Indonesia for Global Justice (IGJ) bersama Indonesia AIDS Coalition (IAC) mengajukan Permohonan Keberatan atas Pemberian Paten Obat (Banding Paten) ke Komisi Banding Paten, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada 1 November 2022. Koalisi IGJ–IAC mengajukan banding paten atas Obat Tuberculosis (TB) Bedaquilline yang patennya dimiliki oleh Janssen Phatmaceutica, anak perusahaan dari Johnson & Johnson (J&J). Indonesia menjadi negara kedua pengidap Penyakit Tuberculosis terbesar saat ini dengan angka kasus 969.000. Hal ini membuat segala bentuk potensi pengobatan harus dapat diakses secara maksimal oleh masyarakat.
Persoalannya, jika obat ini dipatenkan maka aksesnya akan menjadi sulit akibat harganya yang mahal. Berdasarkan data dari Dokter Lintas Batas (MSF), harga obat TB yang ditetapkan oleh J&J hampir mencapai USD 1.200 per treatment atau 20 bulan pengobatan. Paten dapat menyebabkan tingginya harga obat karena memberikan hak monopoli kepada perusahaan farmasi selama 20 tahun. Paten atas obat ini seharusnya telah berakhir pada tahun 2023 karena pertama kali didaftarkan pada tahun 2005, hanya saja J&J mendaftarkan paten lainnya untuk obat ini pada 2016 yang memperpanjang masa paten obat ini hingga 2036. Paten ini diberikan oleh DJKI pada 2 Februari 2022.
Koalisi mengajukan banding paten atas obat tersebut pada 1 November 2022 karena dianggap paten atas obat ini tidak mengandung langkah inventif dan bukan merupakan invensi sehingga tidak memenuhi syarat-syarat pemberian paten.
Permasalahan
J&J pertama kali mengajukan paten atas bedaquiline dengan paten berjudul Bedaquiline Compounds pada 24 Januari 2005 lalu mendaftarkan lagi paten atas obat yang sama dengan judul berbeda “Komposisi Terdispersi” tersebut pada 26 Januari 2016. Tindakan J&J ini dikenal sebagai patent evergreening atau upaya perpanjangan paten karena akan memperpanjang patennya hingga dari berakhir tahun 2023 ke tahun 2036.
Sumber: Medspal.org, diolah oleh penulis
Pada praktik patent evergreening ini harus diperiksa secara baik setiap paten yang baru didaftarkan, karena umumnya untuk paten kedua dan seterusnya yang didaftarkan tidak memiliki perubahan atau modifikasi minor yang tidak memenuhi persyaratan paten. Persyaratan paten sendiri sesuai dengan UU Paten wajib memenuhi syarat diantaranya kebaruan, langkah inventif, merupakan invensi, dan dapat diterapkan di indsutri.
Pada paten bedaquiline, Koalisi menganggap paten ini tidak memenuhi persyaratan langkah inventif. Hal ini sesuai dengan pemeriksaan oleh ahli dari koalisi dimana klaim-klaim yang diajukan di dalam paten ini sudah dapat diduga dan umum dilakukan oleh ahli farmasi. Komposisi yang digunakan, pemilihan eksipian, dan juga proses granulasi yang disampaikan dalam klaim adalah hal yang sudah dapat didugan oleh orang yang ahli pada bidang tersebut. Bahkan penggunaan obat ini untuk pediatri juga cukup mempersiapkan komposisi untuk pemberian pada kelompok umur berbeda sehingga tidak terdapat langkah inventif di dalam paten obat ini. Sebelum paten ini diajukan, sudah banyak tablet dengan komposisi yang terdispresi dengan tujuan penggunaan untuk pasien anak. Maka bentuk sediaan tablet dengan komposisi yang terdispersi di dalam paten ini adalah hal yang pilihan yang lumrah.
Atas dasar tersebut, IGJ sebagai pemohon melakukan banding dengan alasan bahwa paten tersebut:
- Tidak mengandung Langkah Inventif, dalam hal ini tidak memenuhi Pasal 3 ayat (1) UU No.13 Tahun 2016 tentang Paten;
- Bukan merupakan Invensi sesuai Pasal 4 huruf f UU No.13 Tahun 2016 tentang Paten; dan
- Invensi tersebut tidak dapat diberi Paten berdasarkan Pasal 9 huruf b UU No.13 Tahun 2016 tentang Paten.
