapitalisme global yang terus menggerus sumberdaya di Indonesia.
Gerakan ini mengakui adanya gejalakrisis multi dimensi akibat pandemik.KMDM ini membangun atau menciptakan pasar, yang mereka sebut sebagai Pasar Rabu Tani atau PRT.Pasar ini fokusnya mendistribusikan produk-produk pangan dari masyarakat sekitar kampus dengan target konsumen atau pelanggan tetap dari kalangan dosen-dosen di Universitas Andalas.Dampaknya juga tidak main-main, gerakan ini terbukti membantu masyarakat sekitar kampus, untuk bertahan dari pandemi dan persoalan-persoalan kemiskinan lainnya, karena dapat menampung produk daripetani di sekitar kampus.
Gerakan Koperasi ini memaksimalkan teknologi komunikasi, dan informasi.Proses pengadaan barang yang berjalan untuk menghimpun bahan pangan yang dipesan oleh konsumen melalui Aplikasi WhatsApp.Bagi konsumen yang ingin memesan barang, bahan-bahan panganapa saja yang mau dibeli dengan praktis dapat memesan melalui Telpon Selulernya.Praktisnya tanpa peran serta pemerintah, kelompok masyarakat sekitar kampus telah dapat saling membantu tanpa batasan kelas antara petani dan dosen-dosen di sekitaran kampus Universitas Andalas.Model ini memiliki potensi untuk dapat menjalar dan memperkuat solidaritasnya bahkan melampui teritorial sekitar Kampus.
Semarang: Gerakan Rakyat Bantu Rakyat
Tepatnya di kotaSemarang membuat puluhan organisasi rakyat mempelopori Koalisi Rakyat bantu Rakyat (KOBAR) sebagai respon atas kelambatan pemerintah. Terutama setelah melihat bahwa pemerintah tidak punya navigasi yang valid untuk mengatasi covid.Gerakan ini mengakomodir sekitar 64 organisasi yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.LBH Semarang yang menjadi Sekretariat bersama beberapa kali mengeluarkan 8 (delapan) Laporan panjang dan 2 (dua) Laporan Pendek.KOBAR melihat keadaan Obyektif ini memiliki potensi krisis pangan, jika pemerintah hanya bekerja dengan kondisi lambat.
Memulai dengan menyebarkan pamflet-pamflet akan pentingnya mengantisipasi krisis pangan. Pamphlet itu disebar keseluruh Jawa Tengah dan jaringan di nasional.Melihat gejala adanya krisis nasional dan mendorong agar rakyat secara mandiri melaksanakan upaya untuk menavigasi covid19, karena kelihatan pemerintah tidak punya navigator dalam dalam penanganan covid-19.
Koalisi bekerja dengan caraalternatif, mulai dengan pengorganisasian masyarakat alternatif, pendidikan politik alternatif. Sistem kerja dengan orang dari tiap perwakilan melaporkan setiap hari kondisi di daerahnya terus secara harian.Lalu 3 hari setelahnya merangkum semua catatan itu yangdisusun dalam satu laporan besar.Koalisi ini pada akhirnya membentuk satu kelompok serikat tani kota Semarang. Serikat Tani ini menjadi inisiatif rakyat untuk mengantisipasi krisis pangan.
Keputusanuntuk bertani memicu gerakan yang dalam jangka waktu tidak sampai 1 bulan sudah menyediakan 7 lahan yang yang disumbangkan untuk ditanami dengan luas 700 sampai 1500 M2 dan ada belasan relawan yang sudah bergabung untuk bertani. Gerakan ini telah memupuk Solidaritas lintas Kelas, dengan banyak yang berkeinginan untuk memberi donasi mulai dari donasi bibit, donasi Modal Pertanian bahkan asupan untuk buka puasa kala itu.
Solidaritas Pangan Jogja (SPJ)
Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) di Yogyakarta, secara kolektifitas mendorong gerakan relawan untuk Solidaritas Pangan Jogja (SPJ). Gerakan ini telah menghasilkan sekitar 12 dapur di sekitar kota Yogjakarta. Respon dari keadaan wabah saat ini, gerakan ini melihat dampak dari kebijakan PSBB yang menghasilkan kesulitan pangan bagi rakyat, terutama bagi yang pendapatan rendah dan mahasiswa yang merantau dan tidak dapat keluar dari wilayah pemukimannya.
