Jakarta, 8 Oktober 2023 – Setelah mengalami penundaan akhirnya Sekretariat JETP (Just Energy Transition Partnership) meluncurkan draft Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP). “Sayangnya dokumen CIPP itu belum mencerminkan keadilan iklim,”ujar Firdaus Cahyadi, Communication Specialist 350.org Indonesia.
Seperti diketahui di sela-sela KTT G20 di Bali 2022 lalu, Indonesia berhasil menggalang pendanaan untuk transisi energi dari negara-negara industri maju. Skema pendanaan itu bernama JETP. Skema pendanaan itu diperuntukan untuk mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), penyebab krisis iklim, dari sektor energi. Salah satu syarat dari pendanaan itu adalah Indonesia harus menyusun CIPP.
Salah satu point yang tidak mencerminkan keadilan iklim itu, lanjut Firdaus Cahyadi, tidak adanya skema pendanaan bagi pengembangan energi terbarukan berbasis komunitas. “Padahal energi terbarukan berbasis komunitas ini bisa membuka akses warga miskin, utamanya yang berada di kawasan terpencil, terhadap listrik,” ujarnya, “Warga miskin di kawasan terpencil juga memiliki hak atas pembangunan yang sama dengan warga di perkotaan lainnya.”
Hak atas energi atau listrik, menurut Firdaus Cahyadi, adalah bagian dari hak atas pembangunan. “Konsekuensi dari hak atas pembangunan itu adalah kewajiban pemerintah untuk memenuhinya,” jelasnya.
Ketidakadilan iklim juga tercermin dari komposisi pendanaan JETP yang tertuang dalam CIPP tersebut. “Komposisi pendanaan JETP didominasi oleh utang luar negeri,” ujar Rahmat Maulana Sidik, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), “Mobilisasi pendanaan dalam JETP ini adalah jebakan utang baru bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia dengan dalih “transisi energi.”.
Menurut Maulana, Indonesia sebagai negara penerima dana JETP seharusnya berhati-hati terhadap mekanisme pendanaan JETP. “Karena negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG) dominan memberikan pendanaan dalam bentuk utang sebesar USD 6.936,5 million sementara dana hibahnya hanya sebesar USD 292 million,” jelasnya, “Artinya komposisi hibah hanya 2,5% dan selebihnya 97,5% adalah utang. Sehingga, terang sebenarnya motif dari negara-negara maju tidak benar-benar serius dalam melakukan transisi energi berkeadilan melainkan menjerat negara melalui utang luar negeri.”
Kontak Media:
Firdaus Cahyadi
Communication Specialist 350.org Indonesia,
e-mail: firdaus.cahyadi@350.org
Rahmat Maulana Sidik
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ
rahmat.maulana@igj.or.id