• id Indonesia
  • en English
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
  • Beranda
  • Agenda Prioritas
  • Media
  • Publikasi
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
Indonesia for Global Justice
No Result
View All Result

UU Cipta Kerja Disusun Tanpa Kajian Memadai Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat

Juni 18, 2021
in Siaran Pers
Home Media Siaran Pers
958
SHARES
2.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Rilis Indonesia for Global Justice (IGJ)

Respon Persidangan Uji Formil Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi UU Cipta Kerja Disusun Tanpa Kajian Memadai Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat

Jakarta,  17  Juni  2021  – Indonesia  for Global  Justice  (IGJ)  menilai  UU  Cipta  Kerja memang cacat  formil  secara  konstitusional.  Hal  ini  disampaikan setelah  menyimak dengan  seksama pengakuan  DPR  RI dalam  keterangannya  yang  disampaikan  pada sidang uji formil UU Cipta Kerja hari ini Kamis, 17 Juni 2021 di Mahkamah Konstitusi secara virtual.

Dalam keterangan DPR RI yang disampaikan oleh Arteria Dahlan, diakui bahwa revisi empat Undang-Undang  di  bidang  pertanian  dan  pangan  dalam  UU Cipta  Kerja merupakan  bentuk kepatuhan Indonesia kepada  perjanjian WTO untuk memudahkan impor pangan dan sektor pertanian lainnya sebagai komitmen yang diikatkan di internasional sebagai anggota WTO.

Keempat undang-undang tersebut antara lain: UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan; UU No. 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan  dan Pemberdayaan Petani; UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan  dan Kesehatan  Hewan; dan UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura;

“Pernyataan  DPR RI telah meyakinkan  kami bahwa UU Cipta Kerja disusun memang bukan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan untuk rakyat sebagaimana dalam amanat  Konstitusi. Seharusnya,  secara  filosofis  tujuan  pembentukan  suatu  undang- undang adalah untuk memberikan kepastian hukum untuk terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dapat terpenuhi”, jelas Rachmi Hertanti, Direktur Eksekutif IGJ.

Apalagi  sejak  awal  perencanaannya,  pembentukan  UU  Cipta  Kerja  ini  tidak  disertai dengan  Naskah  Akademis  yang memadai  mengingat  peran Naskah  Akademis  dalam pembahasan  suatu RUU menjadi landasan filosofi, yuridis dan sosiologis, agar tujuan Undang-Undang  dapat  diimplementasikan sesuai  dengan  kebutuhan  seluruh masyarakat Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 Jo UU No.15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Revisi Empat Regulasi Pertanian Telah Hancurkan Hidup Petani

Pengesahan UU Cipta Kerja yang memudahkan impor pangan ini, mempertaruhkan kehidupan lebih dari 49 juta petani di Indonesia. Pada masa yang akan datang, UU ini akan melanggengkan krisis pangan karena akan menciptakan ketergantungan  pangan kepada negara lain.

Rahmat Maulana Sidik, Koordinator Advokasi IGJ, mengungkapkan  bahwa “kondisi 49 juta petani dan pangan nasional kita semakin dilemahkan, terlebih ketika DPR dan Pemerintah  mengesahkan UU  Cipta  Kerja  yang  diakui  sebagai  bentuk  harmonisasi dengan  kebijakan  perdagangan  global ke dalam regulasi  nasional.  Ini  menandakan bahwa kedaulatan  bagi Pemerintah  untuk mengatur  kebijakan  yang pro-rakyat  hanya omong kosong belaka. Kami juga mengingatkan bahwa perlu dilakukan tinjauan ulang terkait keanggotaan Indonesia di WTO, karena konsekuensinya sangat merugikan bagi pertahanan dan kedaulatan bangsa Indonesia. Kalau merugikan, kenapa harus diteruskan?”. Ungkapnya.

Tidak  hanya  itu,  aturan  dalam  UU  Cipta  Kerja  yang  memberikan  kelonggaran  bagi pangan impor, tentunya berakibat pada konsumsi pangan nasional berasal dari pangan impor. Dikarenakan,  pangan  impor  sudah  dilegitimasi  oleh   UU  Cipta  Kerja  sebagai sumber  pangan untuk  memenuhi  kebutuhan dalam  negeri  sebagaimana  disebutkan dalam Pasal 30 UU Perlindungan  dan Pemberdayaan  Petani yang diubah dalam UU Cipta Kerja. Benar saja angka impor pangan Indonesia terus meningkat, tercatat pada kuartal pertama tahun 2021 naik sebanyak 379 ribu ton atau naik 19,60 persen dibandingkan dengan kuartal pertama 2020 yang hanya sebanyak 317 ribu ton.

