Dalam laporan baru UNCTAD yang dirilis pada tanggal 4 Juni, PBB menyuarakan kekhawatiran atas meningkatnya beban utang. Laporan yang berjudul “A world of debt 2024: A growing burden to global prosperity”, menyoroti lonjakan utang pemerintah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Utang yang terdiri dari pinjaman umum pemerintah domestik dan eksternal mencapai puncak bersejarah sebesar yaitu $97 triliun pada tahun 2023, naik sebesar angka yang signifikan yaitu $5,6 triliun dari tahun sebelumnya.
Khususnya di Afrika, melemahnya perekonomian akibat berbagai krisis global telah mengakibatkan beban utang yang lebih besar. Jumlah negara Afrika dengan rasio utang terhadap PDB di atas 60% telah meningkat dari 6 menjadi 27 negara antara tahun 2013 dan 2023.
Sejak tahun 2010, negara-negara berkembang meminjam dari beragam kreditur (yakni, bilateral, multilateral, swasta), namun kreditor swasta masih menduduki posisi tertinggi. Bahkan, porsi utang publik luar negeri kepada kreditor swasta telah meningkat di seluruh wilayah, mencakup 61% dari total utang publik luar negeri negara-negara berkembang pada tahun 2022.
Sementara itu, pembayaran utang menjadi lebih mahal dan hal ini sangat merugikan negara-negara berkembang. Pada tahun 2023, negara-negara berkembang membayar bunga bersih sebesar $847 miliar, meningkat 26% dari tahun 2021. Negara-negara berkembang meminjam dengan tingkat bunga dua hingga empat kali lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat dan enam hingga 12 kali lebih tinggi dibandingkan Jerman.
Pembayaran bunga di negara-negara berkembang tidak hanya tumbuh pesat, namun juga melampaui pertumbuhan belanja publik yang penting seperti kesehatan dan pendidikan. Bahkan, rata-rata Pembayaran bunga bersih utang pemerintah mencapai US$ 847 miliar pada tahun 2023, meningkat 26% dibandingkan tahun 2021.
Pada periode 2020-2022, belanja kesehatan per kapita masyarakat di wilayah tersebut masing-masing hanya sebesar US$ 39 dan US$ 62. Sementara pengeluaran per kapita untuk membayar bunga utang pemerintah masing-masing mencapai US$ 70 dan US$ 84.
Selain itu krisis iklim menjadi yang kondisi yang memperburuk biaya anggaran pemerintah negara-negara berkembang. Menurut catatan laporan, pembayaran bunga pinjaman negara-negara berkemabng saat ini melebihi investasi untuk mengatasi krisis iklim.
Sedangkan, untuk menghindari dampak terburuk perubahan iklim, diperlukan tindakan segera untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5°C. Negara-negara berkembang perlu meningkatkan investasi iklim dari tingkat saat ini sebesar 2,1% PDB menjadi 6,9% pada tahun 2030 untuk memenuhi target Perjanjian Paris. Namun, mereka saat ini mengeluarkan lebih banyak uang untuk pembayaran bunga dibandingkan investasi iklim.
Sementara itu, transfer sumber daya kreditur terhadap negara-negara berkembang telah diperburuk oleh tiga perubahan dalam Bantuan Pembangunan Resmi/ Official Development Assistance (ODA), yaitu :
- Bantuan kepada negara-negara berkembang telah menurun selama dua tahun berturut-turut, turun menjadi US$ 164 miliar pada tahun 2022.
- Saat ini, semakin banyak bantuan yang diberikan melalui pinjaman lunak dibandingkan hibah. Porsi pinjaman dalam bentuk bantuan untuk negara-negara berkembang meningkat dari 28% pada tahun 2012 menjadi 34% pada tahun 2022.
- Sumber daya yang dialokasikan untuk tindakan terkait utang, termasuk keringanan utang, swap, restrukturisasi, dan lainnya, telah mencapai titik terendah dalam sejarah, turun dari US$ 4,1 miliar pada tahun 2012 menjadi hanya US$ 300 juta pada tahun 2022.
Hal ini berarti adanya penurunan bantuan secara keseluruhan, meningkatnya penggunaan pinjaman, dan penurunan tajam sumber keringanan utang menambah tekanan lebih lanjut pada negara-negara berkembang yang terbebani utang.
Saat ini, tantangan yang ditimbulkan oleh utang terhadap pembangunan berkelanjutan menjadi prioritas utama dalam diskusi multilateral yang sedang berlangsung. Pada Majelis Umum PBB yang terbaru, 149 negara membahas isu-isu yang berkaitan dengan pembiayaan pembangunan atau utang. Secara khusus, 73 negara menyoroti berbagai hubungan utang dengan pembangunan berkelanjutan. Seruan untuk mereformasi arsitektur keuangan internasional sangatlah besar, dengan hampir 50 pemimpin dunia menyerukan upaya untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
Sumber : UNCTAD. 4 Juni 2024. Laporan UNCTAD “A World of Debt 2024”, Diakses dari https://unctad.org/publication/world-of-debt.
Penulis:
Komang Audina Permana Putri
Program Officer Isu Keuangan Berkelanjutan dan Utang,
Indonesia for Global Justice