• id Indonesia
  • en English
Jumat, Mei 26, 2023
  • TENTANG KAMI
Indonesia for Global Justice
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
“A Global Justice Order through Social Movements”s
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • ARTICLE MONITORING
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
Home Kampanye

IPEF Hanya untuk Menyelamatkan Korporasi AS dari Krisis dan Menghilangkan Hak-Hak Rakyat

Maret 15, 2023
in Kampanye
Reading Time: 4 mins read
IPEF Hanya untuk Menyelamatkan Korporasi AS dari Krisis dan Menghilangkan Hak-Hak Rakyat
1.8k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Siaran Pers Aksi Respon Negosiasi IPEF

Jakarta, 15 Maret 2023. Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Keadilan Ekonomi melakukan aksi protes pada hari ini di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta untuk menyatakan penolakan terhadap Indo-Pacific Economic Framework (IPEF). Hal ini karena di tengah krisis ekonomi global yang terjadi, Amerika Serikat (AS) mencoba menggunakan ini untuk membangun kembali industrialisasi nasionalnya dengan perjanjian perdagangan bebas yang sedikit terbuka (less open) dan mendorong harmonisasi kebijakan dengan standar AS. IPEF akan melangsungkan putaran kedua negosiasinya akan dilakukan di Bali pada 13 – 19 Maret 2023.

IPEF diinisiasi oleh Amerika Serikat pada September 2022 sebagai model baru perjanjian perdagangan bebas antar kawasan yang melibatkan 12 negara mitra lainnya.[1] IPEF mencakup empat pilar: (1) pilar perdagangan; (2) pilar rantai pasok; (3) pilar energi bersih, dekarbonisasi, dan infrastruktur; dan (4) pilar perpajakan dan anti-korupsi.[2] Pemerintah AS menargetkan penyelesaian perundingan tahun ini bertepatan juga dengan KTT APEC yang akan diselenggarakan di San Fransisco pada November 2023.[3]

Direktur Indonesia for Global Justice, Rahmat Maulana Sidik menegaskan bahwa proses perundingan IPEF dipimpin oleh AS, termasuk dalam penyusunan teks perjanjian, dengan cara tertutup. “Dengan singkatnya waktu dan tertutupnya draft teks perjanjian untuk publik, bisa dipastikan tidak adanya partisipasi bermakna yang dilakukan oleh negara-negara mitra untuk memberikan masukan mereka dalam proses perjanjian ini. Terlebih lagi untuk melakukan analisis dampak sosial, lingkungan, dan gender yang berpotensi akan muncul.” ujarnya. Dominasi AS atas proses IPEF juga mereka lakukan melalui penentuan tempat putaran negosiasi dan keterlibatan berbagai perusahaan multinasional asal AS dalam proses mendengar pendapat.

Kartini Samon dari GRAIN menyatakan bahwa Pemerintahan Biden bermanuver untuk menghindari perdebatan dan resistensi dari Kongres AS dengan tidak mencakup ketentuan akses pasar atau penurunan tariff serta menghindari adanya perubahan undang-undang dalam negeri. Pasca diluncurkannya IPEF, Pemerintah AS merilis laporan yang berisi daftar prioritas untuk penurunan hambatan non-tarif yang akan didorong melalui IPEF melalui harmonisasi sejumlah kebijakan dan regulasi yang dipandang sebagai hambatan teknis bagi perdagangan dengan Amerika Serikat. “Bagi Indonesia sendiri, upaya harmonisasi kebijakan melalui IPEF ini dapat menimbulkan permasalahan dan dampak meluas. Di sektor pertanian misalnya, upaya harmonisasi hambatan tekhnis perdagangan ini dapat mewajibkan Indonesia untuk melonggarkan aturan dalam negeri terkait komersialisasi dan import benih dan produk pangan rekayasa genetik. Hal ini tentu saja akan sangat menguntungkan AS yang menjadi tuan rumah bagi sejumlah produsen raksasa bagi produk rekayasa genetika. Disamping ketentuan terkait produk rekayasa genetika, aturan lain yang dipandang sebagai hambatan teknis yang akan didorong untuk harmonisasi adalah kewajiban sertifikasi dan label halal bagi import produk peternakan, terutama mengingat hanya 3 dari 14 negara anggota IPEF yang memiliki kewajiban ini; Brunei, Malaysia dan Indonesia. Harmonisasi kewajiban sertifikat halal akan secara langsung mempengaruhi para peternak dan rumah potong hewan termasuk juga konsumen di Indonesia.” tegas Kartini Samon.

Sementara itu, Arie Kurniawaty mewakili Solidaritas Perempuan menyatakan bahwa IPEF sebagai mega-regional perjanjian ekonomi pertama bagi AS dan melibatkan 40% GDP dunia akan menghasilkan aturan, proses dan komitmen baru yang hanya untuk mengamankan kepentingan perdagangan dan investasi AS untuk mengimbangi dominasi Cina, pengaruh politik dan militer di wilayah tersebut. “IPEF bukan, dan tidak akan pernah, hanya tentang perdagangan ekonomi. Melainkan mata rantai dominasi kuasa yang hegemonik bagi AS, ini seperti kelanjutan perang dingin yang senantiasa merugikan kedaulatan bangsa dan hak asasi perempuan dan rakyat Asia sebagai negara berkembang.” tegasnya.  

