• id Indonesia
  • en English
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result

Respon Koalisi Pemantau Infrastruktur Indonesia Terhadap Siaran Pers PBB dan Pernyataan Pemerintah Indonesia

April 5, 2021
in Siaran Pers
Home Media Siaran Pers
947
SHARES
2.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Pernyataan Pers

Jakarta, 05 April 2021— Pembangunan infrastruktur pada hakikatnya bertujuan untuk memudahkan dan mendukung aktivitas ekonomi rakyat. Selain itu, pembangunan infrastruktur seharusnya berorientasi pada peningkatan ekonomi masyarakat. Melalui pembangunan infrastruktur, usaha pertanian, perikanan, industri rumahan skala kecil, dan aktivitas perdagangan yang dikelola oleh masyarakat dapat berkembang yang secara langsung akan berkontribusi pada pendapatan negara, baik itu dari sektor pajak maupun non pajak. Artinya pembangunan infrastruktur harusnya bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, terkhususnya kelompok rentan termasuk perempuan.

Di Indonesia, tidak sedikit pembangunan infrastruktur berakibat pada hilangnya mata pencaharian bahkan tempat tinggal masyarakat. Masyarakat yang sudah lama menetap di tanah mereka sering menjadi korban pembangunan infrastruktur atas nama kesejahteraan rakyat,    yang    pada    kenyataanya   hanya   menguntungkan   beberapa   kelompok   saja. Proyek-proyek  infrastruktur  yang  besar sering membutuhkan lahan luas juga berakibat pada pemiskinan kelompok rentan karena tempat tinggal dan sumber penghidupan mereka dihilangkan tanpa kendali sadar.

Saat ini, salah satu proyek infrastruktur di Indonesia yang sedang menjadi perhatian dunia adalah proyek pengembangan Pariwisata Super Premium Mandalika yang berada dalam Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika (KEK Mandalika), Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Proyek ini telah menuai berbagai kritik dari organisasi hak asasi manusia dan lingkungan  hidup  di  berbagai  negara,  termasuk  organisasi  Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain itu, proyek ini juga mendapat penolakan dari masyarakat, terkhususnya kelompok petani, nelayan, masyarakat dan perempuan Adat Sasak yang kehilangan tanah dan sumber kehidupannya karena proyek tersebut.

Beberapa alasan proyek pengembangan Pariwisata Super Premium Mandalika menjadi perhatian masyarakat dunia termasuk organisasi HAM PBB, dan Koalisi Pemantau Infrastruktur Indonesia diantaranya; (1) proyek yang dibangun di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat ini dibangun melalui dana utang luar negeri yang bersumber dari Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), salah satu lembaga keuangan infrastruktur. Artinya  proyek   ini   dibangun   melalui   dana   masyarakat   dunia   yang   dipinjam   oleh pemerintah Indonesia, (2) proyek ini telah disoroti media investigasi nasional dan media lingkungan  karena  terjadi  praktik  penggusuran  dan  penghilangan  hak-hak  masyarakat lokal, seperti hak mendapatkan penghidupan dan pekerjaan serta hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak, (3) masyarakat telah beberapa kali mengirim surat protes dan meminta kepada Presiden AIIB agar menghentikan penggusuran masyarakat di lokasi proyek, namun  pihak  AIIB  selalu  mengabaikan  permintaan  masyarakat  dengan  klaim bahwa mitranya, yakni pemerintah Indonesia dan ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation)  telah  menjalankan prosedur  perlindungan  lingkungan  dan  sosial  dengan benar.

Pada tanggal 31 Maret 2021, kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) telah menerbitkan siaran  pers  terkait  adanya  ancaman  HAM pada proyek pariwisata di Mandalika. Sehari setelahnya, Pemerintah Indonesia menjawab siaran pers tersebut dan menolak siaran pers UN.

Sebagai koalisi yang turut memantau pembangunan proyek infrastruktur utang di Mandalika, terutama terkait penerapan sistem perlindungan lingkungan dan masyarakat pada  proyek tersebut, serta  mendampingi  masyarakat  dalam  melindungi  hak  hidup mereka, kami perlu menyampaikan pernyataan pers sebagai berikut:

1.   Koalisi  Pemantau  Infrastruktur  Indonesia  memberi  apresiasi  yang  tinggi kepada OHCHR dan pakar PBB yang telah menyampaikan pernyataan pers yang tegas, serta kritik yang tepat terhapap AIIB, VINCI Construction Grands Project dan Pemerintah Indonesia. Sejak lama, kami telah mengkhawatirkan adanya pemiskinan massal akibat proyek ini. Hal ini ditandai dengan banyaknya masyarakat Adat Sasak yang terpaksa meninggalkan tanahnya karena proyek pengembangan Pariwisata Super Premium Mandalika dibangun tepat di lahan masyarakat. Nelayan di pesisir selatan Pulau Lombok juga tergusur karena proyek tersebut. Proyek ini akan memberikan dampak negatif terhadap kelompok rentan terutama perempuan yang terancam miskin secara turun temurun di lokasi proyek tersebut.