Berbagai komunitas dan individu yang berasal dari berbagai latar belakang seperti seniman, mahasiswa dan lain sebagainya membuat gerakan ini yang selanjutnya banyak sekali yang bergabung.Dengan adanya covid-19 pemerintah terlihat acuh, petani masih memiliki harapan karena musim panen sekitar 3-4 bulan kedepan.Akan tetapi melihat kebijakan yang diberlakukan belum menavigasi kebutuhan pangan selama masa pandemik membuat rakyat menjadi sangat terancam.
Penggalangan solidaritas menyadari bahwa donasi itu tidak akan selalu muncul untuk waktu panjang, maka Solidaritas Pangan Yogya mulai berpikir mengolah beberapa lahan untuk kemudian menjadi Suporting dapur Umum.Dapur itu sudah mulai mengolah beberapa lahan,kedepannya beberapa lahan untuk ditanami sayuran, singkong dan sebagainya.Ini terinspirasi dari solidaritas Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulon Progo, organisasi petani lahan pesisir itu tiap kamis memberi sayuran secara sukarela.Dan sayuran dari PPLP itu dapat memberi bahan untuk12 dapur umum.
Solidaritas ini memperlihatkan loyalitas kemanusiaan, ditengah menghadapi penggusuran tambang pasir besi, mereka tetap memberi untuk ketahanan pangan rakyat kecil di kota Yogya.
Aksi Kolektif Gerakan Rakyat Di Sumatera Utara
Di Kota Medan,Organisasi rakyat seperti KPR-FPBI, LBH Medan, dengan SAHDAR, AJI Sumut membentuk posko bersama untuk menerima laporan-laporan kasus Covid-19. Dengan Posko pengaduan mereka berusaha merangkul kelompok rentan yang terdampak atas kebijakan di masa PSBB.Ini adalah upaya untuk membantu mereka yang sedang kesulitan dan tidak tahu mau mencari bantuan kemana.Beberapa buruhdatang mengadu ke posko pengaduan di LBH. Berbagai masalah mereka muncul seperti di rumah kan oleh perusahaan, kemudian ada PHK, namun penyelesaian dalam merumahkan dan PHK juga tidak jelas, termasuk hak atas Upah , THR dan lainnya. Diluar pengaduan buruh ada juga hasil survei terkait dengan ketahanan ekonomi, yang pada dasarnya itu kita menyasar kepada buruh, petani, nelayan, juga perempuan dari responden yang di terima, rata-rata yang terdampak itu adalah pencari nafkah utamasebanyak sekitar 72%, dengan antara usia 20 sampai dengan 40 tahun. Kemudian untuk jumlah tanggungan antara 2 sampai dengan 5 orang anak.
Di beberapa titik di kota Medan, mulai muncul Gerakan atas ketidakpercayaan masyarakat kepada program-program pemerintah. Terutama atas pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat di beberapa titik kota Medan itu rakyat dengan sendirinya membuat dapur umum. Posko berupaya melampaui kapasitasnya dengan mulai mengumpulkan potensi untuk memenuhi kebutuhan pokok masing-masing wilayah.Untuk itu mulai melakukan pemetaan wilayah-wilayah yang memiliki potensi ekonomi, terutama untuk pemenuhan Dapur umum itu agar bisa dibangun oleh masyarakat sendiri.
Ini adalah respon atas perlakuan pemerintah yang lambat, kelihatan abai melindungi rakyatnya. Ditengah pandemic, di tengah situasi krisis ini pemerintah sama sekali tidak menunjukkan itikad baiknya untuk menjawab persoalan persoalan yang dialami rakyat. Gerakan ini juga di harapkan mulai membangun pemahaman atas pentingnya rakyat mengenali kekuatannya sendiri, dengan melakukan pemetaan untuk potensi ekonomi agar bisa dihubungkan satu daerah dengan daerah-daerah lain.Manakala daerah lain membutuhkan satu produk tapi daerah lain itu memilikinya sehingga masyarakat itu bisa membentuk rantai suplainya sendiri dan tidak menunggu pemerintah untuk menjawab persoalan-persoalan yang dialami rakyat.
Gerakan “Ayo Menanam”
Maluku:
Masyarakat Maluku dengan adanya covid-19 menghadapi tantangan yang serius yang pastinya akan dihadapi dengan keadaan wilayah yang terpisah-pisah oleh laut. Ketika masyarakat tidak terhubung antar pulau adalah maka akan tercipta kekurangan supply kebutuhan Subtiten. Namun Lokal Wisdom masyarakat Maluku, terutama Kota Ambon membuat mereka kemudian harus kembali ke pangan lokal dan mulai menanam.
