Press Release
Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia
Peningkatan Militerisasi dan Pertemuan Penyelesaian Sengketa Palsu selama Gelaran World Superbike Race Maret 2023
Anggota komunitas lokal di Mandalika telah melaporkan sekuritisasi atau pengamanan yang lebih berat serta ketat pada acara World Superbike bulan Maret 2023 dibandingkan dengan acara balap motor sebelumnya yang diadakan di Mandalika International Street Circuit. Ini memerlukan penyelidikan lebih teliti dan mendalam dari AIIB, terutama mengingat yang ketiga Komunikasi PBB dari Prosedur Khusus tentang intimidasi terkait dengan proyek Mandalika.
Komandan Satuan Brimob Polda NTB Kombes Pol. Komaruz Zaman menyatakan bahwa “pasukan Brimob [SWAT taktis] yang dikerahkan sedang memantau situasi dan antisipasi adanya tanda-tanda teror, kerusuhan, dan bencana alam”. Pengerahan itu termasuk penembak jitu (sniper), yang menurut Komandan Komaruz diperlukan “untuk membantu mengamankan situasi acara WSBK”. Anggota pasukan keamanan Indonesia juga telah melakukan latihan anti-protes di sirkuit Mandalika, melibatkan unit Brimob dengan perlengkapan anti huru hara yang berlatih menggunakan meriam air untuk membubarkan massa. Seorang anggota masyarakat yang terkena dampak berkata: “Saya merasa terancam karena seorang petugas intelijen mengunjungi saya dan mengatakan kepada saya bahwa saya tidak boleh berpartisipasi dalam protes damai dalam bentuk apapun, termasuk protes terkait hak atas tanah saya selama Balapan Superbike Dunia (World Superbike Race) ini”.
Masyarakat Mandalika menuntut proses penyelesaian sengketa yang lebih holistik, yang akan mengatasi dampak sosial-ekonomi negatif dari tanah, rumah, tanaman dan sumber daya alam yang diambil atau dihancurkan karena pembangunan proyek Mandalika, serta hilangnya mata pencaharian bagi semua masyarakat yang terkena dampak. .
Saat ini, pemerintah Indonesia memimpin proses penyelesaian sengketa palsu, yang dirancang hanya dapat diakses oleh keluarga yang memiliki sumber daya untuk membayar penasihat hukum atau pengacara. Dalam dua pertemuan yang digelar hingga saat ini, beban pembuktian ada pada anggota masyarakat yang harus mengungkapkan data kepemilikan tanah, bukan pada ITDC yang belum mengungkapkan survei tanah yang komprehensif di kawasan Mandalika. Alih-alih memimpin proses penyelesaian sengketa tanah yang dapat diakses oleh semua orang yang terkena dampak, Gubernur Nusa Tenggara Barat malah secara aktif mendorong anggota masyarakat untuk membawa kasus sengketa tanah terhadap ITDC ke pengadilan agar mereka mendapatkan keputusan akhir tentang kepemilikan tanah dan kompensasi, dimana hal ini menempatkan keluarga miskin secara materiil dan sumber daya dalam risiko yang besar dapat terpinggirkan atau dikecualikan dari proses sama sekali.
Pemerintah Indonesia juga harus bertanggung jawab terhadap adanya intimidasi terhadap orang-orang yang terkena dampak proyek yang ingin mengorganisir protes damai atas hak tanah mereka selama gelaran World Superbike: staf gubernur setempat mengatakan kepada komunitas masyarakat yang berpengaruh bahwa “jika mereka ingin mengadakan aksi protes, mereka harus mempertimbangkan keamanan dan keselamatan mereka yang akan bergabung”, hal ini tentu saja membuat mereka membatalkan rencana untuk melakukan protes secara damai. Ancaman terselubung ini seharusnya tidak dilakukan oleh Gubernur NTB sebagai pemerintah yang bertanggung jawab atas proses penyelesaian sengketa.
