Denpasar, 21 Mei 2024. Indonesia for Global Justice (IGJ) bersama Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan Pasraman air menyelenggarakan diskusi sesi parallel People’s Water Forum di Bali dengan tema “Di Balik Risiko Privatisasi: Keterkaitan antara Perampasan Hak Atas Air dengan Mekanisme Pembiayaan Pembangunan”. Mekanisme pembiayaan dalam bentuk swasta (privatisasi) maupun kerjasama antara pemerintah dan badan swasta (KPBU) saat ini sedang dilakukan secara masif terutama di era pemerintah saat ini.
Tema ini menjadi topik pemantik diskusi, dimana saat ini tren privatisasi seringkali negatif namun solusi pemerintah saat ini seperti mendorong skema pembiayaan proyek KPBU belum menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Bahkan, skema pembiayaan ini dilihat sebagai solusi pembangunan terbaik saat ini. Namun, realitanya masih banyaknya praktek ketidakadilan yang terjadi di tingkat tapak seperti persoalan perampasan hak atas air, tanah, kelestarian lingkungan, kesehatan dsb. Justru skema ini memiliki dampak risiko tidak hanya pada tingkat tapak namun berdampak luas seperti kerentanan fiskal suatu negara.
Pada diskusi ini, Komang Audina permana Putri selaku koordinator program isu utang dan keuangan berkelanjutan Indonesia for Global Justice melihat terdapat hubungan kerentanan fiskal suatu negara seperti meningkatnya nilai utang publik terhadap mekanisme pembiayaan proyek-proyek KPBU.
“Untuk mempercepat pembangunan infrastuktur di indonesia, dulu sangatlah bergantung pada pinjaman luar negeri namun berbeda dengan kondisi sekarang yang lebih pada bentuk Business to Business yakni BUMN yang berhutang dengan pihak dengan swasta melalui skema KPBU”, kata Komang Audina.
“Jika kita melihat komposisi utang pemerintah Indonesia dimana utang luar negeri semakin menurun, hal ini semata-mata bukanlah hal yang dapat dibanggakan. Namun, perlu juga mengupas bagaimana utang publik kita bergerak naik. Utang publik bukanlah terdiri dari hanya utang pemerintah tetapi segala bentuk utang yang secara tidak langsung ditanggung oleh publik seperti utang-utang BUMN. Tren utang BUMN ini meningkat seiring dengan rancangan pembangunan pemerintah saat ini”, tegas Komang Audina.
Banyak proyek yang mengakibatkan pemerintah Indonesia harus menanggung langsung kerugian finansial untuk menyelamatkan badan usaha publik yang terlilit utang seperti penyertaan modal terhadap BUMN. Belum lagi jika mengacu pada laporan Statistik Utang Publik yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, masih ada kelemahan pencatatan utang BUMN saat ini yang berarti persoalan transparansi masih tinggi.
Namun di berbagai forum internasional, tren skema pembiayaan KPBU cenderung melihat bagaimana skema ini sebagai solusi terbaik. Risiko-risiko dibaliknya seolah tertutup rapi belum lagi jika proyek-proyek yang dirancang pemerintah ini tidak melibatkan masyarakat sipil dalam proses perencanaan dan persiapan proyek. Bahkan seringkali potensi nilai proyek yang didapat semata-mata sudah menjadi acuan keberhasilan pemerintah tanpa menyesuaikan dan melihat kebutuhan masyarakat adat dan lingkungan proyek.
Gurnadi Ridwan, Manager Anggaran Lingkungan dan Sumber Daya Alam Seknas FITRA memaparkan bahwa Utang BUMN saat ini telah mencapai 1.640 Triliun sepanjang tahun 2022, di tahun 2023 ada 7 BUMN yang dinonaktifkan dan banyak BUMN yang mengalami kebangkrutan. Hal tersebut tidak hanya akan meningkatkan beban keuangan negara yang berkewajiban untuk menanggung tetapi pilihan lainnya yaitu adanya potensi untuk melepas aset badan usaha kepada swasta.
“Seharusnya pemerintah lebih berhati-hati dan menyaring proyek-proyek KPBU yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi lingkungan maupun sumber daya alam yang tidak hanya dapat menjamin keberlanjutan proyek atau usaha namun keadilan terhadap penyebaran manfaat proyek tersebut, seperti proyek tata kelola air SPAM”, tegas Komang Audina. “Adanya skema KPBU ini juga tidak terlepas dari potensi resiko kegagalan pemenuhan kewajiban finansial pada beberapa proyek yang didanai BUMN dan juga dapat berdampak langsung pada masyarakat di daerah proyek”, jelas Gurnadi Ridwan.
Narahubung :
Komang Audina Permana Putri
Koordinator Isu Utang dan Keuangan Berkelanjutan
Indonesia for Global Justice