Mirisnya,  kemudahan  bagi pangan  impor  masuk  ke Indonesia  semakin  dibuka  lebar, sementara sanksi  pidana  bagi  pelaku  usaha  atau  perusahaan importir  dihapuskan. Seperti dalam Pasal 101 UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang di UU Cipta Kerja telah dihapuskan mengenai pemidanaan terhadap pelaku usaha yang mengimpor pangan saat komoditas pangan domestik terpenuhi. Sehingga, pasal ini menjamin tidak ada sanksi bagi pelaku usaha dan atau importir dalam melakukan impor saat pangan domestik  terpenuhi.  Penghapusan  sanksi  ini  sangat berbahaya,  sebab  melegitimasi rent seeker (mafia pencari untung) di sektor pangan dan importir nakal yang selama ini melakukan impor namun mengabaikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Karenanya, bagi kami setelah mendengar keterangan DPR dan Pemerintah dalam persidangan uji formil UU Cipta Kerja hari ini, jelas menunjukkan bahwa produk omnibus law  yang  dibuat  oleh Pemerintah  dan  DPR  sangat  jelas  mengakomodir  kepentingan kaum  elit  dan  pemodal  global dengan mengesampingkan  kepentingan  rakyat  kecil. Tambah Maulana.

Sidang lanjutan uji formil Undang-Undang No. 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja akan kembali digelar pada hari ini Kamis, 24 Juni 2021 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari para pemohon. Indonesia for Global Justice (IGJ) yang tergabung  dalam  Koalisi  Pembela  Hak Konstitusional  (KEPAL)  adalah  salah  satu pemohon uji formil UU Cipta Kerja dengan Nomor Perkara 107/PUU-XVIII/2020. ***

Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi:

Rachmi Hertanti, Direktur Eksekutif IGJ: +62 817-4985-180
Rahmat Maulana Sidik, Koordinator Advokasi IGJ: +62 812 80480561

Beberapa publikasi IGJ terkait persoalan diatas:

Omnibus law mengadopsi rezim pasar bebas.
https://igj.or.id/adopsi-rezim-pasar-bebas-omnibus-law-ancam-kedaulatan-petani-dan-pangan-nasional/

Kalah  dari  gugatan  Amerika  Serikat  dan  Selandia  Baru,  Indonesia  harus  revisi  UU Pangan.
https://igj.or.id/kalah-dari-gugatan-amerika-dan-brazil-di-wto-pemerintah-akan-revisi-undang-undang-terkait-pangan/

Omnibus law payung hukum investasi atau melegitimasi eksploitasi?
https://igj.or.id/omnibus-law-payung-hukum-menarik-investasi-atau-melegitimasi-eksploitasi/

Risalah sidang:: risalah_sidang_11325_PERKARA-NOMOR-91.103.105.107.PUU_.2020-DAN-4.6.PUU_.2021-tgl-17-JUNI-2021Unduh

Tags: Judicial ReviewOmnibus LawPerdagangan BebasPerjanjian Perdagangan & InvestasiPertanianWTO
Previous Post

Rangkaian Pertemuan IGJ Dengan Anggota Parlemen dan Politisi Indonesia

Next Post

Uji Formil UU Cipta Kerja: Keterangan DPR dan Presiden Tidak Mematahkan Dalil Para Pemohon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Indonesia for Global Justice

Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu,
Jakarta Selatan - Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540
Telepon: (021) 7941655

© 2023  - Indonesia for Global Justice


Berlangganan Sekarang!

Ikuti berita terbaru dari Indonesia for global justice, berlangganan sekarang!

Terimakasih telah berlangganan di Indonesia for global justice


  • id Indonesia
  • en English
No Result
View All Result

Indonesia for Global Justice
Jl.Rengas Besar No.35 C, RT.14/RW.2, Jati Padang, Ps. Minggu Jakarta Selatan - 12540
Telepon: (021) 7941655

  • Indonesia