JAKARTA, KOMPAS — Di era saat ini, yang diwarnai kekuatan pengawasan publik, model kontrak karya dalam pengelolaan sumber daya alam oleh pihak swasta sudah tidak relevan. Negara selaku pemilik sumber daya alam memiliki kewenangan penuh dalam mengelola sumber daya alam. Negara tidak bisa disejajarkan dengan korporasi sebagai pihak ketiga yang mengelola sumber daya alam. Hal itu disampaikan Yustisia Rahman, alumnus Sydney Law School, dalam diskusi bertema ”Menguji Kedaulatan Negara terhadap Kesucian Kontrak Karya Freeport”, Kamis (13/7), di Jakarta. Narasumber lain dalam diskusi yang diselenggarakan Indonesia for Global Justice (IGJ) tersebut adalah peneliti tata kelola mineral dan batu bara Publish What You Pay Indonesia, Agung Budiono, serta penasihat IGJ, Gunawan. ”Asas kesucian kontrak karya yang melibatkan negara dengan perusahaan swasta tak lagi relevan dengan kondisi sekarang. Sebab, negara sudah banyak mengintervensi hubungan korporasi dengan pekerjanya lewat sejumlah aturan tertentu,” ujar Yustisia. Dalam konteks pengelolaan sumber daya alam, lanjut Yustisia, negara punya kuasa dan wewenang lebih tinggi selaku pemilik sumber daya. Pengelolaan sumber daya alam oleh pihak ketiga hendaknya diatur dalam kerangka hukum publik yang memberikan peluang dilakukannya renegosiasi secara berkala. ”Dalam kontrak karya, posisi negara dan perusahaan setara,” ujarnya. Yustisia meyakini, jika sengketa antara Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia berakhir buntu dan harus diselesaikan melalui Mahkamah Arbitrase Internasional, posisi pemerintah sangat kuat. Agung menambahkan, di tengah proses negosiasi, pemerintah sebaiknya tetap memegang prinsip yang berlaku. Sistem kontrak karya (KK) yang saat ini berlaku bagi Freeport tidak bisa serta-merta diubah menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). ”Wilayah pertambangan yang dikelola Freeport harus ditetapkan terlebih dahulu sebagai wilayah pencadangan negara,” kata Agung.
Indonesia for Global Justice
Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu,
Jakarta Selatan - Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540
Telepon: (021) 7941655
© 2023 - Indonesia for Global Justice