Siaran Pers – Menjelang Sidang Putusan Banding Paten atas Obat TB Bedaquiline
Jakarta, Selasa (7/11) – Indonesia for Global Justice (IGJ) bersama dengan Indonesia AIDS Coalition (IAC) mengajukan Permohonan Keberatan atas Pemberian Paten (Banding Paten) terhadap Obat Tuberkulosis Bedaquiline dengan Formulasi Tablet yang Terdispersi di Komisi Banding Paten, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum dan HAM. Gugatan Banding Paten ini diajukan sejak bulan November 2022 dan akan memasuki tahap sidang putusan dalam waktu dekat. IGJ dan IAC sebagai pemohon menggugat Perusahaan Farmasi asal Amerika Serikat, Johnson & Johnson, melalui anak perusahaan mereka Janssen yang telah mendaftarkan paten perpanjangan atas obat TB tersebut. Pemohon menilai bahwa paten yang didaftarkan adalah paten sekunder atau paten perpanjangan dan tidak layak untuk mendapatkan hak paten karena tidak mengandung langkah inventif. Menjelang sidang putusan tersebut, IGJ dan IAC mendukung Majelis Hakim untuk mengabulkan gugatan tersebut sebagai harapan untuk mewujudkan akses pada obat TB.
Direktur Eksekutif IGJ, Rahmat Maulana Sidik, menyampaikan bahwa ini adalah kali pertama Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) mengajukan keberatan atas pemberian paten dan harus menjadi atensi dari semua pihak. “Gugatan Banding Paten ini kami ajukan karena sudah jelas tidak memenuhi syarat pemberian paten dan hanya merupakan upaya perpanjangan paten semata, ini kali pertama OMS mengajukan Banding Paten dan mungkin akan menjadi penggerak untuk selanjutnya. untuk itu meminta DJKI, Kementerian Hukum dan HAM RI harusnya mempertimbangkan untuk mencabut paten yang telah diberikan kepada Johnson & Johnson”
Kuasa Hukum Pemohon, Ranggalawe Suryasaladin, menyampaikan alasan tidak terpenuhinya syarat paten yang menjadi landasan bagi gugatan pemohon adalah tidak adanya langkah inventif. “Dalam gugatan, bukti-bukti, serta saksi-saksi yang telah kami hadirkan cukup jelas menunjukkan bahwa paten atas obat ini tidak mengandung langkah inventif. Artinya, yang menjadi dasar pendaftaran paten, khususnya terkait tata cara pembuatan obat ini sudah diketahui secara umum atau biasa dilakukan oleh peneliti maupun seseorang yang ahli di bidangnya (person skilled in the art). Oleh karena itu, ini adalah sesuatu yang jelas atau obvious jadi tidak memenuhi langkah inventif sebagai syarat untuk mendapatkan paten.”
Pemohon juga menyampaikan bahwa pengabulan terhadap banding paten ini akan membuka potensi untuk memproduksi ini obat dalam versi generik karena paten atas Bedaquiline seharusnya berakhir pada tahun 2027, tetapi terjadi perpanjangan hingga 2036.
Direktur Eksekutif IAC, Aditya Wardhana, menyampaikan bahwa selama ini paten telah menjadi hambatan nyata bagi produksi versi generik dari obat-obatan esensial. “Upaya perpanjangan paten yang dilakukan terhadap obat ini menghilangkan potensi bagi produksi versi generik. Selain itu paten atas obat ini akan membuat harganya menjadi mahal. Harga obat ini versi paten ditetapkan sebesar USD 3.000 per pasien per enam bulan untuk negara maju dan USD 900 per pasien per enam bulan untuk negara berkembang, artinya di negara berkembang pun diperlukan sekitar USD 150 per pasien untuk satu bulan pengobatan. Padahal menurut studi yang dipaparkan di European AIDS Conference, berdasarkan perkiraan biaya bahan aktif, eksipien, formulasi, pengemasan, dan margin keuntungan yang wajar, harga aktual Bedaquiline adalah USD 8,8–16,4 per pasien per bulan. Jadi dapat dilihat bahwa harga yang ditetapkan oleh Janssen adalah berkali-kali lipat dibandingkan harga asli. Padahal, obat ini esensial bagi penanganan TB yang telah mencapai lebih dari 900.000 kasus di Indonesia. Kita ingin mendorong agar tidak ada perpanjangan masa paten di tengah krisis ini.”
Untuk itu, masyarakat sipil mendukung agar Majelis Hakim mengabulkan gugatan banding paten ini. “Kami ingin Majelis Hakim dalam mengambil keputusan juga mempertimbangkan keterkaitan antara paten dengan kepentingan kesehatan publik, utamanya sehubungan dengan akses ke obat-obatan esensial. Sehingga permohonan kami dapat dikabulkan karena dampaknya akan sangat positif bagi masyarakat luas,” tambah Aditya Wardhana.
Narahubung:
Agung Prakoso
Program Officer, Indonesia for Global Justice
E: agung.prakoso@igj.or.id
P: +62 85788730007
Klik tombol dibawah ini untuk mengunduh versi PDF
Tentang Indonesia for Global Justice:
Indonesia for Global Justice adalah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang berfokus pada isu Perdagangan Bebas dan dampaknya kepada masyarakat termasuk pada sektor pertanian, terutama hak atas pangan dan benih. Selengkapnya di: igj.or.id
Tentang Indonesia AIDS Coalition:
Indonesia AIDS Coalition adalah sebuah organisasi berbasis komunitas yang bekerja sama dengan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan HIV-AIDS. Selengkapnya di: iac.or.id
Tentang Permohonan Banding atas Pemberian Paten (Patent Opposition):
Adalah sebuah langkah litigasi untuk mengajukan keberatan atas pemberian suatu paten di Komisi Banding Paten, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM. Langkah ini dilakukan karena paten yang diberikan tidak memenuhi persyaratan paten dan bertentangan dengan kepentingan kesehatan publik, utamanya akses masyarakat ke obat-obatan esensial.
Selengkapnya di:
- https://igj.or.id/menilik-potensi-upaya-banding-paten-patent-opposition-untuk-meningkatkan-akses-obat-di-indonesia/
- https://www.twn.my/title2/briefing_papers/twn/Secondary%20patents%20TB%20TWNBP%20Oct%202023%20Sivasubramanian.pdf