TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah mengkaji dampak dari kerja sama Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Partnership/TPP) terhadap pasar domestik Indonesia. Sebelumnya, sebanyak 11 negara penggagas baru saja merampungkan rancangan akhir kesepakatan terkait perdagangan bebas antar-kawasan tersebut.
“Nanti akan dilihat dulu,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat ditemui selepas mengikuti konferensi pers terkait penyelundupan 71 ribu ekor benih lobster di Kantor Bea dan Cukai, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat, 23 Februari 2018.
Simak: Sri Mulyani Sebut 3 Agenda Ini Ikut Topang Pertumbuhan 2018
Rancangan akhir ini disebut Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP). 11 negara rencananya akan meneken kesepakatan final di Cile pada 8 Maret mendatang, meski telah ditinggal pergi oleh Amerika Serikat. Negara anggota TPP, yakni Jepang, Singapura, Australia, Cile, Kanada, Malaysia, Brunei Darussalam, Meksiko, Selandia Baru, Vietnam, dan Peru. Sedangkan Indonesia sejak awal pembahasan belum menyatakan ketertarikan untuk ikut menjadi negara anggota.
Sri mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo sebelumnya telah memberikan instruksi jelas soal posisi Indonesia terhadap TPP ini. Jokowi meminta anak buahnya menyiapkan strategi terhadap negara-negara yang terlibat kerja perdagangan. Tujuannya, agar posisi Indonesia bisa disesuaikan dengan negara-negara tersebut.
Salah satunya dengan membangun atau memperkuat kerja sama bilateral dengan 11 negara anggota TPP. Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri, kata Sri, telah memulai langkah tersebut. “Kami tetap lakukan upaya terkait ini,” ujarnya.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Ahmad Heri Firdaus, menilai memang Indonesia tidak perlu lagi berupaya ikut dalam TPP. Dampak terhadap pasar domestik tidak akan signifikan, sebab, TPP saat ini dinilai sudah kehilangan daya tarik. “Setelah Amerika, yang menguasai seperempat PDB Global, keluar, maka praktis market size dan output size negara anggota jadi kecil sekali,” ujarnya.
Sebaliknya, kata Heri, kerja sama yang lebih menarik bagi Indonesia untuk digeber adalah Regional Comprehensive Partnership (RCEP). RCEP merupakan kesepakatan perdagangan bebas antara Indonesia, sembilan negara ASEAN lainnya, dan enam negara di luar ASEAN (Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru). Kehadiran China dan India dinilai membuat ukuran pasar pada RCEP menjadi lebih besar, ketimbang TPP.
Langkah bilateral dengan negara anggota TPP, dinilai Heri sebagai langkah yang tepat. Indonesia hanya tinggal meningkatkan kerja sama bilateral dengan beberapa negara saja. “Kalau dengan Malaysia, Vietnam, Brunei, ga usah di TPP-in kita udah bebas, dengan Australia juga sudah ada The Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA-CEPA), jadi tinggal dengan negara yang belum saja,” tutur Heri.
FAJAR PEBRIANTO | FERY FIRMANSYAH
Sumber berita >>>
https://bisnis.tempo.co/read/1063802/pemerintah-kaji-dampak-rancangan-tpp-bagi-pasar-domestik