IPEF menggunakan bahasa yang seolah-olah berpihak dan baik bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan, seperti energi bersih yang menjadi salah satu pilar. Padahal ketentuan ini hanya digunakan oleh AS untuk memperkuat pembangunan industri domestik AS terkait dengan produksi teknologi hijau untuk transisi energi. Rachmi Hertanti dari Transnational Institute menyatakan “AS ingin mengimbangi Cina untuk menjadi pemain utama dalam produksi teknologi hijau untuk transisi energi. Sangat kecil kemungkinannya IPEF akan membawa investasi AS masuk ke Indonesia untuk mendukung agenda hilirisasi industri Indonesia. Dan ini menutup kemungkinan Indonesia untuk mendapat keuntungan dari kerjasama ini. Hasilnya, IPEF hanya akan berkontradiksi dengan kepentingan nasional Indonesia.

Marthin Hadiwinata dari Ekomarin menutup dengan pernyataan bahwa sektor perikanan dalam pilar perdagangan yang dibahas dalam IPEF akan mengatur tentang larangan tindakan subsidi dalam sektor tersebut. Dasar berpikir ini dikarenakan subsidi dianggap hanya akan mendorong eksploitasi sumber daya perikanan tanpa terkendali. Sehingga ketentuan aturan domestik Indonesia yang masih memberikan subsidi akan diintervensi. “Mayoritas pelaku perikanan di Indonesia adalah skala kecil dan menengah. Penghapusan subsidi dalam sektor perikanan sangat jelas akan menghambat pelaku kegiatan perikanan di Indonesia. Hal ini akan menjadi kendala negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk mempertahankan aturan dalam negeri, dimana hal ini juga telah dilakukan dalam negosiasi reformasi WTO” tegasnya.

Informasi lebih lanjut silahkan hubungi:
Arie Kurniawaty, Solidaritas Perempuan, +6281280564651
Rahmat Maulana Sidik, Indonesia for Global Justice, +6281210025135


[1] Australia, Fiji, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan negara-negara ASEAN (Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam).

[2]https://www.whitehouse.gov/briefing-room/statements-releases/2022/05/23/fact-sheet-in-asia-president-biden-and-a-dozen-indo-pacific-partners-launch-the-indo-pacific-economic-framework-for-prosperity/

[3] https://sf.gov/news/san-francisco-named-host-city-2023-asia-pacific-economic-cooperation-leaders-summit

PDF 📄
Previous Post

AIIB Harus Bertindak Menghentikan Cara-Cara Represif dan Manipulatif dalam Penyelesaian Sengketa Lahan di Proyek Mandalika

Next Post

Intervention on US-IPEF at Bali Nusa Dua

Related Posts

HATI-HATI: ADA POTENSI KERENTANAN DOMINASI SURAT UTANG DOMESTIK PEMERINTAH INDONESIA
Artikel

HATI-HATI: ADA POTENSI KERENTANAN DOMINASI SURAT UTANG DOMESTIK PEMERINTAH INDONESIA

Mei 22, 2023
Pengujian Formil UU No. 6/2023 tentang Penetapan PERPU No.2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU, Esensinya adalah Menguji Putusan MK itu Sendiri
Gerak Lawan

Pengujian Formil UU No. 6/2023 tentang Penetapan PERPU No.2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU, Esensinya adalah Menguji Putusan MK itu Sendiri

Mei 17, 2023
Load More
Next Post
Intervention on US-IPEF at Bali Nusa Dua

Intervention on US-IPEF at Bali Nusa Dua

covid-19 widget

Popular Post

  • Ahli Tekankan Pentingnya Persetujuan DPR dalam Perjanjian Internasional

    Ahli Tekankan Pentingnya Persetujuan DPR dalam Perjanjian Internasional

    2741 shares
    Share 1096 Tweet 685
  • Penghapusan Status B3 FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade

    2723 shares
    Share 1089 Tweet 681
  • Penenggelaman Kapal Asing

    2239 shares
    Share 896 Tweet 560
  • DIPLOMASI VAKSIN COVID-19 INDONESIA: “Tantangan Akses Publik Atas Vaksin dan Layanan Kesehatan Berkeadilan”

    1211 shares
    Share 484 Tweet 303
  • Isu Lingkungan Hidup dan Iklim di WTO: Untungkan Negara Maju, Rugikan Negara Berkembang

    1203 shares
    Share 481 Tweet 301
  • PERDAGANGAN & INVESTASI
  • BISNIS & HAM
  • DIGITAL EKONOMI
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BERITA
    • IGJ ON MEDIA
    • JARINGAN
    • KEGIATAN IGJ
    • KUMPULAN BERITA
  • PUBLIKASI
    • BUKU
    • PRES RELEASE & STATEMENT
    • ARTICLE MONITORING
    • BRIEFING PAPER
    • INFOGRAFIS
  • OPINI
  • id Indonesia
  • en English

Indonesia For Global Justice© 2020

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used.