• id Indonesia
  • en English
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result

Hapus Kewajiban Berbahasa Indonesia, Pemerintah Teledor

Agustus 30, 2015
in Berita IGJ, news
Home Media Berita IGJ
956
SHARES
2.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

JAKARTA – Pemerintahan Jokowi-JK bertindak teledor. Hal itu dibuktikan dengan terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No 16/2015 yang merupakan revisi Permenaker 12/2013 tentang Tata Cara Penempatan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang tidak memasukkan syarat wajib berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing.

Sejumlah elemen masyarakat menyesalkan keputusan pemerintah itu. Pasalnya dengan kewajiban TKA menguasai bahasa Indonesia akan melindungi tenaga kerja domestik dari ancaman arus liberalisasi.

‘’Jika pencabutan ini benar dilakukan pemerintah, pemerintahan Jokowi-JK, sudah mempraktikan liberalisasi yang melilit negara ini. Maka sangat kami sesalkan keteledoran ini,’’ kata Niko Amrullah, Koordinator Advokasi Indonesia for Global Justice (IGJ), dalam siaran persnya kepada Suara Merdeka, kemarin.

Bila merujuk data Komisi Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) 2008, indikator utama yang mempengaruhi kelangsungan investasi di Indonesia adalah tata kelola ekonomi daerah khususnya perizinan. ‘’Tidak relevan bilamana bahasa Indonesia dijadikan alasan penghambat investasi asing.’’

Di sisi lain Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat pengangguran usia muda (15-24 tahun) menunjukkan peningkatan dari angka 19.62 orang di 2012 menjadi 22.20 (2014). Lebih jauh, Tingkat pekerja berupah rendah pun semakin bertambah dari 30.17 (2011) menjadi 32.19 (2014). Bertambahnya tingkat pekerja berupah rendah, maka semakin rendah pula daya saing tenaga kerja domestik.

Sulit Berkomunikasi

Sementara, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia ( OPSI), Timboel Siregar mengungkapkan, revisi tersebut tidak bijak dan berpotensi memperburuk hubungan industrial. Persyaratan bisa berbahasa Indonesia bagi TKAadalah penting dalam bekerja mengingat mayoritas berbahasa Indonesia.

‘’TKA tersebut akan sulit berkomunikasi dan akibatnya akan kontraproduktif. Bila TKA yang menjadi atasan yang punya anak buah, akan sulit berkomunikasi dan perintah kerja akan berpotensi menjadi bias dan kecenderungan yang akan disalahkan pekerja Indonesia. Ini tidak adil,’’kata Timboel.

Jadi kalau Jokowi menghapus persyaratan TKA bisa berbahasa Indonesia maka hal ini akan berpotensi menjadi masalah di tempat kerja dan berpotensi meningkatkan permasalahan hubungan industrial di tempat kerja. ‘’Presiden Jokowi hanya berpikir tentang mudahnya investasi masuk yang berkorelasi dengan masuknya TKA dengan mudah.

Aturan ttg persyaratan bisa berbahasa Indonesia dipandang akan mempersulit masuknya Investasi karena TKA nya akan sulit bekerja di Indonesia. Ini pemikiran yang salah. Pemerintah hanya berorientasi pada investasi tanpa memikirkan eksistensi pekerja kita,” pungkas Timboel.( F4-90)

Previous Post

RCEP seen as more important than TPP for now

Next Post

Menjelang KTM 10 WTO: “Program Kerja Pasca Bali Masih Sulit Disepakati”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Indonesia for Global Justice

Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu,
Jakarta Selatan - Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540
Telepon: (021) 7941655

© 2023  - Indonesia for Global Justice


Berlangganan Sekarang!

Ikuti berita terbaru dari Indonesia for global justice, berlangganan sekarang!

Terimakasih telah berlangganan di Indonesia for global justice


  • id Indonesia
  • en English
No Result
View All Result

Indonesia for Global Justice
Jl.Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu Jakarta Selatan - 12540
Telepon: (021) 7941655

  • Indonesia