Trubus.id — Tanggal 22 Februari menjadi pertemuan keempat pemerintah Indonesia dalam perundingan IEU-CEPA di Solo, Jawa Tengah, mengenai perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Perundingan tersebut akan sangat mempengaruhi banyak sektor di Indonesia, baik itu bahan mentah, pertanian, maupun dan perikanan. Selama ini, Indonesia hanya didorong menyiapkan kebutuhan bahan mentah bagi pasar Eropa dan Amerika Serikat.
Sekertaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Indonesia (KIARA) Susan Herawati mengatakan bahwa, perundingan IEU-CEPA patut diawasi secara lebih mendalam. Itu karena, komoditi perikanan yang diincar oleh pasar Eropa, salah satunya adalah udang, yang total produksi pertahunnya terus meningkat. Pada tahun 2016 saja, total produksi udang mencapai hingga 46 juta ton.
“Di saat bersamaan, terjadi kasus pelanggaran HAM di tempat produksi udang yaitu Lampung, di mana ribuan karyawan di Wachyuni Mandira dan Bratasena diberhentikan secara sepihak oleh perusahaan (CPB atau CPP),” jelas Susan, Jumat (23/2).
Baca Lainnya: Jasa Logistik Berperan Dalam Pengembangan Industri Perikanan Nasional
KIARA melihat, dengan semakin dibukanya keran perdagangan dan investasi melalui perjanjian bebas IEU-CEPA antara Indonesia dan Eropa, mengakibatkan nelayan tradisional, pekerja perikanan, dan masyarakat pesisir lainnya akan semakin tersudut dan dirugikan. Artinya, perjanjian tersebut hanya akan menambah rumitnya konflik agraria yang ada di pesisir dan laut Indonesia.
“Meningkatnya investasi asing di Indonesia hanya akan meningkatkan berbagai praktik IUU fishing, perbudakan di atas kapal, perusakan hutang mangrove, dan menggusur semua lahan penghidupan nelayan tradisional Indonesia,” ungkap Susan.
Maka, untuk mengakomodasi semua kebutuhan dan kesepakatan antar kedua belah pihak dengan semua isu hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan, telah ditambahkan sebuah bab, yakni “Trade Suistability Development” di perjanjian IEU-CEPA.
Meski begitu, hal ini perlu “dibedah” kembali secara lebih mendalam lantaran di bab tersebut, belum ada regulasi yang mengikat ataupun hukuman untuk perusahaan atau investor yang mengingkari isi dalam bab tersebut.
Selama ini, isu perbudakan dan pelanggaran hak asasi manusia di sektor perikanan masih menjadi isu yang tertutup dan belum mendapatkan banyak perhatian dari pemerintah. Meskipun telah banyak kasus perbudakan dan pelanggaran hak asasi manusia di sektor perikanan yang terjadi.
Baca Lainnya: Ambon Kirim Langsung Ekspor Perikanan ke Australia dan Jepang
Tidak dapat dikesampingkan fakta bahwa, semakin didorongnya aktivitas perdagangan ekspor impor dan semua produk perikanan, bisa memperparah praktik pelanggaran HAM yang terjadi. Baik itu dalam sektor perikanan tangkap atau processing production berbagai produk perikanan.
Tanpa adanya kesepakatan dan aturan yang mengikat di perjanjian IEU-CEPA, semua perusahaan perikanan hanya akan fokus pada peningkatan produksi untuk diperdagangkan di pasar Eropa. Terlebih, Eropa merupakan salah satu pasar terbesar bagi seluruh produk perikanan, baik itu produk ikan mentah seperti tuna, udang, dan lain sebagainya ataupun produk olahan seafood.
“Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk dapat mengawasi perundingan perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa ini (IEU-CEPA) agar dapat menjamin terpenuhinya kepentingan masyarakat Indonesia. Sekaligus menjadi sarana untuk membangun perekonomian bagi masyarakat pesisir Indonesia,” ungkap Susan. [DF]
Sumber berita >>>
https://news.trubus.id/post/investasi-asing-meningkatkan-praktik-perbudakan-di-atas-kapal-7447