JAKARTA-Koalisi sejumlah organisasi masyarakat sipil Indonesia, yang bernama Koalisi Masyarakat Indonesia untuk Keadilan Ekonomi, melakukan aksi demonstrasi di depan istana Negara, di Jakarta, guna mendesak Presiden Indonesia untuk tidak melanjutkan perundingan perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnerhsip (RCEP) karena bisa dipastikan isi perundingan RCEP sangat jauh dari kepentingan rakyat.
Perundingan RCEP di ICE digelar di BSD, Tangerang Selatan, yang dibuka oleh Menteri Perdagangan Indonesia pada Selasa (6/12).
Perundingan RCEP akan berlangsung sejak 6 hingga 10 Desember 2016. Perundingan RCEP merupakan salah satu blok perdagangan ekonomi yang notabenenya diinisiasi oleh China plus negara maju sebagai mitranya yakni Jepang, Australia, New Zealand, India, dan Korea Selatan. Perundingan RCEP hanya akan semakin menguatkan dominasi negara-negara Industri.
Pengaturan perlindungan Investasi dalam RCEP akan mengatur mekanisme Investor- State Dispute Settlement (ISDS) atau mekanisme yang membolehkan investor asing menggugat Negara. Mekanisme ini akan sangat berdampak terhadap ruang-ruang kebijakan publik yang luas, dan Negara tersandera oleh ancaman investor asing dibawah mekanisme ISDS jika membuat kebijakan nasional yang “Merugikan” investor asing.
Sekjen Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Michael Damar, mengatakan pengaturan perlindungan investasi di dalam RCEP akan berdampak juga bagi kepentingan buruh. “Gugatan ISDS akan semakin mendorong kebijakan upah murah di Indonesia. ISDS akan dijadikan upaya bagi investor asing untuk menekan Negara agar tidak mengeluarkan kebijakan pengupahan yang merugikan investor, atau Negara digugat jutaan hingga miliaran dollar Amerika,” terang Michael.
Seperti contoh yang terjadi oleh Negara Mesir yang digugat oleh perusahaan Veolia milik Perancis atas dasar perjanjian perlindungan investasi antara Mesir dan Perancis. Perusahaan Veolia menuntut Mesir untuk membayarkan kerugian sebesar 110 Juta USD karena Pemerintah mesir memberlakukan peraturan baru mengenai kenaikan upah minimum buruh di mesir, yang dianggap merugikan kepentingan perusahan Veolia.
Ancaman tersebut tidak hanya akan dirasakan oleh buruh, tetapi kepentingan petani pun semakin diabaikan.
Koordinator Advokasi Aliansi Petani Indonesia (API) Ferry Widodo, menjelaskan Isi perundingan RCEP akan semakin menguatkan monopoli penguasaan benih oleh koporasi yang berdampak besar bagi pemenuhan hak pangan bagi masyarakat luas. “Perjanjian RCEP akan mewajibkan negara anggota bergabung dalam UPOV 1991 yang penuh kepentingan monopoli korporasi atas benih. UPOV 1991 melarang hak pengembangan benih oleh petani atas dasar pelanggaran hak kekayaan intelektual, dimana 90% pedagangan benih telah dikuasai hanya 5 korporasi multi nasional,” jelas Ferry.
Selain itu, akses publik terhadap kesehatan akan semakin sempit, khususnya akses terhadap obat-obatan yang murah dan berkualitas. Sindi Putri, Advokasi Indonesia AIDS Coalition (IAC), menyebutkan bahwa pengaturan standar tinggi Hak kekayaan intelektual membuat jangka waktu hak paten semakin lama sehingga aturan ini akan mempertahankan monopoli paten oleh korporasi farmasi besar. “Monopoli paten ini akan berdampak harga obat menjadi tinggi dan akses obat murah (generik) bagi publik akan semakin sempit,” tegas Sindi.
Direktur Creata Wahyu Perdana, menjelaskan Keputusan bergabung ke dalam RCEP dilakukan secara sepihak tanpa meminta persetujuan rakyat. “Proses negosiasi perjanjian pun dilakukan secara tertutup dan menutup akses rakyat terhadap isi teks perundingan yang akan berdampak langsung terhadap publik. Ruang intervensi public terhadap isi perundingan perjanjian telah tertutup” tegas Wahyu.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti, menilai bahwa selama ini pemerintah sangat berlaku diskriminatif dimana Pemerintah hanya mengutamakan kelompok pelaku usaha atau pengusaha. “Rakyat telah dilupakan, apalagi perundingan RCEP dilakukan secara tertutup dan rahasia. Sehingga tidak ada ruang intervensi publik di dalamnya” tegas Rachmi.
Koalisi juga mendesak agar Pemerintah Indonesia membangun model ekonomi rakyat yang berkeadilan dan bukan kompetisi ekonomi yang akhirnya hanya menjadikan rakyat sebagai korbannya.