JAKARTA – Upaya menenggelamkan kapal pencuri ikan yang dilakukan pemerintah dinilai kurang menimbulkan efek jera bagi aktivitas pencurian ikan.
“Penenggelaman kapal tak akan membuat efek jera jika nuansanya masih tebang pilih,” kata Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, Riza Damanik, dalam diskusi bertema “Cerdas Lawan Pencuri Ikan”, di Jakarta, Kamis (11/12).
Menurutnya, penenggelaman kapal harus diikuti dengan pemiskinan bagi para pemilik atau pemodal kapal ilegal tersebut. “Saat ini, pemerintah kita masih memberikan beban hukuman ke operator, belum menyentuh pemilik kapal atau pemilik perusahaan,” jelasnya.
Padahal, UU Perikanan sudah jelas mengatur persoalan itu. Pada Pasal 69 UU Perikanan, disebutkan kapal asing pencuri ikan boleh dibakar dan ditenggelamkan. Pada Pasal 93, diperinci lagi bahwa denda yang diberikan mencapai 20 miliar rupiah. “Denda ini yang tak pernah diberikan kepada para pemilik kapal. Justru kita keluar uang banyak untuk memberi makan para pencuri tersebut,” jelasnya.
Tebang Pilih
Riza mengkritik sikap pemerintah yang tanpa pandang bulu menenggelamkan kapal kecil milik Vietnam. Sedangkan kapal ukuran besar milik Tiongkok justru tak ditenggelamkan. Menurutnya, itu merupakan sikap tebang pilih.
Dari segi pengawasan pun, Riza berharap pemerintah menemukan strategi cerdas dari sekadar patroli. Ongkos satu kali patroli terlalu mahal. Minimal sekali patroli yang dilakukan dua kapal menghabiskan 100 juta rupiah.
Jika dikalikan dengan 5.400 kapal ilegal yang berkeliaran di Indonesia selama setahun, dibutuhkan sedikitnya 300 miliar untuk melakukan patroli. “Jumlah itu sama dengan pendapatan bukan pajak dari sektor perikanan. Ini sangat boros,” jelasnya.
Kejahatan Terorganisasi
Manajer Pengawasan dan Riset Indonesia for Global Justice, Rachmi Hertanti, menambahkan salah satu cara untuk mengefektifkan pemberantasan pencurian ikan adalah dengan mengategorikannya sebagai kejahatan terorganisasi. “Harus dikategorikan kejahatan serius karena pencurian ikan tak hanya melibatkan satu negara, melainkan lintas negara dan terorganisasi,” jelas Rachmi.
Menurutnya, pencurian ikan juga bisa dianggap sebagai kejahatan yang membahayakan kedaulatan, keamanan, dan stabilitas nasional maupun internasional. “Pencurian ikan juga bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat,” jelasnya. Ini bisa dilihat dari fakta bahwa banyak nelayan yang meninggalkan laut karena semakin berkurangnya ikan di sana.
Rachmi meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengubah kategori itu di tataran dunia internasional. “Perlu diplomat-diplomat tangguh untuk meletakkan pencurian ikan sebagai kejahatan luar biasa. Alhasil, tanggung jawab penangkapan dikerjakan kolektif masyarakat dunia,” jelasnya.
Pengategorian itu pun otomatis akan membuat pasar internasional berwenang membangkrutkan para pengusaha hitam yang ada di balik pencurian ikan. “Ini seharusnya menjadi pekerjaan strategis bagi pemerintahan Jokowi ke depan,” jelasnya.
Sumber :
http://www.koran-jakarta.com/?25481-penenggelaman%20kapal%20tak%20timbulkan%20efek%20jera