Subsidi bagi Petani Jangan Dibatasi
Banyak kerja sama perdagangan dikhawatirkan menyandera pemerintah untuk memperkuat petani lokal.
JAKARTA – Pemerintah diminta serius memperjuangkan pemberian subsidi tanpa limitasi terhadap para petani kecil. Pasalnya, akibat dari banyaknya kerja sama perdagangan internasional yang diikuti, pemerintah terpaksa harus membatasi pemberian subsidi, termasuk kepada para petani kecil.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hartanti, menegaskan banyaknya kerja sama perdagangan membuat RI tersandera dalam skema perdagangan bebas. Padahal, perdagangan bebas membatasi peran negara berkembang untuk memperkuat petani lokal.
Dia mencontohkan beberapa peraturan seperti penghapusan domestic support seperti subsidi dan intervensi harga oleh negara dilarang. Di sisi lain, petani lokal juga harus berhadapan dengan produk impor.
“Pemerintah harus konsisten memperjuangkan subsidi untuk petani kecil pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-11 WTO yang akan dilangsungkan pada Desember 2017 ini di Argentina nanti. Jika tidak, petani lokal makin terjepit oleh perdagangan bebas,” tegasnya, di Jakarta, Senin (16/10).
Dijelaskan Rachmi, proposal subsidi untuk petani kecil ini bagian dari proposal public stockholding for food security yang diajukan oleh Kelompok Negara 33 atau G33 pimpinan Indonesia. Agenda ini telah dipaksakan masuk sejak KTM ke-9 WTO di Bali pada 2013 dan pada 2017 ini adalah tenggat waktu pencapaian kesepakatan atas permanent solution terhadap proposal untuk public stockholding for food security.
“Proposal ini sangat penting bagi petani kecil di Indonesia karena dengan dicapainya kesepakatan ini maka negara memiliki peluang lebih besar untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Hal ini mengingat secara mayoritas petani Indonesia adalah petani gurem yang masih perlu dukungan maksimal dari negara,” jelas Rachmi.
Isu public stockholding for food security yang didorong oleh G33 di WTO bertujuan untuk mengecualikan pemberian subsidi yang diberikan dalam rangka membantu petani miskin dan meningkatkan ketahanan pangan nasional. Subsidi ini nantinya tidak akan dimasukan dalam kalkulasi Aggregate Measurement Support (AMS) yang dipakai oleh WTO untuk mengukur batas maksimal pemberian subsidi.
Terikat Kerja Sama
Seperti diketahui, Indonesia terikat banyaknya kerja sama multilateral maupun bilateral. Selain kerja sama perdagangan internasional (WTO), Indonesia juga bekerja sama, dengan enam negara mitra ekonomi, seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Selandia Baru.
Kerja sama ini termuat dalam kerangka RCEP yang merupakan kerja sama negara ASEAN dengan keenam mitra tersebut. Kemudian, ada juga rencana kerja sama perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa (IEU-CEPA) yang digodok.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, meminta Menteri Perdagangan untuk aktif memperjuangkan hak-hak petani di forum internasional. Dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-11 WTO Desember nanti, Mendag tidak boleh hanya menyepakati saja apa yang disampaikan oleh negara-negara yang ekonominya sudah kuat.
Lebih lanjut, disampaikan Henry, dampak dari perdagangan bebas sudah semakin terasa. Selain jutaan rumah tangga petani hilang sejak 2003, korporasi besar sudah menguasai benih secara nasional sehingga petani tak mampu memproduksi petani. “Perdagangan bebas hanya membuat negara berekonomi kuar dan perusahaan besar semakin besar dan petani semakin kecil,”katanya. ers/E-10
Sumber : http://www.koran-jakarta.com/subsidi-bagi-petani-jangan-dibatasi/