Perjalanan Sidang
Catatan: Sidang Putusan 24 Oktober ditunda
Dalam sidang ini terdapat beberapa poin yang diangkat oleh Termohon, diantaranya
- Termohon 1 (DJKI) menganggap Pemohon bukan pihak yang berkepentingan dan tidak dapat membuktikan kepentingan di dalam proses banding paten. Selain itu Termohon 1 juga menyampaikan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum di dalam proses banding paten karena tidak pemilik atau pihak yang mempunyai paten. Pemohon dalam tanggapannya menyampaikan bahwa pihak yang berkepentingan tidak hanya pihak yang mempunyai kepentingan privat tetapi juga yang dapat mewakili kepentingan publik yang memperjuangkan kepentingan masyarakat. Dalam hal ini pemohon dapat membuktikan kesesuaian tujuan tersebut dengan Anggaran Dasar pemohon sebagai perkumpulan berbadan hukum.
- Termohon 2 (J&J) menyampaikan bahwa seluruh proses yang dilalui oleh Termohon 2 telah sesuai dan dapat diberi paten. Dalam hal ini Pemohon menanggapi dengan mempertegas bahwa penjelasan Termohon 2 sudah biasa dilakukan untuk formulasi preparasi produk farmasi. Sekaligus seseorang yang ahli dalam bidang ini mengetahui bahwa disintegrasi yang cepat dapat dicapai dengan menggunakan eksipien yang sesuai.
Untuk menanggapi dua poin di atas, pemohon mempersiapkan dua saksi ahli masing-masing dari bidang hukum dan farmasi, dan satu saksi fakta.
Saksi Ahli bidang hukum, Ibu Henny Marlyna dari Universitas Indonesia menyampaikan bahwa pihak yang berkepentingan tidak ada penjelasan khusus di dalam UU Paten sehingga dapat dilihat dari AD/ART lembaga apakah memang bertujuan untuk melindungi kepentingan publik. Dalam hal paten, terganggunya kepentingan masyarakat terhadap invensi juga dapat dianggap merugikan kepentingan publik. Sehingga dapat saja lembaga mengajukan permohonan terhadap pemberian banding paten.
Saksi Fakta, Prathibha dari Third World Network menyampaikan bahwa paten ini tidak memiliki langkah inventif yang terlihat dari dokumen-dokumen prior art atau dokumen paten sebelumnya yang juga jadi barang bukti dari pemohon. Dia menyampaikan bahwa dari beberapa dokumen paten terdahulu yang jadi alat bukti, tablet terdispersi sudah dapat dibuat sehingga bukan termasuk langkah inventif karena sudah dapat langkah-langkahnya sudah dapat dikenali. Hal serupa dipertegas oleh saksi ahli farmasi, Pragya S. Thakur dari India. Dia menyampaikan bahwa invensi yang dapat diduga bukanlah sesuatu yang absolut, ada beberapa elemen yang telah diketahui oleh seorang yang ahli di bidangnya, terlebih jika bahan-bahannya telah diketahui.
Membuka Akses pada Obat TB
Pengobatan TB menjadi hal yang krusial bagi masyarakat, terutama jika dikaitkan dengan pengobatan TB yang umum tersedia sebelumnya lebih dari 9 bulan. Hal ini rentan berpengaruh pada tingkat kedisiplinan pasien. Selain itu diperlukan juga obat yang efektif dengan jangka pengobatan lebih pendek dan minim efek samping.
Jika permohonan banding paten atas obat TB ini dikabulkan, maka paten terakhir atas obat TB Bedaquiline yang dirujuk di Indonesia adalah yang berakhir pada tahun 2027 sehingga dapat memberikan opsi untuk pembuatan obat versi generik terutama oleh perusahaan farmasi generik dalam negeri. Hal ini tentu akan berdampak pada semakin mudahnya akses dan harga obat yang lebih terjangkau. Diharapkan akan semakin banyak masyarakat pengidap TB yang mengakses obat-obatan yang lebih efektif.
Oleh:
Agung Prakoso
Program Officer on Health and Intellectual Property Issues
Indonesia for Global Justice
Informasi lebih lengkap terkait Patent Opposition
https://igj.or.id/menilik-potensi-upaya-banding-paten-patent-opposition-untuk-meningkatkan-akses-obat-di-indonesia/
Informasi lebih lengkap terkait Patent Evergreening
https://igj.or.id/membongkar-praktik-patent-evergreening-terhadap-akses-obat/