Undang-Undang (UU) tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan masih polemik, karena dinilai cenderung mendukung perlindungan korporasi ketimbang pengembangan petani.
JAKARTA – Polemik soal Undang-Undang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan (SBPB) terus berlanjut. Setelah jaringan petani menolak aturan baru tersebut pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) menegaskan regulasi baru itu untuk melindungi petani kecil.
“Pengesahan undang-undang ini menjadi karpet merah kepada korporasi ketimbang petani. Hal ini terlihat dari nuansa perlindungan yang diberikan dari undang-undang tersebut,” tegas Koordinator Advokasi Isu Kedaulatan Pangan Indonesia for Global Justice (IGJ), Rahmat Maulana Sidik, di Jakarta, Jumat (27/9).
Sidik menilai pengesahan regulasi baru itu justru mengancam kedaulatan petani karena terpasungnya kebebasan petani dalam mengembangkan benih lokal dan menjadikan petani sebagai objek kriminalisasi.
Terbukti dalam UU SBPB ini terdapat aturan yang memberikan peluang masuknya benih rekayasa genetik dari korporasi benih multinasional. Dengan masuknya benih korporasi, maka akan mengancam kedaulatan petani atas benih, dan membuat petani kebergantungan terhadap benih korporasi.
Pasal kriminalisasi petani dalam UU ini memasukkan sanksi pidana selama lima tahun apabila petani tidak melaporkan segala aktivitas pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik kepada pemerintah pusat. Padahal, kegiatan pencarian, pengumpulan, dan pemuliaan sumber daya genetik merupakan kegiatan yang telah dilakukan petani secara turun-temurun.
“Seharusnya, UU ini mengatur perlindungan petani, bukan mengkriminalisasi petani. Anehnya, UU ini memberikan peluang bagi korporasi benih, dan mengerdilkan hak-hak petani dalam mengelola pertaniannya,” tegas Sidik.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo), Nana Laksana Ranu, melihat RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan akan menjadi rambu-rambu yang harus diikuti oleh industri benih dalam negeri dan multinasional.
Asbenindo mendukung hal-hal yang akan membawa kemajuan pertanian untuk menuju peningkatan produksi dan kelestarian lahan pertanian, perlindungan terhadap hasil penelitian harus betul-betul dihargai. “Dengan UU ini, riset dalam negeri akan mendapat tempat yang terhormat di rumahnya sendiri,” jelas Nana.
Lindungi Petani
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, menyampaikan salah satu yang menjadi sorotan pada UU SBPB adalah varietas hasil pemulian hasil petani kecil dibatasi peredarannya dalam lingkup satu kabupaten.
Oleh sejumlah kalangan, aturan ini seolah-olah membatasi petani kecil untuk mengedarkan atau memperjual belikan bibit yang dihasilkannya hanya dalam lingkup kabupaten/kota. Sementara menurut Amran, petani yang sudah bisa mengedarkan bibit yang dihasilkan di skala kabupaten/kota sudah termasuk petani yang kaya.
UU SBPB menjelaskan bahwa petani kecil adalah petani yang sehari-hari bekerja disektor pertanian yang penghasilnya cukup memenuhi keperluan hidupnya sehari-hari. Sementara jika di tingkat provinsi, itu sudah pengusaha besar. ers/E-12
Sumber : http://www.koran-jakarta.com/uu-pertanian-lindungi-korporasi/