Perjanjian BIT (Bilateral Investment Treaty) atau Perjanjian Investasi Bilateral merupakan payung hukum dalam menjamin investasi di negara tujuan (host state). Umumnya, perjanjian ini dibuat untuk menarik minat investor lebih banyak baik dari dalam maupun luar negeri demi peningkatan ekonomi dan pembangunan. Yang menjadi persoalan krusial ketika perjanjian BIT ini memberikan fasilitas penuh bagi investor tanpa mempertimbangkan apakah pemberian perlindungan investasi itu mengancam kedaulatan negara dan rakyat kedepannya atau tidak. Bahkan, akankah kebijakan itu benar-benar menarik investasi lebih banyak ke dalam negara tujuan atau justru menjadi celah hukum bagi investor nakal dalam memanfaatkan celah hukum dalam perjanjian BIT. Ragam pertanyaan ini wajar saja muncul sebagai diseminasi publik maupun fakta yang terjadi secara langsung. Karena perjanjian BIT ini tidak saja menjamin perlindungan terhadap investasi, melainkan juga memberikan keleluasaan bagi investor dalam menggugat negara bila investasinya dirugikan oleh kebijakan negara penerima investasi. Mekanisme penyelesaian sengketa investasi inipun dijamin melalui ISDS (investor-state dispute settlement). Dimana klausul ISDS memberikan jaminan bagi investor untuk menggugat negara di arbitrase internasional. Klausul ini tidak berlaku sebaliknya bagi negara dalam menggugat investor yang merugikan negara dan rakyat. Kalau demikian, maka pemberian perlindungan investasi berlebihan dengan adanya klausul ISDS dalam BIT ini berpotensi besar mengancam kedaulatan negara dan rakyat. Dalam penelitian ini akan mengulas kasus gugatan investor terhadap Indonesia mengakibatkan krisis legitimasi atas kebijakan yang dibuat oleh negara. Termasuk menyoroti perlindungan investor dan mekanisme ISDS apakah bertentangan atau tidak secara konstitusional.
Baca Selengkapnya Klik Tombol dibawah ini
Baca jurnal ini juga di https://jurnal.umsu.ac.id/index.php/KONSTITUSI/article/view/14567/pdf