Hari Pangan Sedunia:
Masyarakat Sipil Menolak RCEP, Kedaulatan Benih Petani Terancam
Jakarta 16 Oktober 2016. Bertepatan dengan peringatan Hari pangan Sedunia yang jatuh pada hari minggu (16/10/16), Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi melakukan berbagai rangkaian aksi untuk mengkritisi kebijakan diplomasi ekonomi internasional Indonesia, khususnya terkait dengan Perundingan ASEAN-RCEP yang akan berlangsung di Tianjin, China pada tanggal 17-21 Oktober 2016.
Aksi ini diawali dengan menggelar aksi populer dengan melakukan Flash Mob yang bertemakan: “Hari Pangan, Let’s Move For Food Soverignity” dengan memanfaatkan ruang publik, car free day, di Jakarta.
Flash Mob diikuti oleh anggota Koalisi seperti Solidaritas Perempuan, IGJ, API, dan Seruni. Acara dimulai sejak pukul 6 pagi di sekitaran gedung UOB, Jl. MH. Thamrin, yang diisi dengan jalan santai sambil menyerukan “Kedaulatan Pangan bukan Perdagangan Bebas”. Aksi hari pangan, diakhiri dengan acara konferensi pers di Anomali Caffe, Menteng Jakarta Pusat (Rilis Link).
Rangkaian aksi ini bertujuan untuk mendesak pemerintah agar serius dalam penguatan kedaulatan pangan bagi petani dan perlindungan hak akses pangan masyarakat secara luas dari Ancaman FTA, khususnya RCEP. Salah satu kritisasi koalisi atas perjanjian ASEAN RCEP adalah terkait dengan isu pangan dan ketentuan perlindungan hak kekayaan intelektual yang akan berdampak terhadap kedaulatan benih petani Indonesia.
Jika Indonesia, ikut menyetujui Perjanjian ini, maka Indonesia semakin menguatkan monopoli penguasaan benih oleh koporasi yang berdampak besar bagi pemenuhan hak pangan bagi masyarakat luas. Oleh karena, Perjanjian RCEP mewajibkan negara anggota bergabung dalam UPOV 1991 yang penuh kepentingan monopoli korporasi atas benih. UPOV 1991 melarang hak pengempangan benih oleh petani atas dasar pelanggaran hak kekayaan intelektual. Dimana 90% pedagangan benih telah dikuasai hanya 5 korporasi multi nasional.
Perjanjian ini, adalah ambisi Koporasi dalam menguatkan dominasinya dan semakin menghilangkan peran negara untuk memenuhi kewajibannya dalam menguatkan kedaulatan pangan. Skema liberalisasi, membuat kita akan selalu tergantung pada produk pangan Asing.
Koalisi menilai Pengaturan FTA, yang luas ini akan berdampak luas terhadap ruang-ruang kebijakan publik, khususnya kebijakan pangan dan kedaulatan petani. Oleh karena itu, sangat penting mendesak pemerintah untuk segera mengkaji kembali dampak liberalisasi atas pangan melalui perjanjian Perdagangan Bebas termasuk RCEP, tidak hanya dalam kajian ekonomi, akan tetapi juga pada dampak terhadap pemenuhan dan perlindungan HAM, khususnya dalam Aspek hak atas ekonomi, sosial, dan budaya.***
Koalisi Masyarakat Untuk Keadilan Ekonomi Terdiri dari:
Indonesia for Global Justice (IGJ), Indonesia AIDS Coalition (IAC), Solidaritas Perempuan, FITRA, Aliansi Petani Indonesia (API), Bina Desa, WALHI, SERUNI, AGRA, KruHA, KNTI, SatuDunia, SafeNet.
Disusun oleh:
Hesti Widya Ningrum
Intern at IGJ