• id Indonesia
  • en English
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result

Rilis Media IGJ : Kedaulatan Pangan Indonesia Terancam Demi Lolos Dari Retaliasi AS

Agustus 9, 2018
in news, Pangan, Publikasi, Siaran Pers, Uncategorized @id, WTO
Home news
943
SHARES
2.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta, 9 Agustus 2018. Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai strategi yang diambil oleh Pemerintah Indonesia untuk menghadapi Amerika Serikat dalam penyelesaian kasus impor hortikulturan dan produk daging di WTO akan dilematis bagi kepentingan Petani Indonesia dan agenda kedaulatan pangan. Hal ini karena baik pelaksanaan putusan panel WTO maupun sanksi dagang AS sama-sama memberikan hasil yang tidak menguntungkan bagi petani.

Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti, menjelaskan bahwa putusan Panel WTO yang meminta Indonesia untuk mematuhi perjanjian WTO tentunya akan mendorong perubahan kebijakan nasional yang selama ini sangat dibutuhkan untuk Petani lokal dan pelaksanaan agenda kedaulatan pangan di Indonesia.

“kebijakan pembatasan impor itu kan upaya Pemerintah untuk melaksanakan amanat Undang-undang Pangan yang mengutamakan penyerapan produksi domestik untuk kebutuhan pangan dalam negeri. Seharusnya kebijakan itu tetap dipertahankan dan posisi itu tidak bisa ditawar hanya dengan alasan mematuhi aturan WTO dan menghindar ancaman sanksi dagang AS”, tegas Rachmi.

Rachmi juga mengatakan bahwa sanksi dagang ini sengaja dilakukan oleh AS untuk memuluskan agenda mereka untuk melakukan kebijakan pembatasan perdagangan dengan mitra dagangnya yang mengalami surplus. Yang tentunya hal ini akan ikut mempengaruhi proses review GSP Indonesia oleh AS.

Rachmi menambahkan sanksi dagang ini hanya ingin menekan posisi tawar kepentingan Indonesia untuk membuka akses perdagangan lebih besar lagi untuk AS, khususnya disektor pertanian. Apalagi, menurut Rachmi sebelumnya dalam rangka memastikan fasilitas GSP AS untuk Indonesia, Pemerintah Indonesia telah mem-barter sektor pertanian Indonesia untuk dibuka seluas-luasnya bagi produk pertanian AS yang masuk ke Indonesia.

“kepentingan petani kecil Indonesia harus sekali lagi dikalahkan demi fasilitas GSP Indonesia. Kondisi ini menjadi tidak adil bagi petani kecil. Buat apa GSP diberikan kalo hanya membuat petani menderita. Seharusnya Pemerintah Indonesia tidak perlu takut dengan sanksi dagang AS dengan tetap mempertahankan kebijakan nasional demi kepentingan rakyat”, tambah Rachmi.

Perjanjian WTO & FTA Perlu Direview Untuk Kepentingan Rakyat

Terkait dengan kasus sengketa dagang di WTO, Rachmi mengingatkan kembali bahwa pengikatan komitmen Indonesia ke WTO sudah tentu akan semakin menghilangkan kedaulatan Indonesia untuk membuat peraturan perundang-undangan nasional yang berpihak kepada rakyat dan kepentingan nasional. Apalagi pada akhirnya, kepentingan nasional juga akan terdesak oleh kepentingan negara lain yang mengklaim dirugikan.

“Mekanisme Sengketa dagang dalam WTO adalah mekanisme yang memaksa negara untuk tunduk patuh pada rezim aturan internasional dan kepentingan negara lain, meskipun harus bertentangan dengan Konstitusi dan regulasi nasional. Sehingga, sudah sepantasnya rakyat Indonesia dan DPR mendesak Pemerintah Indonesia untuk mereview kembali strategi kebijakan perdagangan internasional Indonesia, khususnya terhadap perjanjian WTO maupun perjanjian FTA lainnya”, tegasnya.

Apalagi, Rachmi menjelaskan bahwa rezim perjanjian perdagangan bebas tidak pernah bisa dilaksanakan secara konsisten oleh negara manapun termasuk negara maju sekalipun seperti AS dan Uni Eropa. Menurut IGJ, berdasarkan laporan monitoring perdagangan WTO 2018, disebutkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 75 tindakan pembatasan perdagangan yang mana angka meningkat dari rata-rata 11 tindakan per bulannya. Termasuk penerapan trade remedy yang meningkat sebesar 40% di tahun 2017, yang mana dari total tindakan 80% diantaranya akibat penerapan anti-dumping measures.

 “perlu dicatat kembali, AS dan Uni Eropa adalah negara yang paling banyak menerapkan pembatasan perdagangan dalam bentuk non-tariff measures (NTMs), yang masing-masing sebesar 4780 dan 6805. Sedangkan Indonesia hanya sebanyak 272 tindakan NTMs”, jelas Rachmi. ***

 

Beberapa dokumen relevan yang bisa dibaca terkait isu ini:

Catatan IGJ 2017: https://igj.or.id/catatan-akhir-awal-tahun-2017-indonesia-for-global-justice/

Catatan IGJ 2018: https://igj.or.id/catatan-awal-tahun-2018-indonesia-for-global-justice/

Narasi Perang Dagang AS & Posisi Indonesia: https://igj.or.id/perang-dagang-as-vs-china-bagaimana-dengan-indonesia/

 

Informasi lebih lanjut:

Rachmi Hertanti, SH., MH.

Direktur Eksekutif IGJ

Email: rachmihertanti@gmail.com

Telp: 08174985180

Sekretariat IGJ

Komplek PLN, Jl.Laboratorium No.7, Duren Tiga, Jakarta Selatan

Telp: 021-7984552

Email & Website: igj@igj.or.id / www.igj.or.id

Download >>>Rilis Media Kasus WTO Pertanian AS_Retaliasi 2018

Tags: EkonomiFREE TRADEKedaulatan PanganPanganPertanianWTO
Previous Post

Survey BPJS Kesehatan dan Obat Kanker

Next Post

Fact Sheet IGJ : Memahami Kasus Sanksi Dagang Amerika Serikat US$350 Juta Terhadap Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Indonesia for Global Justice

Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu,
Jakarta Selatan - Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540
Telepon: (021) 7941655

© 2023  - Indonesia for Global Justice


Berlangganan Sekarang!

Ikuti berita terbaru dari Indonesia for global justice, berlangganan sekarang!

Terimakasih telah berlangganan di Indonesia for global justice


  • id Indonesia
  • en English
No Result
View All Result

Indonesia for Global Justice
Jl.Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu Jakarta Selatan - 12540
Telepon: (021) 7941655

  • Indonesia