Mengingat dampak yang menghancurkan dari sengketa tanah di Mandalika dan kurangnya transparansi dan keterlibatan yang bermakna dari ITDC dalam setiap proses penyelesaian sengketa tanah, AIIB harus mempublikasikan audit yang dilakukannya atas survei tanah ITDC sebagai prasyarat untuk persetujuan proyek.
Muhammad al Amin, koordinator KPPII mengatakan: “Intimidasi dan pemaksaan yang terjadi kepada Masyarakat Adat selama gelaran olahraga internasional tentu tidak bisa diterima – terkhusus yang dilakukan oleh anggota staf dari kantor gubernur yang memimpin proses penyelesaian sengketa tanah palsu yang sedang berlangsung. Masyarakat yang terkena dampak memiliki hak untuk secara bebas mengungkapkan pendapat mereka dan berkumpul secara damai untuk mengadvokasi hak atas tanah mereka. Mereka berhak mendapatkan mekanisme penyelesaian sengketa tanah yang lebih mudah diakses, transparan, dan bermakna”.
AIIB harus bekerja untuk memastikan bahwa kliennya, ITDC, dan pemerintah Indonesia memimpin proses penyelesaian sengketa yang bermakna, dapat diakses, dan efektif, yang harus:
- Didasarkan pada pengungkapan secara transparan dokumentasi proyek utama, termasuk penilaian AIIB atas survei tanah kliennya terhadap persyaratan perlindungan bank.
- Didasarkan pada evaluasi holistik independen dari dampak negatif secara sosial-ekonomi dari proyek Mandalika – tidak hanya dalam hal kehilangan tanah, tetapi juga dalam hal hilangnya pendapatan dan mata pencaharian karena penghancuran sumber daya alam dan pertanian masyarakat, ketidakmampuan untuk mengakses laut dan pantai, dan pembatasan pengoperasian usaha kecil di wilayah proyek Mandalika – untuk memberikan pemulihan yang efektif bagi orang-orang yang terkena dampak proyek. Evaluasi ini harus mendapat masukan dari masyarakat sipil setempat dan diungkapkan sebelum dimulainya proses penyelesaian sengketa.
- Melibatkan semua anggota masyarakat yang terkena dampak di wilayah proyek Mandalika dan wilayah pengaruh proyek, termasuk mereka yang tanahnya telah dibebaskan tanpa atau kompensasi yang tidak memadai; mereka yang telah dipindahkan secara paksa dan hidup dalam kondisi yang tidak sehat dan sulit selama lebih dari tiga tahun; mereka yang telah dipindahkan secara permanen dan kekurangan air bersih dan akses ke mata pencaharian; mereka yang harus meninggalkan Mandalika untuk mencari pekerjaan di tempat lain karena proyek tersebut; dan semua orang yang mata pencahariannya terkena dampak negatif dari proyek Mandalika.
- Melibatkan organisasi berbasis komunitas lokal dan organisasi masyarakat sipil yang telah mendukung orang-orang yang terkena dampak proyek.
- Memastikan lingkungan yang bebas dari pembalasan, mengingat intimidasi orang-orang yang terkena dampak proyek oleh pejabat pemerintah, petugas intelijen, dan pasukan keamanan.
Oleh karena itu, kami Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia (KPPII) bersama seluruh masyarakat terdampak proyek pariwisata Mandalika menuntut AIIB harus mengambil tindakan dengan serius terhadap setiap pembalasan kepada masyarakat yang sedang memperjuangkan haknya. Menghentikan penggunaan kekerasan yang berlebihan terhadap masyarakat adat Sasak di wilayah proyek Mandalika dan wilayah pengaruh proyek, termasuk sirkuit Mandalika. Terakhir, AIIB dan negara – negara anggotanya harus menyelamatkan masyarakat dan mengakhiri penderitaan masyarakat adat sasak yang menjadi korban proyek Mandalika.
Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia
- ASLI Mandalika
- LSBH NTB
- Indonesia for Global Justice
- Satya Bumi
- INDIES
- LBH Mataram
- WALHI Sulawesi Selatan
- WALHI Nusa Tenggara Barat
- WALHI Jawa Barat
Cp: Muhammad Al Amin, 082293939591