Kondisi ini dilihat oleh komunitas Humanum agar munculnya solidaritas, dengan itu yang kemudian kampanye dan mengorganisir menggunakan taglinenyaMari Bakabong.Dalam bahasa Maluku, bakabong itu artinya berkebun.Kampanye ini untuk mendorong adanya gerakan berkebun secara mandiri.Hasil menanam dihimbau untuk tidak di jual.Kampanye untuk mulai merencanakan pemenuhan kebutuhan sehari-hari untuk mengantisipasi tantangan kelangkaan kebutuhan pangan dari pada masyarakat di kemudian hari.
Padang dan Palembang:
LBH Padang juga melakukan pemantauan dan juga mendorong upaya penanaman madniri.Di mulai dengan mendorong tiap anggota mensosialisasikan pentingnya menanam untuk kebutuhan rumah tangga kepada rakyat.Gerakan ini agar rakyat dapat membuat wadah penanaman dalam mengantisipasi krisis pangan.Beberapa tanaman-tanaman lainnya, seperti sayur-sayuran dan sebagainya.
LBH Palembang juga membuat gerakan yang hampir sama untuk mengorganisir kegiatan tanam mandiri dalam rangka mempersiapkan ketahanan pangan, gerakan ini dipersiapkan untuk keadaan ketahanan pangan baik itu di masa covid-19 maupun maupun paska covid-19. Upaya lebih lanjut gerakan ini mendorong penguatan komunikasi dengan teman-teman jaringan dan rakyat.
Komunitas Merespon Cepat Covid-19, Membangun Kesadaran Publik
Nusa Tenggara Timur:
Di Nusa Tenggara Timur mulai ada gerakan independen dengan membangun posko.Posko di bangun oleh kelompok masyarakat untuk menggalang bantuan dan mendistibusikan bantuanseperti masker untuk masyarakat desa, dan Sopir Ojek yang belum memiliki masker. Selain itu posko lain juga untuk mengantisipasi persebaran virus dengan membuat Portal untuk pembatasan pergerakan masyarakat dari desa ke luar dan dari luar masuk ke desa, termasuk juga penyiapan air untuk cuci tangan yang ada di pintu desa.
Masyarakat tidak menunggu pemerintah, dan membuat inisiasi karena sudah melihat virus ini cukup mematikan sehingga rakyat cukup serius mengantisipasinya. Dan bahkan masyarakat bahkan sudah membatasi secara mandiri untuk ritual ibadah di rumah masing-masing, seperti perayaan paskah.
Sulawesi Selatan:
Di Sulawesi selatan, berbagai aktifitas dilakukan, oleh BPD KPR yang menjadi salah satu komunitas yang mendorong solidaritas di Makassar,Sulawesi Selatan. Untuk membantu sesame rakyat mereka merancang solidaritas seperti yang pertama yaitu mengumpulkan gallon-galon air, untuk diberikan ke warga untuk cuci tangan. Kedua melakukan sebuah edukasi soal hak dari posisi rakyat kaum miskin kota yang tersebar di beberapa titik, terutama hakatas perlindungan social agar basis mengerti atas hak social mereka dari pemerintah. Karena bantuan dari pemerintah yang diharapkan untuk bisa menopang kebutuhan hidup tidak kunjung datang, dan rakyat banyak yang tidak mengetahui informasi atas hak bantuan itu.
Penutup
Dari semua cerita rakyat bantu rakyat di atas, banyak yang tetap bertahan sampai detik ini terutama karena terbukti pemerintah masih gagap untuk menanggulangi covid-19. Ratusan ribu orang yang sudah terpapar virus ini dan membuat banyak masalah.Sedangkan pemerintah masih saja membuat kebijakan dengan paradigma ekonomi.Keterpurukan ekonomi global dianggap sebagai peluang untuk menggenjot aktifitas ekonomi, sedangkan rakyat masih banyak yang terlantar bahkan kehilangan jiwanya karena tidak jelasnya upaya penanggulangan Covid-19 ini.Rakyat masih gelisah dan terus memperbaiki model solidaritas mereka.Dan ini yang menjadi modal bagi rakyat untuk mengantisipasi pembajakan akses sumberdaya dari kekuatan rakyat.Yang menentukan hari-hari esok adalah rakyat yang menentukan kedaulatannya sendiri.
****
Sekretariat IGJ
Email: keadilan.global@gmail.com / igj@igj.or.id
Website: www.igj.or.id
[1]Disampaikan oleh Virtous Setyaka dalam webinar IGJ: Serial diskusi Suara dari Pelosok Negeri wilayah Sumatera Barat dan Kepulauan Riau “Menyoal kebijakan Pemerintah tentang krisis multidimensi & Omnibus Law di tengah Pandemi covid-19”Pada tanggal 13 Mei 2020.