2.   Sebagai koalisi yang menghimpun organisasi HAM, bantuan hukum dan lingkungan hidup, kami menyatakan mendukung penuh semua pernyataan PBB terkait perlunya uji tuntas (due diligence) AIIB dan perusahaan swasta pada proyek pengembangan pariwisata Mandalika untuk mengidentifikasi, mencegah, mitigasi dan mempertanggungjawabkan dampak buruk proyek terhadap masyarakat dan hak asasi mereka sebagaimana diatur dalam prinsip panduan PBB mengenai bisnis dan HAM.

3.   Melihat banyaknya korban penggusuran yang termasuk perempuan dan masyarakat miskin (petani, nelayan dan masyarakat adat), kami sejalan dengan pernyataan PBB bahwa proyek pengembangan Pariwisata Super Premium Mandalika merupakan proyek yang berseberangan bahkan bertentangan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Oleh karena itu, kami meminta proyek ini ditinjau ulang, dan masyarakat yang menjadi korban atas proyek ini agar haknya dipulihkan kembali.

4.   Perlu kami tegaskan bahwa konflik lahan, penggusuran dan penghilangan aset-aset penghidupan masyarakat di Pulau Lombok, terkhususnya di area proyek Pariwisata Super Premium  Mandalika  tidak  hanya  terjadi  di  pembangunan  sirkuit  MotoGP,

melainkan juga di proyek pengembangan kawasan wisata pantai, kawasan hotel dan resor  mewah,  hingga perkantoran ITDC. Dari sumber kami di lapangan, penggusuran masyarakat juga dialami oleh pedagang-pedagang kaki lima yang didominasi oleh perempuan. Dengan demikian, pemiskinan masyarakat dan konflik lahan  tidak  hanya  terjadi  di  kawasan  sirkuit,  melainkan di hampir seluruh area proyek pengembangan pariwisata ITDC.

Berdasarkan pernyataan ini, kami Koalisi Pemantau Infrastruktur Indonesia meminta kepada Presiden  AIIB  dan  direktur  perusahaan-perusahaan  swasta  yang  terkait  atau terlibat  di  proyek  pengembangan  kawasan  pariwisata  mandalika  seperti  VINCI Construction Grands Projets, Club Med, Accor, Dorna Sports dan EBD agar meninjau ulang dukungan pendanaan dan pengerjaan proyek pariwisata Mandalika. Selain itu, kami juga meminta AIIB dan perusahaan-perusahaan swasta terkait untuk mendesak ITDC dan Pemerintah   Indonesia  agar  segera  menghentikan  penggusuran  masyarakat  miskin, terutama perempuan di kawasan Mandalika dan menjalankan prinsip panduan PBB mengenai bisnis dan HAM. Kami juga mendesak kepada pemerintah negara-negara perusahaan  swasta  tersebut dan pemerintah negara-negara yang tergabung dalam AIIB untuk melindungi masyarakat miskin yang tengah memperjuangkan hak-hak mereka, begitupun  para  aktivis  HAM  dan  lingkungan  hidup, jurnalis yang sedang mendampingi masyarakat serta memantau proyek utang AIIB di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Kepada pemerintah Indonesia, terkhususnya Presiden Joko Widodo, kami mendesak untuk mematuhi dan menjalankan semua rekomendasi PBB yakni mendesak ITDC agar menghormati hak asasi manusia dan mengakhiri penggusuran dan konflik lahan dengan masyarakat,  juga menghentikan pemiskinan kelompok rentan, terkhususnya perempuan yang sejak lama memperoleh penghidupan di lahan maupun di pesisir Lombok Tengah. Kami sangat mempercayai bahwa tujuan proyek ini tidak akan terwujud bila konflik sosial dan  lahan  di  kawasan  Mandalika  tidak  diselesaikan. Sebaliknya, proyek ini hanya akan dikenal sebagai proyek penggusuran massal dan pemiskinan kelompok rentan, terkhususnya perempuan dan masyarakat Adat Sasak.

Demikian pernyataan sikap Koalisi Pemantau Infrastruktur Indonesia.

Jakarta, 5 April 2021

Koalisi Pemantau Infrastruktur Indonesia.

Eksekutif Nasional WALHI, Edo Rakhman (0813 5620 8763)
Amnesty International Indonesia, Usman Hamid (0811 812 149)
Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Selatan, Muh Al Amin (0822 9393 9591)
Eksekutif Daerah WALHI Jawa Barat, Meiki Paendong (0857 2145 2117)
Eksekutif Daerah WALHI Nusa Tenggara Barat, Murdani (0819 0991 9748)
Indonesia for Global Justice, Parid Ridwanuddin (0812 3745 4623)
Indonesia Legal Resorce Center, Uli (0878 7668 9771)
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati (0821-1172-7050)
Pusat Studi Keadilan Sosial Publik Virtue Research Institute, Naufal Rofi.

Tags: Bisnis & HAMInfrastruktur
Previous Post

Negara Maju Masih Memblokir Proposal TRIPS Waiver, Akses Vaksin Masih Terancam

Next Post

Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Indonesia for Global Justice

Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu,
Jakarta Selatan - Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540
Telepon: (021) 7941655

© 2023  - Indonesia for Global Justice


Berlangganan Sekarang!

Ikuti berita terbaru dari Indonesia for global justice, berlangganan sekarang!

Terimakasih telah berlangganan di Indonesia for global justice


  • id Indonesia
  • en English
No Result
View All Result

Indonesia for Global Justice
Jl.Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu Jakarta Selatan - 12540
Telepon: (021) 7941655

  • Indonesia