Kamis, 13 Juli 2017 17:18
Reporter : Wilfridus Setu Embu
Merdeka.com – Pemerintah Indonesia memiliki batas negosiasi dengan PT Freeport Indonesia hingga Juli 2017. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian hasil terkait negosiasi tersebut.
Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Irfan Hutagalung mengatakan pemerintah Indonesia sedang berhadapan dengan dua kemungkinan penyelesaian sengketa Freeport, yaitu melalui negosiasi maupun dengan cara penyelesaian di Pengadilan Arbitrase Internasional.
“Kalau ke Arbitrase pasti ada yang kalah. Prinsipnya loss-win solution, kalau kita menang alhamdulillah, tapi kita bisa juga kalah,” ungkapnya kepada merdeka.com di sela-sela Diskusi Keadilan Ekonomi dengan topik “Mengaji Kedaulatan Negara Terhadap Kontrak Karya Freeport”, di Kantor Indonesia for Global Justice, Jakarta, Kamis (13/7).
Sedangkan, jika Pemerintah menempuh penyelesaian masalah lewat jalur negosiasi, tentunya pemerintah tidak mendapatkan apa yang diinginkan. “Negosiasi kan win-win solution jadi satu pihak enggak bisa dapat semua dan enggak kehilangan semuanya. Ada potensi kita dapat apa, dia dapat apa. Kemudian kita terima itu,” katanya.
Dia pun menilai Freeport sebenarnya sedang berusaha untuk menjaga posisinya di Indonesia. Irfan menduga tidak mau ada poin-poin yang dapat merugikan bisnis tambangnya.
“Kepentingan dia adalah mengamankan kontrak. Apa yang ada dalam kontrak. Itu yang Diinginkan. Tentu dia ingin berbisnis di Indonesia, tentunya berbisnis di Indonesia itu menguntungkan. Tentunya dia tak mau rugi,” jelasnya.
Karena itu, dia mengharapkan agar pemerintah Indonesia dapat melakukan negosiasi dengan baik, sehingga kepentingan negara dapat tercapai dan sisi lain tetap menciptakan kesan agresif.
“Pemerintah harus buat apa yang harus dia buat, negosiasi. Kita harap apapun caranya (negosiasi maupun arbitrase) yang dilakukan, Indonesia harus membela kepentingan nasional kita, tapi di sisi lain Indonesia tidak jadi momok bagi investor asing,” pungkasnya.
[sau]