Artikel Monitoring IGJ_Oktober 2019
Monopoli Akses Kesehatan Covid-19
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan rekomendasi antibodi monoklonol netralisasi melalui WHO Therapeutics and Covid-19: Living Guidline pada 24 September 2021. Salah satu obat tersebut adalah Molnupiravir. Molnupiravir adalah obat atau pil anti-virus yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, yaitu Merck & Co bekerjasama dengan Ridgeback Biotherapeutics.
Obat ini awalnya dikembangkan untuk Venezuelan Equine Encephalitis virus (VEES). Ketika diteliti lebih dalam, obat ini mampu menangani penyakit berbasis virus rna, meliputi virus corona, influenza, chikungunya, dan Ebola. Keitika dihadapkan pada kondisi pandemi, penelitian Molnupiravir difokuskan untuk virus SARS-Cov-2. Merck dan Ridgeback Biotherapeutics mengklaim bahwa obat ini mengurangi risiko rawat inap atau kematian sekitar 50% untuk pasien dengan kasus Covid ringan atau sedang.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) diumumkan telah membeli 1,7 juta program pengobatan seharga USD 1,2 miliar bahkan sebelum uji klinis diumumkan.[1] Hal ini mengingatkan pada penimbunan remdesivir pada tahun 2020 lalu. Merck juga diindikasikan bahwa pihaknya sedang bernegosiasi dengan pembeli lain yang kemungkinan besar adalah negara-negara berpenghasilan tinggi. Dengan begitu negara-negara ini akan mendapatkan stok pertama. Dengan kondisi stok yang masih sangat sedikit, kemungkinan hanya akan ada sedikit stok tersisa untuk negara miskin dan berkembang.
Pasca pengumuman ini, banyak pihak memprediksi bahwa akan ada kekurangan pasokan, harga yang tinggi, dan lisensi sukarela terbatas yang akan membatasi akses obat ini pada banyak orang yang sangat membutuhkan di seluruh dunia. Seperti yang terjadi pada kebutuhan peralatan kesehatan yang terjadi sejak awal masa pandemi Covid-19.
Dalam sebuah dokumen yang dirilis, harga kontrak Merck ke AS adalah USD 700 per perawatan. Harga ini jauh melebihi perkiraan biaya produksi, karena obat ini diproyeksikan hanya USD 17,74 per rangkaian pengobatan berdasarkan biaya produk farmasi aktif, bahkan dengan metode produksi yang dioptimalkan bisa turun menjadi USD 3,86 – USD 8,64[2]. Merck membebankan harga kepada AS lebih dari 35 kali lipat. Walaupun penjualan ke negara miskin dan berkembang akan diberikan diskon, tetapi tidak menutup kemungkinan Merck akan tetap mengenakan harga generik tertinggi.
Merck memang dilaporkan memberikan lisensi kepada delapan perusahaan generik India untuk menyediakan tambahan kapasitas produksi. Namun, hanya 104 negara yang diberikan lisensi. Salah satu alasan Merck membatasi wilayah lisensinya adalah karena Merck bermaksud mengambil untung dari harganya di negara-negara yang dikecualikan, khususnya Negara-Negara Berpenghasilan Menengah Atas[3]. Jika delapan perushaan obat generik India berhasil dipasarkan pun, kondisi ini tidak dapat memenuhi sekitar 70% sisa kebutuhan global.
Monopoli Merck Melalui Paten Obat Molnupiravir
Monopoli kekayaan intelektual oleh Merck akan menghalangi akses pengobatan di seluruh dunia. Sementara skema lisensi tetap tidak cukup untuk memberikan jangkauan kepada kebutuhan terkait ini. Di Indonesia, Paten atas Molnupiravir baru didaftarkan pada 2020, artinya kemungkinan besar paten baru akan disetujui dua tahun kemudian. Dari sisi regulasi, baru lisensi wajib ataupun penggunaan paten oleh pemerintah (patent for government used) baru dapat dilakukan setelah paten disetujui.
Selain Molnupiravir masih ada beberapa obat lain yang menjadi kandidat pengobatan Covid-19 yang dapat dilihat pada tabel berikut. :
No. | Nama obat | HET | Patent Status | Produsen |
1. | Favipiravir IDW00201103243 ID20010396 | 22.500/tablet | Granted | Beta Pharmacon (Avigan) Kimia Farma (Favipiravir) Kimia Farma (Avicov) Mersifarma (Covigon) prapta Nirmala (Avifavir) Hexpharm (Favipiravir) Kalbe (Favikal) |
2. | Remdesivir IDW00201003923 IDW00201300690 IDP00201703424 | 510.000/vial | Granted | Darya-Varia (Remidia) Infion (Remeva) SOHO (Cipremi) Indofrarma (Desrem) Dexa Medica (Jubi-R) Amarox (Convifor) |
3. | Oseltamivir | 26.000/kapsul | Expired | Indofarma (Oseltamivir) Boehringer (Tamiflu) Amarox (Fluvir) Sampharindo (Nocovir) Etana (Decivir) Indofarma (Oseltamivirphosphate) |
4. | Ivermectin 12 mg tablet | 7.500/tablet | Expired | Harsen (Ivermax) Sanbe (Meetinsanbe) Indofarma (Ivercov) Indofarma (Ivermectin) |
5. | Tocilizumab 400mg/20 Infus IDW00200502888 IDW00201002194 IDW00200401730 IDW00200502888 | 5.710.600/vial | Granted | Boehringer (ACEMTRA) |
6. | Tocilizumab 80 mg/4 ml Infus | 1.162.200/vial | Granted | Boehringer (ACEMTRA) |
7. | Azithromycin 500 mg | 1.700/tablet | Expired | Novell (Azhitromycin Dihydrate) Dipa (Azhitromycin Dihydrate) Tempo Scan (Trozin) Interbat (Zycin) Hexpharm (Azhitromycin Dihydrate) Pfizer (Zithromax) |
8. | Azithromycin 500 mg infus | 95.400/vial | Expired | Dexa Medica(Azomax) Natura (Azitum) Pharos (Aztrin) |
9. | Sarilumab IDW00200803879 IDW00201203165 | Granted | Belum ada produsen, namun paten dipegang oleh Regeneron Pharmaceuticals, US |
Hambatan monopoli kekayaan intelektual dalam akses pada obat-obatan terkait Covid-19 harus dihilangkan. Akses global ke pengobatan antivirus ini menjadi sebuah keharusan moral. Akses pengobatan yang berkualitas dan tepat waktu akan mengurangi kemungkinan berkembangnya mutasi tambahan dan penularan lainnya. Proposal TRIPS Waiver yang saat ini diusulkan di WTO harus segera diloloskan untuk menghentikan hambatan kekayaan intelektual agar dunia cepat keluar dari situasi pandemi. ****
Penulis:
Agung Prakoso, Koordinator Advokasi IP Monopoly, IGJ
Shinta Ayu Agustyna, Mahasiswa Universitas Sriwijaya
[1] https://www.hhs.gov/about/news/2021/06/09/biden-administration-announces-us-government-procurement-mercks-investigational-antiviral-medicine-covid-19-treatment.html
[2] https://scholar.harvard.edu/files/melissabarber/files/estimated_cost-based_generic_prices_for_molnupiravir_for_the_treatment_of_covid-19_infection.pdf
[3] https://healthgap.org/mercks-molnupiravir-overcoming-impending-barriers-to-affordable-global-access/